Rabu, 08 Oktober 2014

Skripsi "Unsur Erotisme Pada Kumpulan Cerpen"



BAB I

PENDAHULUAN

1.1         Latar Belakang

Sastra pada umumnya merupakan sebuah karya tulis atau nontulis yang di dalamnya menceritakan tentang hidup dan kehidupan manusia dengan menggunakan bahasa yang indah. Karya sastra menampilkan nilai-nilai keindahan yang besifat aktual dan imajinatif sehingga mampu memberikan hiburan, memberikan informasi yang berhubungan dengan pemerolehan nilai-nilai kehidupan, dan memperkaya pandangan atau wawasan kehidupan sebagai salah satu unsur yang berhubungan dengan pemberian arti maupun peningkatan nilai kehidupan manusia itu sendiri.

Apa yang diungkapkan dalam karya sastra merupakan proses yang diangkat dari pengalaman kehidupan manusia, karena sastra selalu mengarah pada persoalan kehidupan manusia seperti mencoba memahami kehidupan, melihat persoalan kehidupan, memberi makna kehidupan, dan mencari dasar persoalan kehidupan manusia. Dari pengalaman-pengalaman pengarang lalu dituangkan dalam bentuk lambang-lambang bahasa yang mewakili perasaannya.

Karya sastra yang kerap kita kenal adalah puisi dan prosa. Prosa merupakan karya sastra yang di dalamnya lebih menceritakan suatu peristiwa tanpa terikat kaidah yang terdapat pada puisi. Ragam  karya sastra yang berupa prosa ini pun banyak bentuknya, diantaranya roman, novel, cerber (cerita bersambung), cerpen (cerita pendek), dan lainnya.

Cerpen yang merupakan salah satu dari ragam prosa yang sangat menarik untuk dikaji, karena cerpen memberikan kontribusi besar bagi perkemangan sastra di Indonesia. Kita tidak bisa mengabaikan karakteristik institusi cerpen itu sendiri, sehingga saat ini berbagai cerpen hadir ditengah-tengah masyarakat. Cerpen-cerpen ini tentunya memiliki kualitas sendiri yang dapat menjadikan poin khusus untuk mampu bersaing dalam menarik minat pembacanya. Cerpen dikatakan berkualitas apabila dari segi isi maupun bentuknya memiliki mutu yang baik sehingga cerpen tersebut mampu menarik si pembaca seakan ikut terlibat langsung dalam cerita.

Cerpen juga sebagai salah satu alternatif bagi penikmat sastra yang tidak terlalu suka membaca. Bila dibandingkan dengan novel, cerpen menyuguhkan cerita yang tidak panjang. Dengan kekhasan itu, si pembaca dengan cepat memahami makna yang terdapat di dalamnya dan tidak memerlukan waktu yang lama dalam membaca.

Banyak cerpen-cerpen yang menyuguhkan cerita tentang kehidupan remaja, kehidupan sosial hingga menyinggung politik, namun perkembangannya tidak selamanya cerpen menyuguhkan cerita yang serius. Banyak berkembang cerita rekaan (cerpen) yang mengandung unsur erotisme.

Cerita rekaan yang mengandung erotisme tidak serta merta berkambang pada masa ini. Sejak  tahun 1960-an, sudah banyak cerita rekaan yang sarat akan unsur erotisme, diantaranya karya Montinggo Boesje, Kelik Diono, Asbari Nurpatria Krisna, Abdullah Harahap, dan Freddy S.

Erotisme dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI, 2008:398) didefinisikan sebagai keadaan bangkitnya nafsu birahi,  keinginan akan nafsu seks secara terus menerus. Erotisme tidak  mempunyai makna dasar ”cabul”, melainkan menggambarkan perilaku, keadaan, atau suasana berdasarkan atau berilhamkan ”libido dan Seks”. Sebaliknya pornografi mempunyai makna dasar ”cabul”, ”tidak senonoh” dan ”kotor”. Pembedaan makna dasar ini penting agar lebih memahami makna erotisme. Erotisme yang sesungguhnya bukan hanya berhungan dengan hasrat seksual semata yang sering dipandang dangkal, misalnya hubungan suami istri. Contoh lainnya, senyum seorang wanita berjilbab dapat dianggap erotisme jika seorang laki-laki yang memandangnya dapat menimbulkan ketertarikan pada wanita itu.

Kajian erotisme merupakan kajian yang menarik karena dalam diri manusia terdapat impuls. Impuls merupakan  gerakan hati yang membangkitkan seks bagi pembaca dan pendengar sehingga membuat pikiran-pikiran pembaca bekerja dengan membayangkan peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam pikirannya. Walaupun sering memberikan dampak negatif bagi pembaca, namun kemenarikan erotisme tidak bisa lepas dari cerita, karena  merupakan modal utama yang dapat memancing ketertarikan bagi pembaca. Hal ini tidak dapat dipungkiri karena setiap manusia membutuhkan erotisme dalam hidupnya. Selain itu, erotisme juga merupakan bagian dari isi atau pokok permasalahan dalam cerita.

Dalam penelitian ini, peneliti lebih menitikberatkan pada teks-teks dalam cerpen yang mengandung erotisme. Teks-teks karya sastra merupakan suatu sistem tanda yang menggambarkan atau mewakili perasaan pengarang.

Santosa (dalam Junaedi, 2009) bahwa karya sastra dengan keutuhannya secara semiotik dapat dipandang sebagai sebuah tanda, karena teks atau bahasa dalam karya sastra merupakan perwakilan ide, gagasan, perasaan sang pengarang, maka dalam penelitian ini memerlukan kajian yang berhubungan dengan sistem tanda. Sistem tanda dalam ilmu sastra sering dikenal dengan ilmu semiotika. Menurut teori De Saussure (Junaedi, 2009) semiotika di bagi menjadi dua aspek, yaitu penanda (signifier) dan pertanda (signified). Sebagai landasan, peneliti menggunakan teori De Saussure untuk menemukan tanda-tanda yang mengadung unsur erotisme pada kumpulan cerpen “Jangan Main-main (dengan Kelaminmu)”. Hal inilah yang membuat peneliti tertarik untuk meneliti kumpulan cerpen karya Djenar Maesa Ayu yang berjudul “Jangan Main-main (dengan Kelaminmu)” dalam mengkaji unsur erotis yang terdapat di dalamnya.

Penulis sengaja mengambil judul penelitian Unsur Erotisme Pada Kumpulan Cerpen ”Jangan Main-main” Karya Djenar Maesa Ayu (Kajian Semoitik) dengan alasan kurangnya penelitian tentang erotisme pada suatu karya sastra, khususnya dalam kepustakaan FKIP UNTAD. Selain itu, peneliti ingin lebih memahami konsep dasar perbedaan erotisme dan pornografi.

Selain memahami perbedaan erotisme dan pornografi, penelitian ini dapat dihubungkan dengan pendidikan khususnya bagi pelajar Sekolah Menengah Atas kelas XI semester dua tentang memahami isi cerpen dan menentukan niali-nilai cerpen. Dengan pendekatan yang digunakan peneliti tentang penanda dan petanda adalah sebagai salah satu cara untuk mengungkapkan makna cerpen dan menentukan nilai-nilai apa saja yang terdapat pada cerpen. Berkenaan dengan itu, penelitian ini juga dapat berhubungan dengan membangun atau memberi penguatan moral siswa dalam dalam kehidupan sehari-hari.

Berkaitan dengan unsur erotisme yang terdapat pada cerpen, siswa diajarkan untuk menyikapi sebuah karya sastra, karena karya sastra tidak selalu menampilkan cerita yang baik-baik saja, namun dengan adanya cerita yang menyimpang dari kebaikan adalah cara untuk mengetahui hal-hal yang tidak baik dicontoh atau ditiru.

Selain itu, untuk menemukan kebaikan dalam suatu karya sastra kita harus mengetahui keburukan. Dengan mengetahui keburukan-keburukan yang terdapat pada cerpen tidak patut untuk dicontoh, dan sebaliknya kita dapat mengambil hal positif dari perilaku-perilaku menyimpang itu.

Mengenai sesuatu hal yang masih berhubungan dengan seksualitas sebagian orang masih menganggapnya sebagai hal yang tabu. Salain itu, penulis juga ingin mengubah pola pikir pembaca, bahwa hal-hal yang berhubungan dengan erotisme khususnya karya sastra tidaklah sekedar memuaskan sebuah nafsu melainkan sebuah nilai tersendiri sebagai suatu hiburan yang menarik dalam menambah wawasan, serta memberikan sebuah pemahaman tentang konsep erotisme dalam melihat dan menelaah konsep erotisme tersebut bukan hanya dari segi konsep vulgar, melainkan erotisme itu hanyalah sebuah gambaran dari apa yang diceritakan melalui kata-kata yang erotis.

1.2         Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah pada penelitian ini adalah

1.       Bagaimana tanda-tanda yang menunjukan unsur erotisme dalam kumpulan cerpen “Jangan Main-main” karya Djenar Maesa Ayu?

2.       Nilai apa yang tergambarkan pada tanda-tanda erotisme dalam kumpulan cerpen “Jangan Main-main” karya Djenar Maesa Ayu?

1.3         Tujuan Penelitian

Bertolak dari rumusan masalah, tujuan penelitian adalah

1.       Mendeskripsi dan menjelaskan tanda-tanda yang menunjukan unsur erotisme dalam kumpulan cerpen “Jangan Main-main” karya Djenar Maesa Ayu?

2.       Mendeskripsi dan menjelaskan nilai tanda-tanda yang tergambarkan pada tanda-tanda erotisme dalam kumpulan cerpen “Jangan Main-main” karya Djenar Maesa Ayu?

1.4         Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini sebagai berikut,

1.       Bagi penikmat karya sastra, hasil penelitian ini dapat dijadikan masukan tentang aspek sosial budaya yang ada dalam masyarakat, khususnya untuk mengubah pola pikir masyarakat tentang erotisme dalam sebuah karya sastra.

2.       Memahami perbedaan erotisme dan pornografi ini dapat memberikan nilai pendidikan khususnya bagi pelajar Sekolah Menengah Atas (SMA)

3.       Penelitian ini sebagai usaha untuk penambahan kepustakaan pada kajian sastra khususnya penelitian yang membahas tentang erotisme pada suatu karya sastra.

4.       Penelitian ini dapat dijadikan sebagai rujukan dalam penelitian sastra, khususnya dalam hal unsur erotisme.

5.       Hasil penelitian ini dapat meningkatkan wawasan bagi peneliti dalam bidang sastra khususnya nilai erotisme dalam suatu karya sastra.

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1         Kajian Teori

2.1.1          Pengertian Erotisme

Kata erotisme bermula dari kata eros, yaitu nama “Dewa cinta, putera Aphordite” yang bersasal dari Yunani kuno. Eros dapat dianggap penyambung antara dunia yang bersifat indrawi dengan dunia yang hanya terbuka bagi rasio. Dikatakan demikian karena eros, menurut Muller/Halder (dalam Sitanggang, dkk., 2002:8) merupakan pendorong dalam mencapai pengetahuan tentang ide-ide yang hanya ditemukan dalam dunia yang terbuka bagi rasio. Kerinduan pada dunia rasio yang ditimbulkan oleh eros berkaitan dengan keindahan dalam arti kesesuaian antara gambaran yang dikenal dalam dunia yang bersifat indrawi dengan ide yang ada dalam dunia rasio. Di dalam keindahan itu tercakup badan, jiwa, moral, pengetahuan, dan keindahan itu sendiri.

Dari kata eros timbul kata erotik, dalam arti luas adalah segala bentuk pengungkapan cinta antara pria dan wanita, antara jenis kelamin yang sama (homoreotik), atau cinta terhadap diri sendiri (auto-erotik). Dalam arti sempit, erotik tidak hanya bermakna seksualitas yang lebih bersifat jasmaniah, tetapi juga meliputi aspek mental dalam seksualitas dan pengembangan rangsangan yang ditimbulkan oleh seksualitas. Hal tersebut dapat terungkap dalam berbagi bentuk, misalnya dunia mode periklanan dan dunia seni, termasuk seni sastra berupa teks. Erotisme dalam sebuah teks berupa penggambaran suatu prilaku atau tindakan, keadaan, atau suasana yang berkaitan dengan hasrat seksual.

Penggambaran tindakan seksual itu tidak tampak secara visual, tetapi verbal. Apabila dalam diri pembaca timbul nafsu seksual setelah menyimak teks atau karya sastra, hal itu semata-mata kerena dalam dirinya muncul penafsiran atau asosiasi pemikiran sebagai akibat keterhanyutannya pada fantasi erotiknya sendiri. Dengan kata lain, karya sastra tulis yang didalamnya terdapat erotisme menimbulkan fantasi bagi pembacanya.

2.1.2          Erotisme Literer dan Erotisme Nonliterer

Unsur erotisme dalam karya sastra tidak sedikit yang diungkapkan secara tersurat, tetapi tidak harus memberikan kesan kecabulan atau pornografi. Erotisme literer misalnya, penggambaran nafsu seksual pada karya sastra masih dalam tataran estetik. Erotisme literer adalah unsur erotisme dalam karya sastra yang disajikan pengarang secara halus, tersembunyi, dan bahkan disampaikan secara kias atau simbolik (Zaidan, dkk., 1998:11). Unsur erotisme itu dikemas secara sedemikian rupa sehingga tidak segera berasosiasi pada masalah erotisme yang vulgar.

Sebaliknya, erotisme nonliterer adalah unsur erotisme dalam karya sastra ditampilkan secara vulgar, mencolok, dan dengan memaparkan bagian-bagian tubuh yang dapat menimbulkan gairah seks pembaca. Dengan kata lain, karya sastra tersebut kehilangan fungsi estetik demi memenuhi selera yang rendah dan karya sastra tersebut termasuk sastra pornografi.

2.1.3          Perbedaan Erotisme dengan Pornografi

Pada dasarnya erotisme dengan pornografi sama-sama berkaitan dengan seksualitas manusia, namun terlihat juga  perbedaan diantara keduanya. Erotisme tidak  mempunyai makna dasar cabul, melainkan menggambarkan perilaku, keadaan, atau suasana berdasarkan atau berilhamkan libido, dan seks.  Sebaliknya pornografi mempunyai makna dasar cabul, tidak senonoh, dan kotor. Pembedaan makna dasar ini penting agar kita dapat lebih memahami makna erotisme.

Sehubungan dengan itu, Dr. H.B. Jassin (dalam Lesmana, 1995:109) pornografi adalah setiap tulisan atau gambar yang ditulis atau digambar dengan maksud sengaja untuk merangsang seksual. Pornografi membuat fantasi pembaca menjadi bersayap dan melayap ke daerah-daerah kelamin yang menyebabkan syahwat berkobar-kobar.

Kata kunci perbedaan antara erotisme dengan pornografi adalah libido, nafsu berahi, nafsu seksual. Dalam erotisme, libido merupakan dasar atau ilham untuk menggambarkan sesuatu yang lebih luas, misalnya konsep cinta, perbedaan antar jenis, atau masalah yang timbul dalam interaksi sosial, sedangkan dalam pronografi yang menonjol adalah penggambaran secara sengaja tingkah laku seksual dengan tujuan membangkitkan nafsu seksual.

Sering dikatakan orang bahwa antara erotisme dan pronografi terdapat batasan yang samar atau bahkan wilayah maknanya tumpang tindih.  Hal itu dikarenakan dalam pornografi selalu ada erotisme, namun tidak semua yang erotis itu pornografis.  Oleh karena itu, dalam membicarakan erotisme dan pornografi kita terpaksa melihatnya sebagai suatu kontinum yang bergeser dari satu ujung (erotisme) ke ujung lainnya (pornografi). Jadi, perbedaan antara erotisme dan pornografi terletak pada penulisannya, erotisme yang penulisannya disamarkan sedangkan pornografi penulisannya tidak disamarkan atau secara jelas. Selain itu, dalam memahami apakah sesuatu yang erotis itu pornografis atau tidak bergantung pada kebudayaan yang kita miliki.

2.1.4          Hubungan Karya Sastra dengan Erotisme

Dalam karya sastra sangat erat hubungannya dengan pemilihan kata untuk menghasilkan suatu tulisan yang indah. Sehubungan dengan pemilihan kata tersebut, pengungkapan erotisme pada umumnya tidak langsung menggunakan kata-kata yang berkaitan dengan seksualitas. Erotisme muncul karena pemilihan  kata-kata yang menimbulkan konotasi dan asosiasi erotisme.

Sejalan dengan itu, menurut pandangan Steinberg (dalam Sitanggang, 2002:12) kategorisasi karya sastra erotik menampilkan hubungan pria dan wanita dengan penekanan dan aspek spiritual dan intelektual dan hubungan intim ragawi yang dinyatakan secara terselubung. Kedua, ada juga karya sastra yang menyajikan atau menggambarkan seksualitas secara lebih menarik, tetapi tidak menjadi inti cerita. Ketiga, karya sastra yang bersifat pornografi murni, dalam karya sastra ini pengarang menyajikan secara terperinci seksualitas dengan maksud untuk merangsang dan membangkitkan hawa nafsu seksual.

2.1.5          Pengertian Cerpen

Cerpen merupakan suatu karya sastra yang berupa prosa atau cerita rekaan yang lebih singkat daripada novel. Cerpen juga merupakan akronim dari cerita pendek. Akan tetapi,  ukuran panjang pendek cerpen tidak ada aturannya, karena tidak ada kesepakatan antara pengarang dengan para ahli. Sebagaimana diungkapkan oleh Haniah (dalam Afriyanti, 2011:10) bahwa cerpen merupakan kisahan yang memberi kesan tunggal yang dominan tentang satu tokoh dalam satu latar dan satu situasi drama.

Pendapat lain mengemukakan Nurdin, dkk; (dalam Afriyanti, 2011:11) menjelaskan bahwa sebuah cerpen adalah cerita fiksi yang menggambarkan peristiwa yang dialami sang tokoh, namun tidak memungkinkan terjadinya perubahan nasib, karena pendeknya cerpen sering disebut cerita yang dapat dibaca dalam satu kali duduk.

Setelah memahami beberpapa penjelasan para ahli, peneliti dapat menyimpulkan bahwa cerpen adalah suatu karangan prosa yang ringkas, yang hanya memiiki satu alur dan hanya menggambarkan kisah-kisah yang penting saja, serta tidak memerlukan waktu yang banyak untuk membacanya.

2.1.6          Pengertian Semiotik

Menurut Ferdinand De Saussure (Junaedi, 2009) semiotik dibagi menjadi dua aspek, yaitu penanda (signifier) dan pertanda (signified). Penanda dilihat sebagai bentuk/wujud fisik dapat dikenal melalui wujud karya arsitektur, sedang pertanda dilihat sebagai makna yang terungkap melalui konsep, fungsi atau nilai-nlai yang terkandung didalam karya arsitektur.

Semiotik adalah ilmu tentang tanda-tanda (Pradopo, dkk., 2001:67). Secara etimologis, semiotik berasal dari kata Yunani “Semion” yang berarti “Tanda”. Tanda itu sendiri diartikan sebagai sesuatu yang dapat mewakili sesuatu yang lain. Secara terminologis, semiotik dapat diartikan sebagai ilmu yang memepelajari sederetan peristiwa yang terjadi diseluruh dunia sebagai tanda.

Karya sastra merupakan struktur sistem tanda-tanda yang bermakna. Dalam  kajian semiotik, ada dua aspek, yaitu  penanda (signifier) atau yang menandai, yang merupakan bentuk tanda, dan pertanda (signified) atau yang ditanda yang merupakan arti tanda (Pradopo, dkk., 2001:68). Contoh: ketika orang menyebut kata “anjing” (signifier) dengan nada mengumpat maka hal tersebut merupakan tanda kesialan (signified). Begitulah, menurut Saussure, “Signifier dan signified merupakan kesatuan, tak dapat dipisahkan, seperti dua sisi dari sehelai kertas.

Prinsip-prinsip linguistik menurut Ferdinand De Saussure dapat disederhanakan kedalam butir-butir pemahaman sebagai sebagai berikut:

1.       Bahasa adalah sebuaha fakta sosial.

2.       Sebagai fakta sosial, bahasa bersifat laten, bahasa bukanlah gejala-gejala permukaan melainkan sebagai kaidah-kaidah yang menentukan gejala-gejala permukaan, yang disebut sengai langue. Langue tersebut termanifestasikan sebagai parole, yakni tindakan berbahasa atau tuturan secara individual.

3.       Bahasa adalah suatu sistem atau struktul tanda-tanda. Karena itu, bahasa mempunyai satuan-satuan yang bertingkat-tingkat, mulai dari fonem, morfem, klimat, hingga wacana.

4.       Unsur-unsur dalam setiap tingkatan tersebut saling menjalin melalui cara tertentu yang disebut dengan hubungan paradigmatik dan sintakmatik.

5.       Relasi atau hubungan-hubungan antara unsur dan tingkatan itulah yang sesungguhnya membangun suatu bahasa. Relasi menentuka nilai, makna, pengertian dari setiap unsur dalam bangunan bahasa secara keseluruhan.

6.       Untuk memperoleh pengetahuan tentang bahasa yang prinsip-prinsipnya yang telah disebut diatas, bahasa dapat dikaji melalui suatu pendekatan sikronik, yakni pengkajian bahasa yang membatasi fenomena bahasa pada satu waktu tertentu, tidak meninjau bahasa dalam perkembangan dari waktu ke waktu (diakronis).

2.1.7          Nilai

Nilai adalah suatu ukuran menyangkut isi, banyak atau sedikit, mutu, sesuatu hal yang penting atau berguna. Dalam sehari-hari, nilai diartikan sebagai segala sesuatu yang dianggap baik atau buruk. Kata “nilai”  biasanya digunakan untuk menunjuk  dan menyatakan sifat dari hubungan sesuatu dengan kebutuhan. Pada pengalaman kita keseharian, jika hubungan sesuatu dengan kebutuhan menunjukan kesesuaian atau kecocokan dinyatakan dengan  pernyataan “baik”. Sebaliknya jika hubungan sesuatu dengan kebutuhan  menunjukan tidak ada kesesuaian atau tidak cocok dinyatakan dengan ungkapan “buruk”. Jadi kata nilai menunjukan kepada kita tentang hal baik atau buruknya sesuatu jika dihubungkan dengan suatu kebutuhan (Jalius HR, 2012). Shingga dapat diketahui bahwa konsep dasar nilai berhubungan dengan kebutuhan hidup manusia.

Pepper (dalam Alif, 2012) menambahkan bahwa nilai adalah sesuatu yang dipentingkan manusia sebagai subjek, menyangkut segala sesuatu yang baik atau yang buruk, sebagai abstraksi, pandangan atau maksud dari berbagai pengalaman dalam seleksi perilaku yang ketat. Hal yang baik atau buruk tidak hanya berpatokan pada prilaku dan perbuatan manusia, melainkan berbagai aspek dalam kehidupan yang berhubungan dengan manusia yaitu hasil karya manusia. Berdasarkan konsep dasar tersebut, nilai dianggap mencerminkan segala sesuatu yang dipandang benar atau salah, baik atau buruk, indah atau jelak dalam kehidupan.

Menurut Pudentia (2008: 321) nilai adalah suatu hal yang sesuai dengan norma ideal menurut masyarakat tertentu. Misalnya, sesuatu yang benar, indah, atau yang baik menurut penilaian seseorang harus sesuai dengan penilaian masyarakat pada zamannya. Nilai memiliki sifat sebagai berikut:

a.       Nilai itu suatu realitas abstrak dan ada dalam kehidupan manusia.

b.      Nilai memiliki sifat normatif, artinya bahwa nilai itu mengandung harapan, cita-cita, dan suatu keharusan sehingga nilai memiliki sifat ideal. Nilai diwujudkan dalam bentuk norma sebagai landasan manusia dalam bertindak.

c.       Nilai berfungsi sebagai daya dorong atau motifator bagi manusia dan manusia itu sendiri merupakan pendukungnya. Manusia dalam bertindak didasarkan dan didorong oleh nilai yang diyakininya.

Dalam menciptakan cerpen pengarang tidak menuliskan secara langsung nilai-nilai yang terkandung di dalamnya, untuk itu harus membacanya secara tuntas. Cerpen yang merupakan cetita yang berdasarkan fenomena-fenomena kehidupan nyata sehingga terdapat banyak nilai-nilai yang meliputi banyak bidang kehidupan manusia. Nilai dalam cerpen adalah sesuatu yang dapat diambil atau dipetik dari cerpen yang bersifat edukatif, menambah pengetahuan, memberikan hiburan, atau yang dapat memanusiakan manusia sehingga berguna bagi manusia dalam kehidupan sehari-hari.

Dengan demikian, penulis menyimpulkan bahwa nilai adalah bentuk kenyaataan yang abstrak tentang baik buruknya suatu objek yang berhubungan dengan kebutuhan sebagai landasan dan motivator bagi manusia dalam bertindak dan menentukan pilihan. Dengan kata lain, nilai itu tercipta karena adanya kenyataan lain atau kenyataan sebelumya sebagai pembawa nilai.

2.1.8          Nilai Estetika

Estetika adalah suatu tentang keindahan dalam sebuah karya seni. Menurut Muharam (dalam Ariadi, 2012) estetika umumnya dikaitkan dengan pengetahuan keindahan, sedang batasan singkat estetika adalah filsafat dan pengkajian ilmiah dari komponen estetika dan pengalaman manusia. Dalam kehidupan sehari-hari, estetika disama artikan dengan keindahan, yaitu tentang terbentuknya suatu keindahan dan seseorang bisa merasakannya..

Estetika dalam kehidupan sehari-hari diartikan sebagai keharmonisan agar tercipta suatu ketenteraman, ketenangan, kedamaian, dan kenyamanan yang tertuju pada keindahan. Melalui kelima indera maka keindahan tersebut bisa dirasakan dan dinikmati. Keindahan tidak hanya tercipta dari Tuhan, melainkan ada pula yang tercipta oleh kegiatan atau proses kreatif manusia yang menghasilkan sebuah karya seni. Di setiap karya seni tentunya memiliki keindahan yang bervariasi antara pandangan satu orang dan orang lainnya serta antara suatu karya seni dan karya seni lainnya.

Dengan demikian, nilai estetika adalah nilai yang berhubungan dengan keindahan dalam karya sastra atau cerpen. Keindahan dalam cerpen ini berkaitan dengan hal-hal yang dapat menggerakkan perasaan pembaca sehingga mampu memberikan kesan indah, ketertarikan, ketentraman, kedamaian, kenyamanan, dan kepuasan.

2.1.9          Nilai Moral

Kata moral dalam KBBI adalah (1) hal baik buruk yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban, akhlak, budi pekerti, susila, (2) kondisi mental yang membuat orang tetap berani, bersemangat, bergairah, berdisiplin, (3) ajaran kesusilaan yang dapat ditarik dari suatu cerita. Dalam hal ini, moral dianggap sebagai cerminan sikap perilaku seseorang.

Menurut K. Bertens moral adalah nilai-nilai dan norma-norma yang menjadi pegangan bagi seseorang atau kelompok dalam mengatur tingkah lakunya (dalam Nasar, 2012). K. Bertens juga menjelaskan moral sebagai norma bagi individu dan sosial. Menurut Magnis Suseno, moral itu selalu mengacu pada baik buruknya manusia sebagai manusia (dalam Nasar, 2012).

Jadi, penulis dapat menyimpulkan bahwa nilai moral adalah sesuatu yang mencerminkan sikap perilaku seseorang apakah dianggap baik atau buruk bagi dirinya atau masyarakat.

2.1.10      Nilai Sosial

Secara umum, sosial merupakan hubungan antar manusia baik individu maupaun kelompok. Sehingga, sosial sering dikaitkan dengan kehidupan manusia dalam masyarakat, kehidupan kaum miskin masyarakat, kehidupan kaum berada, kehidupan lain sebagainya. Sosial juga sering dikaitkan dengan rasa empati terhadap sesama dalam kehidupan masyarakat. Hal ini lah yang kemudian menimbulkan rasa tolong menolong terhadap sesama, dan orang yang melakukannya dikatakan sebagai seseorang dengan jiwa sosial tinggi, menyangkut tentang hal baik atau buruk.

Selanjutnya, nilai sosial adalah suatu yang sudah melekat di masayrakat yang berhubungan dengan sikap dan tindakan manusia, contohnya, setiap tindakan dan perilaku individu di masyarakat selalu mendapat perhatian dan berbagai macam penilian (Perpustakaancyber.blogspot.com, 2013)

Jadi, dipahami bahwa nilai sosial yang dapat dipetik dalam sebuah cerpen adalah suatu nilai yang berkaitan dengan norma di lingkungan masyarakat. Nilai-nilai yang berhubungan dengan masyarakat, mengenai apa yang dianggap baik atau buruk, mengenai hubungan antar individu atau kelompok.

2.1.11      Nilai Pendidikan

Pada dasarnya pendidkan adalah suatu usaha untuk memanusiakan manuasia. Dalam UU SISDIKNAS No.20 tahun 2003 (Haryanto, 2012) pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat.

Dari definisi diatas, dapat dipahami bahwa nilai pendidikan dalam karya sastra adalah suatu yang diyakini kebenarannya dan mendorong orang untuk berbuat positif  dengan tujuan mendidik, membimbingatau mengjarkan manusia agar menjadi manusia yang lebih baik.

2.2         Kerangka Pemikiran

Sesuai dengan tujuan penelitian, rancangan pemikiran berpatokan pada unsur erotisme dan kajian semiotik yang berdasarkan teori Ferdinand De Saussure dalam aspek penanda dan petanda. Penanda dilihat sebagai bentuk/wujud fisik dapat dikenal melalui wujud karya arsitektur, sedang petanda dilihat sebagai makna yang terungkap melalui konsep, fungsi atau nilai-nlai yang terkandung didalam karya arsitektur. Lebih ringkasnya, Pradopo, dkk (2001:67) Semiotik adalah ilmu tentang tanda-tanda.

Berdasarkan teori yang digunakan, kata-kata atau kalimat dalam kumpulan cerpen “Jangan Main-main” dianggap sebagai penanda atau wujud fisik yang mewakili perasaan, gasasan pemikiran pengarang. Maka dari itu, penanda unsur erotisme diperoleh dari kata atau kalimat yang berhubungan dengan seksualitas. Sedangkan petanda dari unsur erotisme adalah arti atau makna sebenarnaya dari petanda yang mampu membangkitkan libido atau hasrat seksual alami pembaca. Selain itu, penulis juga mengomentari tentang penyebab penanda mengandung unsur erotisme dan keududukan penanda eorisme dalam isi cerpen.

Setiap karya sastra mengandung nilai-nilai didalmnya, dalam kumpulan cerpen JM ada beberapa nilai yang tersirat sebagai bahan pembelajaran atau pertimbangan dalam berperilaku di masyarakat. Berdasarkan hasil analisis data yang diperoleh dan berdasarkan cerpen, penulis melakukan analisis tentang nilai-nilai apa saja yang dapat dipetik dari tanda-tanda unsur erotis.

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian dan Pendekatan

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Metode deskriptif adalah suatu prosedur dalam meneliti status kelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran ataupun kelas peristiwa pada masa sekarang dengan cara menggambarkan atau melukiskan sesuai keadaan tersebut. Menurut Whitney (dalam Hudayat, 2007: 23) metode dekriptif  adalah pencarian fakta dengan  interpretasi yang tepat. Metode deskriptif adalah berupa kata-kata, gambar, dan bukan angka-angka (Moeleong, 2006:11). Berikut ciri metode deskriptif dan pendekatan tekstual.

Adapun ciri metode deskriptif yaitu, (1) meneliti tentang manusia atau manusia sebagai objeknya, (2) meneliti suatu kondisi, (3) meneliti sistem pikiran, (4) meneliti sifat-sifat serta hubungan antarfenomena yang diselidiki, (5) data yang terkumpul berbentuk kata-kata atau gambar, bukan berupa angka.    Selanjutnya, dalam penelitian ini peneliti menggunakan pendekatan semiotik. Pendekatan ini menganalisis karya sastra sebagai suatu sistem tanda dan menentukan konvensi-konvensi apa yang memungkinkan karya sastra mempunyai makna-makna, Pradopo (dalam Hudayat, 2007: 59).       

Ciri pendekatan semiotik lebih mengarah pada (1) karya sastra merupakan gejala komunikasi yang berkaitan dengan pengarang, wujud sastra sebagai sistem tanda, dan pembaca, (2) karya sastra merupakan salah satu bentuk pengunaan sistem tanda (system of signs) yang memiliki struktur dalam tata tingkat tertentu, (3) karya sastra merupakan fakta yang harus direkonstruksikan pembaca sejalan dengan dunia pengalaman dan pengetahuan yang dimilikinya.

3.2 Jenis Penelitian

Umumnya karya sastra berupa tulisan atau bentuk bahasa. Untuk itu, jenis penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah jenis penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif bermaksud untuk memahami suatu fenomena atau keadaan yang dialami peneliti dan dideskripsikan dalam bentuk bahasa tulis dan bukan dalam bentuk angka. Hal itu dapat dipertegas oleh Moleong (2006:6) mengemukakan, Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk  memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek peneliti misalnya, perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain, secara holistik dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada satu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah.

Hal serupa juga di ungkapkan oleh Jane Richie (dalam Moeleong, 2006:6) penelitian kualitatif adalah upaya untuk menyajikan dunia sosial, dan perspektifnya di dalam dunia, dari segi konsep, perilaku, persepsi, dan persoalan tentang manusia yang diteliti.     

Selanjutnya, karakteristik penelitian kualitatif menurut Bodgan dan Biklen (dalam Sugiyono, 2008:21) adalah (1) dilakukan pada kondisi yang alamiah, langsung ke sumber data dan peneliti adalah isntrumen kunci, (2) bersifat deskriptif, (3) lebih menekankan pada proses, (4) analisis data secara induktif, dan (5) lebih menekankan makna.

3.3   Teknik Pengumpulan Data

Dalam pengumpulan data, peneliti menggunakan teknik penelitian kepustakaan. Penelitian kepustakaan adalah penelitian yang dilakukan hanya berdasarkan atas karya tertulis, termasuk hasil penelitian baik yang telah maupun yang belum dipublikasikan (Alibaba, 2010). Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan sumber data tertulis, dan data tertulis itu merupakan jenis data primer yaitu kumpulan cerpen Jangan Main-main karya Djenar Maesa Ayu.

Data tertulis dalam cerpen yaitu teks cerpen, peneliti membuat kode pada teks cerpen yang akan dijadikan data sebagai berikut, teks yang menggambarkan erotis diberi kode urutan datanya, misalnya (PUE,1). PUE adalah penanda unsur erotisme yang terdapat pada kumpulan cerpen Jangan Main-main, angka 1 (satu) adalah urutan data pertama yang akan digunakan untuk menganalisis data.

Selanjutnya, kode (JM, 2007:10). JM Menunjukan inisial buku kumpulan cerpen Jangan Main-main, angka 2007 menunjukan tahun terbit, dan angka 10 menunjukan halaman buku. Pada halaman inilah terdapat teks-teks yang memuat unsur erotisme yang akan diteliti.

Teknik pengumpulan data yang digunakan peneliti untuk memperoleh data dan informasi mengenai unsur erotis pada kumpulan cerpen Jangan Main-main karya Djenar Maesa Ayu adalah

a.    Memiliki kumpulan cerpen Jangan Main-main karya Djenar Maesa Ayu.

b.    Membaca kumpulan cerpen Jangan Main-main.

c.    Memahami cerita kumpulan cerpen Jangan Main-main.

d.    Menandai teks  kumpulan cerpen Jangan Main-main yang berhubungan dengan unsur erotisme.

e.    Mengklasifikasikan teks kumpulan cerpen Jangan Main-main yang berhubungan dengan unsur erotisme.

f.      Mencatat hasil analisis yang digunakan sebagai data.

Dalam pengambilan data penanda unsur erotisme pada kumpulan cerpen Jangan Main-main peneliti tidak mengambil keseluruhan cerpen, namun beberapa cerpen mana yang lebih dominan mengandung unsur erotisme. Misalnya, dari sepuluh cerpen yang terdapat pada kumpulan cerpen peneliti mengambil delapan cerpen yang dianggap lebih dominan unsur erotismenya.

3.4   Teknik Analisis Data        

Analisis data pada penelitian ini telah dimulai sejak kegiatan penelitian berlangsung, yaitu sejak pengumpulan data. Dalam menganalisis, peneliti menggunakan analisis deskriptif kualitatif yang diambil dari pendapat Miles & Huberman (dalam Sugiyono, 2008:337). Analisis ini digunakan dengan tujuan untuk menjelaskan data perolehan yang dijabarkan dalam bentuk kalimat dan sesuai dengan data yang diperoleh dalam penelitian. Berikut disajikan bagan analisis model alir analisis kualitatif.

Masa Pengumpulan Data

                                                   (Reduksi Data)

Antisipasi                              Selama                  Pasca

                        (Penyajian Data)                                                       

Selama                  Pasca

(Penarikan Kesimpulan/Verifikasi)

                                                Selama                  Pasca

ANALISIS

                                                                                                                                        

Gambar 1. Analisis Data Kualitatif Model Alir.

Data yang diperoleh dalam penelitian dikumpulkan selanjutnya dianalisis menggunakan beberapa cara seperti mereduksi data, menyajikan data, dan kemudian memberikan kesimpulan terhadap data tersebut (verifikasi data).

a.    Reduksi data

Reduksi data diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan, penyederhanaan data dengan cara memilih atau memisahkan data-data yang diperoleh dan disesuaikan dengan permasalahan yang dibahas.

b.    Penyajian Data

             Penyajian data yaitu penyususnan data-data yang telah dipisahkan sesuai dengan kelompoknya kemudian dikemas dalam bentuk kalimat-kalimat atau paragraf-paragraf, sehingga memungkinkan untuk penarikan kesimpulan.

c.    Verifikasi Data (Kesimpulan)

      Kesimpulan akhir dibuat dari data-data yang telah disajikan, baik berupa kalimat-kalimat atau paragraf-paragraf.

            Bertitik tolak dari penjabaran tersebut, maka peneliti melakukan langkah-langkah untuk menganalisis data sebagai berikut.

1.    Menandai dan menentukan teks yang menunjukan tanda unsur erotis, makna tanda erotis dan pesan yang terkandung dalam teks-teks erotis pada cerpen selaras dengan pendekatan yang digunakan.

2.    Mengklasifikasikan teks yang menunjukan tanda unsur erotis, makna tanda erotis dan pesan yang terkandung dalam teks-teks erotis.

3.    Menyimpulkan hasil klasifikasi teks cerpen yang selaras dengan kajian semiotik.

4.    Apabila hasil penelitian sudah akurat serta data yang dibutuhkan telah lengkap maka penelitian ini dianggap berakhir.

3.5   Sumber Data

Sumber data yang digunakan penulis yaitu teks kumpulan cerpen Jangan Main-main karya Djenar Maesa Ayu, penerbit Gramedia Pustaka Utama, cetakan keenam tahun 2007, yang berisi 120 halaman.

3.6 Instrumen

Dalam penelitian ini, yang menjadi instrumen atau alat yang merujuk pada sarana pengumpulan data adalah teks kumpulan cepen Jangan Main-main karya Djenar Maesa Ayu dan peneliti sendiri yang bertugas sebagai instrumen kunci.

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1         Penanda Unsur Erotisme

Penelititian ini menggunakan teori Ferdinand De Saussure yaitu penanda (signifier) dan pertanda (signified). Penanda dilihat sebagai bentuk/wujud fisik dapat dikenal melalui wujud karya arsitektur, sedang pertanda dilihat sebagai makna yang terungkap melalui konsep, fungsi atau nilai-nlai yang terkandung didalam karya arsitektur. Menurut (Pradopo, dkk., 2001:68) kajian semiotik ada dua aspek, yaitu  penanda (signifier) atau yang menandai, yang merupakan bentuk tanda, dan pertanda (signified) atau yang ditanda yang merupakan arti tanda. Misalnya:

            “Demi mendapatkan keturunan mereka melakukan permainan ranjang tiap malam.”

Penanda           : permainan ranjang

Pertanda          : “Permainan ranjang” berarti hubungan seksual antara suami istri atau bersenggama.

Sedangkan unsur erotisme merupakan sebuah bangkitnya hasrat seksual seseorang yang bedasarkan libido pada suatu objek baik berbentuk tulisan, gambar, audio, ataupun audio-visual namun tidak mempunyai makna dasar cabul. Suatu objek bisa dikatakan erotis atau tidak bergantung dari setiap individu masing-masing dalam mempresentasikannya.

Berikut adalah data atau hasil penelitian tanda-tanda atau penanda unsur erotisme pada kumpulan cerpen “Jangan Main-main” Karya Djenar Maesa Ayu.

(PUE1)    Jangan Main-main (dengan Kelaminmu) (JM, 2007: 1)

Penanda           : main-main dan kelaminmu

Pertanda          : Kata main-main memiliki arti bersenang-senang sesuka hati, namun kata main-main jika berdiri sendiri tidak termasuk dalam unsur erotisme, sedangkan kata kelaminmu bisa dikategorikan sebagai unsur erotisme karena berhubungan dengan seksualitas. Setelah kata-kata tersebut tergabung dalam satu kalimat maka secara tersirat kata-kata tersebut akan menimbulkan pikiran atau imajinasi tentang aktivitas seksual sehingga akan menumbuhkan libido atau hasrat seksual pembaca.

Penjelasan       : Pada  judul  kumpulan  cerpen JM menggambarkan sebuah pesan kepada pembaca agar selalu berhati-hati dengan segala sesuatu yang berhubungan dengan hubungan percintaan, khusunya yang berhubungan dengan seksualitas. Hubungan cinta dan kasih sayang merupakan suatu keseriusan tidak bisa dipermainkan karena hal itu terjadi akan menyebabkan masalah serius.

            Penanda unsur erotisme yang akan dideskripsikan selanjutnya berdasarkan cerpen yang termuat dalam kumpulan cerpen “Jangan Main-main” karya Djenar Maesa Ayu.

4.1.1          Jangan Main-main (dengan Kelaminmu)

(PUE2)    Tapi jika dikatakan hubungan kami ini hanya main-main, apalagi hanya sebatas hasrat seksual, dengan tegas saya akan menolak.(JM, 2007: 1)

Penanda           : main-main, hasrat seksual

Pertanda          : Kata  main-main  pada data (PUE2) adalah sebuah hubungan percintaan yang tidak serius, dan hasrat seksual diartikan sebagai keinginan berhubungan badan atau bersanggama untuk mendapatkan kepuasan seksualitas.

Penjelasan       : Kata main-main mengandung unsur erotisme karena didukung oleh kalimat sebelumnya yaitu jika dikatakan hubungan kami. Maka seorang pembaca akan berimajinasi sebuah hubungan seksual yang mampu menumbuhkan libido seseorang. Sedangkan kata hastrat seksual merupakan sebuah perwakilan perasaan untuk memenuhi sebuah kebutuhan, namun kata tersebut tidak mengandung kesan pornografi.

(PUE3) Bagi pria semapan saya, hanya dibutuhkan beberapa jam untuk main-main, mulai main mata hingga main kelamin. (JM, 2007: 1)

Penanda           : main-main, main mata dan main kelamin

Pertanda          : Kata main-main dalam kutipan berarti suatu hubungan seksual yang dilakukan suami. Kata main mata diartikan sebagai awal interaksi atau mengawali suatu hubungan dengan sapaan atau sebuah rayuan kepada seorang perempuan. Sedangkan kata main kelamin diartikan melakukan hubungan seksual.

Penjelasan       : Kata main-main mengandung unsur erotisme karena di dukung kalimat sebelumnya hanya dibutuhkan beberapa jam, maka kata main-main dapat digambarkan oleh pembaca melalui imajinasi adalah sebuah hubungan seksual sehingga mampu membangkitkan libido atau hasrat seksual. Kata main mata dikategorikan unsur erotisme karena konotasinya sebagai suatu kegiatan menarik perhatian lawan jenis secara genit. Sedangkan main kelamin sudah jelas termasuk unsur erotisme karena artinya adalah bubungan seksual. Selanjutnya, isi kutipan menggambarkan sang suami yang bermodalkan kekayaan tidak memerlukan waktu yang lama untuk melakukan hubungan seksual dengan berbagai selingkuhannya demi memenuhi kebutuhan hasrat seksualnya.

(PUE4)    Bayangkan! Berapa banyak main-main yang bisa saya lakukan dalam lima tahun? (JM, 2007: 1)

Penanda           : main-main

Pertanda          : Kata   main-main   merupakan   representasi   dari   hubungan percintaan yang berhubungan dengan seksualitas atau hubungan serius bagaikan suami istri namun tidak terikat pernikahan, dengan kata lain perselingkuhan.

Penjelasan       : Penanda  pada data (PUE4)  merupakan  satu  kesatuan kalimat yang mampu menumbuhkan unsur erotisme melalui daya imajinasi pembaca karena kata main-main di atas representasi dari hubungan sesksual yang telah dilakukan suami dengan selingkuhannya. Selanjutnya, bahwa isi dari kutipan menggambarkan berapa banyak sang suami melakukan hubungan seksual dengan pasangan selingkuhan selama lima tahun.

(PUE5)    Awalnya memang urusan kelamin. (JM, 2073: 3)

Penanda           : urusan kelamin

Pertanda          : Urusan kelamin direpresentasikan sebagai permasalahan yang berhubungan dengan seksualitas.

Penjelasan       : Penanda Urusan kelamin mengandung unsur erotisme karena berhubungan dengan seksualitas namun tidak dijabarkan dengan senonoh sehingga jauh dari kesan pornografi. Makna yang terkandung dalam data (PUE5) menggambarkan awal permasalahan yang dialami oleh pasangan suami istri adalah hubungan seksual yang tidak harmonis dan menjalar kepermasalahan lainnya yang lebih serius.

(PUE6) Kalau saya saja sudah jengah bertemu, apalagi kelamin saya? (JM, 2007: 4)

Penanda           :  kelamin

Pertanda          : kelamin direpresentasikan alat reproduksi pada manusia.

Penjelasan       : Pada  data (PUE6), penanda mengandung  unsur erotisme karena didukung oleh kalimat sebelumnya yang dapat menafsirkan unsur erotis. Kalimat sebelumnya berupa perbandingan antara penglihatan dengan hasrat seksual yang saling berhubung. Dari kutipan dapat dijelaskan bahwa seorang suami yang sudah merasa bosan melihat  istrinya karena bentuk fisiknya yang tidak seindah dulu. Sehingga untuk sekedar bertemu atau memandangnya saja tidak suka apalagi untuk melakukan hubungan seksual dengan istrinya.

(PUE7)    Bukannya saya sok pahlawan. Bukannya sok bermoral. Bukannya saya sok membela perempuan tapi saya memang tidak ada beban. Target saya hanya kawin urat, bukan kawin surat. (JM, 2007: 6)

Penanda           : kawin urat

Pertanda          : kawin urat diartikan sebagai melakukan hubungan seksual, hanya sebatas hubungan seksual tidak mengharapkan adanya pernikahan.

Penjelasan       : Penanda kawin urat pada dasarnya sudah mengandung unsur erotisme karena kata kawin berarti hubungan seksual sedangkan urat merupakan kata tambahan yang berarti alat reproduksi manusia. Kemudian adanya kalimat sebelum dan setelahnya dan daya imajinasi pembaca maka unsur erotisme pada kata kawin urat sangat jelas. Selanjutnya, data (PUE7), menggambarkan bagaimana perasaan seorang wanita selingkuhan tentang permasalahan yang dihadapi sebuah keluarga. Dia tidak ingin ikut campur dalam masalah keluarga orang, dia hanya mementingkan dirinya sendiri untuk mendapatkan uang dan kepuasan. Perasaan itu tergambarkan pada kalimat Target saya hanya kawin urat, bukan kawin surat bahwa, yang menjadi target atau kepentingannya adalah mendapatkan uang sebagai wanita pekerja seks komersial.

(PUE8) Saya heran. Bisa juga seonggok daging itu hamil. Padahal saya hanya menyentuhnya sekali dalam tiga sampai lima bulan. Itu pun karena kasihan. Juga dengan ritual, terlebih dulu minum ginseng supaya ereksi. Juga dengan catatan, lampu harus mati dan mata terpejam. Karena saya sudah terbiasa melihat dan menikmati keindahan. Tubuh tinggi semampai. Kaki belalang. Rambut panjang. Leher jenjang. Pinggang bak gitar. Dan buah dada besar. (JM, 2007: 8)

Penanda           : menyentuhnya, ereksi, menikmati keindahan, kaki belalang, rambut panjang, leher jenjang, pinggang bak gitar, buah dada besar.

Pertanda          : Menyentuhnya  direpresentasikan  sebagai  hubungan seksualitas suami istri, ereksi diartikan keadaan tegang karena terisi darah ketika timbul nafsu berahi, menikmati keindahan diartikan marasai yang indah-indah dalam hal hubungan seksualitas, kaki belalang diartikan bentuk kaki yang jenjang milik perempuan, rambut panjang merupan arti sebenarnya yaitu keindahan rambut yang panjang bagaiakn di iklan-iklan sampo, pinggang bak gitar diartikan bentuk piggang yang langsing dan indah, buah dada besar diartikan ukuran payudara yang melebihi ukuran normal.

Penjelasan       : Penanda-penanda pada  data (PUE8) dapat membangkitkan libido pembaca karena menggambarkan tentang seksualitas berdasarkan hubungan seksual dan keindahan tubuh seorang wanita, sehingga unsur  erotisme tampak sangat jelas. Penanda yang memberikan imajinasi pembaca tentang hubungan seksual adalah kata menyentuhnya, ereksi dan menikmati keindahan. Sedangkan kata kaki belalang, rambut panjang, rambut panjang, leher jenjang pinggang bak gitar, buah dada besar memberikan sebuah imajinasi pembaca tentang keindahan tubuh seorang wanita yang mejadi idaman setiap laki-laki. Kata-kata atau kalimat yang digunakan tidak termasuk pornografi karena tidak sesuai dengan pengertian ponografi itu sendiri. Sedangkan kata dan kalimat yang mengandung unsur erotisme merupakan gambaran pengarang bahwa seorang suami merasa sangat heran kepada istrinya yang hamil, padahal untuk berhubungan seksual mereka sangat jarang melakukannya dan suami tidak merasa bergairah dengan istrinya karena sudah terbiasa dengan wanita-wanita lebih muda dan cantik dari istrinya yang merupakan selingkuhan.

Dari analisis cerpen JMdK dapat dipahami bahwa cerpen dimaksud mengungkapkan salah satu fakta atau fenomena yang terjadi dikehidupan nyata, memenggambarkan tentang perselingkuhan suami karena sudah tidak terpuaskan oleh istrinya disebabkan faktor seksualitas. Dalam penulisannya, cerpen JMdK penulis menggunakan gaya penulisan bahasa yang berulang-ulang, sehingga pembaca harus benar-banar memahami kata-katanya supaya pembaca mendapatkan makna dari cerpen tersebut. Pengulangan-pengulangan itu berdasarkan tiap-tiap paragraf. Setiap paragraf memiliki pola penuturan yang sama sehingga dapat menyebabkan kebingungan. Namun jika lebih dicermati, setiap pola paragraf memiliki perspektif yang berbeda. Misalnya paragraf pertama merupakan perspektif sang suami, paragraf kedua merupakan perspektif dari teman suami, paragraf ketiga perspektif dari selingkuhan suami dan paragraf keempat perspektif dari sang istri.

Selanjutnya, karakter tokoh yang diperankan pengarang dalam cerpen  mencerminkan karakter paradoks dan anti hero. Dengan kata lain sebuah karakter dari sudut pandang pengarang diambil dari hal-hal yang dianggap orang lain bertentangan namun kenyataannya mengandung kebenaran dan karakter yang tidak membawa peran sebagai pijakan kebenaran. Di sinilah titik pembaca sebagai hakim untuk menemukan dan menentukan hal-hal baik untuk sebuah pelajaran dalam kehidupan nyata. Selain itu, akhir atau ending cerita tidak dituturkan secara jelas oleh pengarang, sehingga pembacalah yang menetukan akhir cerita yang dianggap baik dalam menyelesaiakan permasalahan yang terjadi pada klimaks cerpen.

Kemudian, penulisan pada cerpen menampilkan sebuah tuturan yang mampu membangkitkan libido pembaca. Pengarang mengomentari tentang penyimpangan perilaku dengan ungkapan dan pilihan kata yang terkesan erotis sehingga pembaca akan menafsirkan makna yang membangkitkan hasrat seksual, namun dengan kepiawaian penulis kalimat-kalimat yang dituturkan jauh dari kesan pornografi. Kalimat yang digunakan hanya sekedar mampu membangkitkan hasrat seksual melalui daya imajinasi pembaca.

Penggunaan gaya bahasa metafora sebagai salah satu alasan cerpen JMdK menumbuhkan hasrat seksual pembaca. Adegan-adegan yang berhubungan dengan seksualitas dilukiskan dengan kata-kata yang dapat mewakili arti yang sebenarnya. Misalnya kata main-main merupakan sebuah persamaan yang dapat mewakili arti sebenarnya sebagai gambaran hubungan seksual.

Kalimat-kalimat yang dikatakan sangat berani merupakan sebuah penggambaran dari isi cerita untuk memperjelas maksud dan tujuan cerpen tersebut. Selain itu, unsur erotisme pada cerpen tidak dapat dipisahkan karena merupakan bagian penting dari pokok cerita sebgai alur cerita. Melalui tuturan-tuturan erotis itu, pembaca akan lebih memahami pesan yang yang terkandung dalam cerpen, bahwa hubungan percintaan yang berdasarkan seksual semata akan menyebabkan permasalahan serius.

4.1.2          Mandi Sabun Mandi

(PUE9) “Mana aku tahu. Tak semua mobil mewah mau kamar VIP. Apalagi kalau ambil perempuan dari sini, biasanya mereka sewa kamar standar.”

                    “Memang betinanya tak seperti anak sini, ya? Kau sempat lihat? Bagaimana, aduhai?”

                    “Bukan aduhai lagi...seperti bidadari. Seperti bintang pilem!”

                    “Memang bintang pilem kali...”

                    “Benar juga kamu, mungkin bintang pilem. Kalau anak sini ada yang secantik itu, aku rela gaji sebulan amblas untuk nyicipi. (JM, 2007: 16)

Penanda           : ambil, aduhai, seperti bidadari, seperti bintang pilem, nyicipi

Pertanda          : Kata ambil  dalam  kutipan  berarti  menyewa  jasa  seorang wanita pekerja seks komersial. Aduhai, seperti bidadari, dan seperti bintang pilem merupakan penggambaran perasaan kagum terhadap seorang wanita yang berparas cantik dan mempunyai bentuk badan yang indah. Sedangkan Nyicipi dalam kutipan di atas dipresentasikan nyenyetubuhi atau melakukan hubungan seksual.

Penjelasan       : Penanda yang terdapat pada data (PUE6) mengandung unsur erotisme karena makna kalimat yang digunakan dapat membangkitkan libido malalui daya imajinasi seseorang yang membacanya. Kata ambil merupakan sebuah metafora dari keadaan sebenarnya yaitu memakai atau menggunakan jasa dari wanita pekerja seksual. Kemudian, penanda  aduhai, seperti bidadari, seperti bintang pilem adalah unsur erotime yang mempresentasikan suatu inajinasi tentang seorang wanita cantik dengan bentuk tubuh yang undah bagaikan bidadari. Pada tataran ini, imajinasi yang ditimbulkan akan membangkitkan libido pembaca karena rasa kagum dan keinginan memiliki. Selanjutnya, maksud dari kutipan di atas adalah menggambarkan seseorang dan temannya yang merasa kagum terhadap wanita cantik dengan bentuk tubuh indah bagaikan bidadari atau bintang film serta keinginan untuk memilki bahkan melakukan hubungan seksual dengan wanita itu walaupun gaji menjadi taruhannya.

(PUE10)      Cermin di ruangan itu basah berembun, sama seperti pantulan sepasang manusia yang erat basah di atas tempat tidur nan porak poranda. Menampakkan sang perempuan yang berpeluh melenguh,

                        “fuck me...!” (JM, 2007: 17)

Penanda           : erat basah di atas tempat tidur, “fuck me”               

Pertanda          : Penanda erat basah di atas tempat tidur diartikan suatu keadaan hubungan seksual di atas tempat tidur yang sangat bergairah sehingga berkucuran keringat. Sedangkan fuck me merupakan ungkapan yang muncul pada saat hubungan seksual berlangsung sebagai tanda birahi yang tinggi.

Penjelasan       : Unsur erotisme yang terdapat pada data (PUE10) cukup jelas seperti apa yang digambarkan dan semakin jelas melalui daya imajinasi yang kita miliki. Kata-kata yang digunakan pengarang pun sangat berani, namum penggambaran itu belum cukup dikatakan pornografi karena tuturan yang disampaikan tidak menggambarkan secara jelas atau secara detail peristiwa-peristiwa dalam hubungan seksual tersebut. Tuturannya sebatas menggambarkan sebuah hubungan seksual yang terjadi dari penglihatan tokoh “cermin”. Sedangkan penggunaan kata fuck me merupakan sebuah umpatan dalam hubungan seksual, hal ini juga merupakan sebuah tingkat hasrat seksual yang tinggi dan memberikan kesan unsur erotisme lebih kental.

Seperti cerpen sebelumnya, cerpen MSM mengungkap tentang fenomena yang terjadi berdasarkan fakta. Perselingkuhan menjadi pokok permasalahan dalam hubungan suami istri. Kondisi seksualitas yang dialami sang suami juga menjadi dasar atau alasan perselingkuhan terjadi. Diceritakan tentang sang suami yang berusaha menyembunyikan hubungan perselingkuhan dengan tidak menggunakan sabun mandi saat mandi, dan akhirnya ketahuan oleh istrinya karena kekasih gelapnya memasukkan sabun madi dikantong celana sang suami.

Dalam pengungkapan perilaku menyimpang pada cerpen MSM, diksi yang digunakan sebagai penanda erotisme dapat dikatakan cukup vulgar. Penanda unsur erotisme yang dituturkan mampu membawa imajinasi pembaca seolah-olah melihat langsung kejadian hubungan seksual yang sedang terjadi. Sehingga dengan libido yang dimiliki, pembaca seakan-akan terlibat langsung dalam alur cerita.

Kesan vulgar tersebut tercipta karena dukungan bahasa personifikasi yang digunakan pengarang. Benda mati seperti meja dan cermin menjadi tokoh kunci atau saksi mati perilaku menyimpang yang dilakukan bukan pasangan suami istri dalam sebuah kamar hotel. Meja dan cermin yang dihidupkan pengarang mampu meliahat, merasakan, mengomentari, bahkan memprediksi.

Dari analisis cerpen MSM dapat dipahami bahwa sepandai-pandainya kita menyembunyikan sesuat pasti akan ketahuan juga, dan apapun yang kita lakukan didunia ini Tuhan selalu mengetahuinya. Meja dan cermin diibaratkan sebagai mata-mata yang salau mengawasi tindakan dan perbuatan kita.

4.1.3          Menyusu Ayah

(PUE11)      Nama saya Nayla. Saya perempuan, tapi saya tidak lebih lemah dari laki-laki. Karena, saya tidak mengisap puting payudara Ibu. Saya mengisap penis Ayah. Dan saya tidak menyedot air susu Ibu. Saya menyedot air mani Ayah. (JM, 2007: 37)

Penanda           : menghisap penis ayah, menyedot air mani ayah

Pertanda          : Menghisap penis ayah merupakan arti yang sebenarnya yaitu mengisap alat kelamin laki-laki dan menyedot air mani ayah juga merupakan makna yang sebenarnya yaitu meminum cairan sperma yang keluar dari alat kelamin laki-laki.

Penjelasan       : Kedua penanda pada data (PUE11) sangat mencerminkan unsur erotisme. Diksi yang digunakan pengarang cukup vulgar mengarah pada perbuatan yang tak lazim atau tidak senonoh dalam hubungan seksualitas. Tentu daya imajinasi akan mengarah pada kejadian yang sebenarnya dan akan membangkitkan libido pembaca. Jika lebih dicermati, kesan pornografi tidak tampak justru rasa prihatin, miris, kasihan, akan lebih dekat dengan makna yang disampaikan pada cerpen ini. Kata-kata cukup vulgar seperti Menghisap penis ayah dan menyedot air mani ayah adalah salah satu penggamabaran karakter psikologi tokoh si Nayla yang mempunyai kepriadian dan pendirian yang kuat atas apa yang dialaminya. Berdasarkan kondisi Nayla sebagai anak yatim (tidak memiliki sosok ibu) dan kepribadian yang terbentuk dari ayahnya sejak masih bayi  membuat kepribadiannya berbeda dengan wanita lainnya. Sebagai kalimat pendukung untuk menguatkan alasan diatas ialah saya perempuan, tapi saya tidak lebih lemah dari laki-laki, menjelaskan pembelaan dari tokoh Nayla. Selanjutnya, penanda unsur erotisme tersebut merupakan isi pokok cerita atau alur cerita yang tidak dapat dipisahkan.

(PUE12)      Payudara tidak untuk menyusui tapi hanya untuk dinikmati lelaki, begitu kata Ayah. Saya tidak ingin dinikmati lelaki. Saya ingin menikmati lelaki, seperti ketika menyusu penis Ayah waktu bayi. (JM, 2007: 37)

Penanda           : dinikmati lelaki, menikmati lelaki

Pertanda          : Dinikmati lelaki memiliki arti bentuk pasif dari merasakan, memperoleh kenikmatan atau kepuasan secara seksualitas, sedangkan menikmati lelaki memiliki arti yang sama dengan penanda sebelumnya, namun kebalikan dari penanda pertama.

Penjelasan       : Data (PUE12) mengandung unsur erotisme yang merupakan sebuah bagian dari inti cerita dan tidak dapat dipisahkan. Penanda pertama pada data (PUE12) menggambarkan sifat seorang ayah yang sangat arogan, egois, dan hanya mementingkan hasrat seksual. Tergambarkan bahwa sosok seorang ayah yang brutal. Pada penanda kedua merupakan gambaran tokoh Nayla yang tidak ingin dirinya dijadikan objek pelampiasan hasrat seksual oleh ayahnya atau teman-teman ayahnya. Salain itu, pada penanda kedua juga dapat menjelasakan karakter Nayla yang memiliki pendirian kuat layaknya seorang laki-laki, bahwa dia tidak ingin dinikmati namum hanya ingin menikmati. Dari uaraian penanda kedua, dapat dijelaskan bahwa tokoh Nayla memiliki pijakan atau sandaran sebagai batasan imtegritas dalam bentuk mempertahankan serta perlawanan dalam kondisi yang dialaminya.

(PUE13)      Hingga suatu hari ia merebahkan tubuh saya. Saat itu, pancaran matanya tidak seperti teman-teman Ayah yang lain. pancaran matanya begitu mirip Ayah. Saya memalingkan pandangan ke berbagai arah. Tapi ia memaksa saya menatap matanya. Ia mencium kening saya, turun ke bibir, turun ke dagu, turun ke leher, turun ke payudara dan terus turun hingga kemaluan saya. Apakah ini? Saya berusaha mengingat-ingat peristiwa ketika saya masih di dalam rahim Ibu. Seingat saya tidak pernah ada juga lidah yang mengunjungi saya, juga tidak lidah Ibu. Ia merentangkan kaki saya lalu menindih saya dengan tubuhnya yang penuh lemak. Saya diam saja. Saya tidak  berani  menolak,  walaupun  saya merasakan sakit yang luar biasa di kemaluan saya. Saya menggigit bibir keras-keras menahan jerit. Kepala saya dipenuhi berbagai pertanyaan. Apakah ini yang dirasakan Ibu ketika melahirkan saya? Apakah rasa sakit ini yang membuat Ibu kehilangan napasnya satu demi satu? Apakah kebencian ini yang membuat  Ibu pergi meninggalkan saya untuk selamanya? (JM, 2007: 41-42)

Penanda           : merebahkan, mencium kening, turun ke bibir, turun ke dagu, turun ke leher, turun ke payudara dan terus turun hingga kemaluan saya, lidah mengunjungi saya, meremtangkan kaki, sakit yang luar biasa.

Pertanda          : Penanda pada data (PUE13) merupakan satu kesatuan utuh yang menggambarkan peristiwa hubungan seksual yang dilakukan laki-laki mirip ayah terhadap anaknya Nayla. Merebahkan diartikan sebagai keadaan mrmbaringkan badan, mencium kening berarti kecupan bibir ke kening, turun ke bibr berarti kecupan yang beralih ke bagian bibir, turun ke dagu berarti kecupan yang dilakukan pada bagian dagu, turun ke leher berarti kecupan yang dilakukan pada bagian leher, turun ke payudara dan terus turun hingga kemaluan saya berarti kecupan-kecupan yang dilakukan pada bagian dada dan selanjutnya berada pada bagian kemaluan, lidah mengunjungi saya berarti keadaan dalam hubungan seksual yang menggambarkan senonoh atau jorok, meremtangkan kaki berari melebarkan kaki,dan sakit yang luar biasa berarti rasa sakit yang dialami Nayla pada kemaluannya.

Penjelasan       : Penggambaran  unsur  erotisme  pada  data  (PUE13)  dapat dikatakan cukup jelas, pengarang menggambarkan suatu peristiwa hubungan seksual seorang ayah terhadap anaknya secara transparan mulai dari merebahkan hingga rasa sakit luar biasa pada kemaluan Nayla. Data (PUE13) seakan terkesan pornografi, pengarang menjelasakna runtutan peristiwa yang dialami Nayla. Kata-kata yang digunakan pengarang hanyalah sebatas menjelasakan peristiwa yang sedang berlangsung, tidak ada tanda yang menujukan kesan sengaja membangkitkan hasrat seksual pembaca. Runtutan peristiwa di atas adalah suatu penggambaran upaya pemerkosaan yang dilakukan ayah Nayla. Peristiwa seksual tentang keadaan integritas Nayla direnggut dan sudah tidak berdaya dibawah tekanan ayahnya. Selajutnya, dalam keadaan tak berdaya Nayla mencoba mempertahankan keutuhan pskisnya dengan bersandar pada suatu hal yang dianggap penopang eksistensinya yaitu “Apakah ini? Saya berusaha mengingat-ingat peristiwa ketika saya masih di dalam rahim Ibu. Seingat saya tidak pernah ada juga lidah yang mengunjungi saya, juga tidak lidah Ibu”.

Cerpen MA merupakan cerpen terbaik dalam Jurnal Perempuan 2002 edisi khusus anti kekerasan terhadap perempuan. Cerpen ini menceritakan tentang seorang anak bernama Nayla yang berbeda dari kebanyakan anak lainnya, karena ia mampu mengingat semua peristiwa yang dilalui semenjak masih berada dalam kandungan. Ibu Nayla yang sudah meninggal membuat kehidupan yang dialuainya sangat memprihatinkan. Semenjak kecil ia tidak menyusu air susu, melainkan menghisap penis ayah dan meminum air mani ayah. Ketika ayah sudah tidak menyusuinya, ia beralih pada teman-teman ayahnya, hingga suatu saat ia harus merelakan kemaluannya untuk dinikmanti.

Tidak menuntut kemungkinan cerpen ini merupakan gambaran dari fenomena-fenomena nyata tentang kekerasan atau pelecehan seksual terhadap perempuan. Perempuan yang selama ini diposisikan sebagai korban mampu mengambil alih permainan selaku pemeran. Sepeti tokoh Nayla memposisikan dirinya sebagai penikmat bukan untuk diknikmati.

Unsur erotisme yang cukup kental menjadi salah satu ciri khas, sehingga dapat dipastikan bahwa cerpen ini khusus orang dewasa dan tidak layak dibaca oleh anak-anak. Diksi yang dugunakan pengarang dapat dikatan cukup vulgar dalam menungkap peristiwa-paristiwa seksual. Dengan menggunakan penanda-penanda erotisme pengarang mampu mengembangkan cerita menjadi sangat menarik, bukan karena dapat menumbuhkan hsarat seksual pembaca melainkan menyingkap realita-realita yang dianggap tabu oleh masyarakat.

Berdasarkan hasil analisis, penggunaan gaya bahasa metafora jarang digunakan pengarang dalam pengungkapan peristiwa dalam cerpen ini. Melainkan penggunaan diksi yang secara gamblang hanya menggambarkan peristiwa seksual. Diksi yang dugunakan tidak bertujuan atau tidak sengaja membangkitkan hasrat seksual pembaca melainkan sebuah upaya untuk lebih mendalami isi cerita.

Selanjutnya, dari cerpen tersebut dipahami bahwa sangat pentingnya sosok seorang ibu dalam membesarkan anak , membentuk prilaku anak dan menjaga keutuhan dalam keluarga. Juga mengajarkan tentang bagaimana mempertahankan eksistensi seorang perempuan, yang selama ini dianggap lemah, dan pentingnya menjaga ucapan.

4.1.4          Saya Adalah Seorang Alkoholik!

(PUE14)      Segerombolan anak-anak muda yang berteduh di bawah halte bus bersuit-suit sambil tertawa cekikian melihat puting payudara saya tercetak jelas di balik kaos putih yang sudah sangat basah hingga tembus pandang. (JM, 2007:54)

Penanda           : puting payudara

Pertanda          : Penanda puting payudara adalah arti sebenarnya, bagian dada tubuh perempuan.

Penjelasan       : Penanda puting payudara jika berdiri sendiri tidak akan mengandung unsur erotime yang dapat memberikan gambaran tentang bangkitnya libido pembaca, karena merupakan sebatas penjelasan bagian tubuh manusia. Kesan erotisme muncul saat ada kalimat penjelas bahwa tercetak jelas di balik kaos putih yang sudah sangat basah hingga tembus pandang, hal ini yang memberikan sebuah imajinasi tentang keinginan melihat jelas bagian tubuh itu, sehingga muncul libido pembaca. Gambaran peristiwa saat seluruh tubuh tokoh “saya” basah karena hujan adalah bagian dari cerita yang menceritakan perjalanan tokoh sampai pada klimaks cerita.

sedikit  berbeda dengan cerpen-cerpen lainn dalam kumpulannya, cerpen SASA menceritakan seorang wanita pekerja seks komersial yang sering melakukan prakterk aborsi.

Alkoholik dalam arti sebenarnya pasti akan berpikiran tentang seorang pemabuk karena dalam pikiran orang erat hubungannya dengan minuman keras. Alkoholik dalam cerpen ini, adalah sebuah penanda yang tertuju pada tokoh “saya”. Alkohol berhubungan dengan alat medis sebgai cairan untuk mensterilkan barang-barang medis atau luka pada pasien. Hal ini yang dijadikan pengarang sebagai representasi tokoh “saya” yang sering melakukan praktek aborsi selama sepuluh tahun menjalani hidup sebagai pekerja seks komersial.

Dalam cerpen ini, jarang ditemukan tek-teks yang menggambarkan unsur erotisme. Isi cerpen yang menggambarkan suatu pertentangan, perbandingan argumen dalam pikiran tokoh “saya”. Disisi lain sang tokoh tidak ingin melakukan perbuatan itu karena bertentangan dengan norma-norma namun disisi lain perbuatan itu merupakan sebuah solusi yang harus dilakukan. Pembaca tidak diberikan penjelasan pasti mana yang lebih baik, justru pembacalah yang harus memilih dan memilah hal-hal yang baik sebagai menjadi contoh.

4.1.5          Staccato

(PUE15)         Pagi. Terbangun telanjang di samping laki-laki. Bukan suami. Duarrrr ... ! Mana suami?! Tapi laki-laki ini indah sekali. Birahi. Lupa diri. Que sera sera whatever will be will be... !  Wah Jangan! Kurang beradab! OK. Pagi. Terbangun telanjang di samping laki-laki. Laki-laki yang dicintai. Bukan suami. (JM, 2007: 64)

Penanda           : telanjang, birahi, lupa diri

Pertanda          : Penanda telanjang pada data (PUE14) berarti tubuh tanpa busana, birahi berarti perasaan cinta, rasa suka dan lupa diri berarti keadaan seeorang yang sudah tidak sadar akan kelakuan yang dilakukannya.

Penjelasan       : Data (PUE14)  secara  keseluruhan  menggambarkan  unsur erotisme karena membuat pembaca berimajinasi suatu hubungan seksual yang dilakukan seorang istri dengan laki-laki lain bukan suaminya. Telanjang memberikan gambaran sutu keadaan seseorang tanpa busana, sehingga menumbuhkan imajinasi keerotisan pembaca. Sedangkan birahai dan lupa diri seabagi penanda adanya perristiwa hubungan seksual. Seorang istri yang tidak sadar telah melakukan hubungan seksual dengan laki-laki bukan suaminya atas dasar rasa cinta, suka nyaman dan keinginan yang terpendam, sehingga tidak memperdulikan lagi apa yang telah dilakukannya atau apa yang terjadi mendatang. Hal ini dapat disebabkan oleh hasrat seksual yang dimilki oleh sang istri karena jarang mendapatkan kebutuhan biologis dari suaminya. Makna tersebut dipertegas lagi dengan kalimat Que sera sera what ever will be will be... ! artinya yang terjadi maka terjadilah, keadaan sikap pasrah sang istri.

(PUE16)      Pagi hari. Rokok. Kopi. Roti. Lari pagi. Gosok gigi. Mandi. Wangi. Birahi. Rebah di sebelah suami. Kecup kedua mata dan pipi. Berbisik manja minta disetubuhi. Matanya terbuka lantas terpejam lagi. Ia berbalik badan membelakangi. Kesal tapi langsung dinetralisir kembali. Lagi, ciuman dihujani. Perlahan tapi pasti. Pakaian mulai dilucuti. Hingga polos dari ujung kepala sampai ujung kaki. Suami tetap tidur tidak ereksi. Tiba- tiba ingat wejangan teman kalau laki-laki suka penis-nya dijilati. Tarik napas panjang, beranikan diri. Kalau pesing? Tak masalah yang penting barangnya berdiri. Ahhhhhhhh... ! teriak suami. Dia benar-benar bangun kali ini. Tapi bukan barangnya! Ia bangun dan langsung berdiri. Pergi kencing masuk kamar mandi. (JM, 2007:72)

Penanda           : disetubuhi, ciuman dihujani, dilucuti, ereksi, penisnya dijilati

Pertanda          : Disetubuhi berarti keinginan istri untuk melakukan hubungan seksual dengan suami, ciuman dihujani berarti sang istri tak henti-henti mengecup suaminya, dilucuti artinya melepa semua pakaian yang dikenakan suami, ereksi artinya  keadaan tegang karena terisi darah ketika timbul nafsu berahi, penisnya dijilati berarti melakukan aktivitas seksual yang kurang lazim kepada suaminya.

Penjelasan       : Berdasarkan daya imajinasi pembaca, unsur erotisme pada data (PUE16) dapat dikatan sangat jelas. Penanda disetubuhi menggabarkan keinganan sang instri memperoleh kebutuhan seksual dari suaminya, sedangkan ciuman dihujani, dilucuti, dan penisnya dijilati merupakan sebuah usaha yang dilakukan istri demi agar alat kelamin suami ereksi sebagai tanda membangkitkan hasrat seksual suami. Unsur erotisme diungkap seakan-akan secara jelas tidak senonoh, namun maksud dari penanda itu bukan ditujukan kepada pembaca sebagai pembangkit hasrat seksual. Penanda hanya sebuah penggambaran dari isi cerita sebagai bagian penting dari alur cerita yang menceritakan seorang istri melakukan usaha secara maksimal dengan rela melakukan berbagai cara walaupun bukan hal yang biasa ia lakukan demi mendapatkan perhatian suami.

Secara struktur, cerpen Staccato mirip dengan cerpen JMdK menggunkan pola penulangan atau repetisi, namun dalam cerpen ini reptisi yang digunakan pengarang lebih ketat lagi. Cerpen ini tidak menceritakan per kalimat melainkan hanya sepenggal-sepenggal kata atau frasa kemudian diulang dan menambahkan kalimat di ujungnya. Seperti memngingat-ingat kembali kejadian demi kejadian dengan mengulanginya dan mengingat kejadian berikutnya sedikit demi sedikit. Sadar atau tidak, penulisan kata atau frasa mempunyai rima seperti Pagi. Rokok. Kopi. Roti. Lari pagi. Gosok gigi. Mandi. Wangi. Birahi.  Wah...  mana pasangannya? Pagi. Birahi. Kelamin saling silaturahmi.

Isi cerpen ini juga menceritakan tentang fenomena-fenomena yang terjadi berdasarkan fakta. Sebuah kehidupan perkotaan yang glamor dan penuh kesibukan. Istri-istri yang jarang mendapat perhatian lebih dari sang suami bahkan untuk hubungan seksual. Seorang istri yang merasa kesepian sehingga melampiaskan kepada laki-laki lain.

Kondisi seksual menjadi awal permasalahan dalam cerpen ini, seperti cerpen-cerpen sebelumnya. Walaupun ungkapan disampaikan sedikit senonoh atau berani, unsur erotisme yang diungkapkan hanya sebuah penggambaran usaha sang istri mendapat perhatian suami. Tuturan-tuturan erotis itu mampu membangkitkan libido melalui daya imajinasi pembaca. Selain itu, tokoh pada cerpen ini juga mencerminkan karakter yang paradok dan anti hero. Sehingga pembaca sendiri yang mentukan hal-hal baik apa saja yang dapat di ambil.

4.1.6          Saya Di Mata Sebagian Orang

(PUE17)      Percakapan yang mengasyikkan penuh canda dan tawa. Sentuhan halus di rambut saya. Kecupan mesra di kedua mata, hidung, pipi, dan bibir yang berlanjut dengan ciuman panas membara lantas berakhir dengan rapat tubuh kami yang basah berkeringat di atas tempat tidur kamar hotel, di taman hotel, di dalam mobil, di toilet umum, di dalam elevator, di atas meja kantor, atau di dalam kamar karaoke. (JM, 2007: 77)

Penanda           : kecupan mesra, ciuman panas membara, rapat tubuh

Pertanda          : kecupan  mesra  diartikan  sebagai  ciuman  yang  penuh  kasih sayang dan rasa cinta, ciuman panas membara diartikan ciuman yang dilakukan berdasarkan hasrat seksual, dan rapat tubuh diartikan aktivitas atau kegiatan hubungan seksual.

Penjelasan       : Penanda kecupan mesra menandakan sebuah ciuman kasih sayang atau interaksi awal mulai dari mencium hidung, kemudian pipi, dan berlajut ciuman bibir yang dapat mebangkitkan hasrat seksual. Setelah ciuman bibir dilakukan bengkitlah hasrat seksual hingga berlanjut ke hubungan seksual. Penanda erotisme yang menggambarkan sebuah perjalanan hubungan pertemanan menjadi hubungan pergaulan bebas. Penanda pada data (PUE17) merupakan suatu gambaran bagaimana tokoh perempuan dalam cerpen berhubungan dengan teman laki-lakinya. Sebuah konsep hidup yang menjadikan hubungan seksual bukan lagi hal yang tabu, melainkan sebuah hal yang biasa. Kesan pornografi tidak tercermin pada data (PUE17), tuturan yang digunakan pengarang tidak menjelaskan secara detail bagaimana hubungan seksual itu dan tidak ada kesan sengaja untuk mebangkitkan hasarat seksual pembaca. Hasrat seksual pembaca akan muncul jika melalui daya imajinasi yang dimilikinya. Penanda ini juga merupakan bagian penting dari isi cerita sebagai penggambaran tokoh “saya” pada cerpen Saya Di Mata Sebagian Orang

Cerpen SdMSO merupakan salah satu cerpen yang sangat menarik. Kalimat-kalimat pada cerpen ini cenderung singkat namun jelas dan tuturan-tutran yang digunakan lugas. Repetisi berupa argumen-argumen yang dituturkan pengarang sebagai pembelaan bahwa dia tidak munafik, tidak pembual, tidak sok gagah, tidak sakit jiwa, dan tidak murahan.

Unsur erotisme pada cerpen ini pun tidak terlalu banyak, namun dalam penggabaran suatu peristiwa seksualitas dapat diaktakan sangat berani. Adapun penghalusan makna digunakan untuk mengungkapkan peristiwa seksual yang berkesan senonoh, misalnya untuk mengungkapkan inti hubungan seksual pengarang menuturkan lantas berakhir rapat tubuh kami yang basah dan berkeringat. Penggunaan diksi yang cukup sopan untuk menggambarkan hbungan seksualitas dan terhindar dari kesan pornografi.

Karakter tokoh pada cerpen ini bersifat paradoks. Seorang tokoh perempuan yang didakwa sikap perilakunya tidak benar oleh masayrakat namun menurut dirinya semua yang dilakukan adalah hal yang tidak salah dan sah-sah saja. Sutu hubungan pertemanan yang tidak meiliki batasan-batasan, dalam arti pergaulan bebas yang dijalani tokoh. Hubungan seksual yang diakukan dengan berbagai teman lai-lakinya merupakan suatu kerelaan bukan paksaan, suatu hal dianggap yang biasa, sebuh proses pengenalan, subuah seleksi alam apakah hubungan pertemanan  bisa berlanjut atau tidak.

Selain bersifat paradoks, tokoh dalam cerpen ini menggambarkan tokoh anti hero. Tokoh dalam derpen tidak mencerminkan hal yang seutuhnya benar, isi cerita yang mengalir begitu saja tanpa memberi batasan-batasan tentang hal baik atau buruk. Pembaca bertindak sebagai hakim yang harus mampi mamilih, memilah dan menetukan pesan-pesan moral yang disampaikan pada cerpen ini.

4.1.7          Penthouse 2601

(PUE18)         Di sebelahnya, ada dapur kecil tempat mereka memasak nafsu. Tidak jarang mereka melakukannya di atas meja pantry, meja makan, atau sofa empuk ruang tamu. Ketika mereka meninggalkan noktah peluh di sofa itu, ketika mereka mengembik bagai sapi sekarat, ketika mereka saling memuaskan hasrat,.... (JM, 2007: 95)

Penanda           : memasak nafsu, mengembik, memuaskan hasrat

Penanda           : memasak nafsu berarti aktivitas hubungan seksual mengambik diartikan sebagai suara-suara desahan dalam hubungan seksusal, memuaskan hasrat berarti memuaskan hasrat seksual dengan hubungan seksual. 

Penjelasan       : Penanda pada data (PUE18) merupakan penggambaran aktivitas hubungan seksual di berbagai tempat dalam ruangan kamar hotel Penthouse 2601. Memasak nafsu merupakan penghalusan makna berupa gaya bahasa metafora dari gambaran hubungan seksual dalam cerita. Metafora juga tercermin pada penanda mengembik, suara-suara desahan dalam hubungan seksual diibaratkan seperti suara sapi yang sekarat. Hal ini dapat bermakna bahwa peristiwa yang gambarkan pengarang bagaikan perilaku binatang. Juga pada penanda memuaskan harat, pengarang menggunakan penghalusan makna dalam tuturannya. Penanda unsur erotisme menjadi bagian inti cerita sebagai karena merupakan gambaran sebuah kamar hotel Phenthause 2601 hanya dijadikan sebagai tempat pemuasan hasrat seksual, jauh dari harapan tokoh yang merindukan tamu sebuah keluarga yang harmonis atau pasangan berbulan madu.

(PUE19)      Tanpa ragu-ragu mereka mempersilakan dirinya dilucuti, lalu menarik laki-laki yang melucutinya masuk ke dalam kolam renang. Di dalam kolam renang, mereka  ganti  membuka  pakaian pasangannya hingga semua tak lagi mengenakan sehelai benang pun. Inilah skinny dip. Dan tidak hanya sekadar skinny dip yang mereka lakukan. Mereka juga bercumbu di setiap tempat, berganti dari satu lelaki ke lelaki lain, dari satu perempuan ke perempuan lain. (JM, 2007: 104)

Penanda           : dilucuti, skinny dip, bercumbu

Pertanda          : dilucuti artinya melepaskan baju dari badan, skinny dip adalah suatu kegiatan melepaskan pakaian dengan cara erotis, dengan tujuan sengaja membangkitkan nafsu seksual, bercumbu berarti aktivitas hubungan seksual.

Penjelasan       : Penanda pada data (PUE19) dapat menumbuhkan hasrat seksual pembaca karena merupakan sebuah penggambaran tentang aktivitas seksualitas. Penanda Dilucuti bermakna melepaskan busana sehingga terlihat telanjang. Skinny dip adalah suatu kegiatan erotis dengan tujuan sengaja membangkitkan hasrat seksual yang berasal dari Barat. Sedangkan bercumbu merupakan penghalusan makna dari aktivitas seksual. Penanda-penanda erotisme ini merupakan sebuah penggambaran aktivitas seksual, tamu hotel yang tidak memiliki moral, tidak punya rasa menghargai antar sesama dan perilakunya bagaikan binatang.

Dari hasil analisis cerpen P2 dapat dipahami bahwa cerpen dimaksud merupakan salah satu fakta yang terjadi dikehidupan nyata. Menceritakan sebuah kamar hotel mewah yang merasa kesepian dalam kemewahan semu, karena ia hanyalah tempat hiburan bagi orang-orang kaya dan yang menyewa kamar ini mirip para pejabat yang sering muncul di televisi. Jauh dari bayangan sebelumnya, yaitu ia ingin kamarnya dihuni oleh keluarga bahagia atau pasangan suami istri yang ingin berbulan madu. Tetapi pada kenyataannya, kamar yang sangat mewah itu dijadikan tempat aktivitas hura-hura dan seronoh.

Unsur erotisme dalam cerpen ini tadak terlalu banyak namun cukup membangkitkan libido pembaca melalui daya imajinasi pembaca. Penanda erotime juga sebagai bagian dari isi cerita yang merupakan gambaran perilaku orang-orang yang melakukan hubungan seksual bukan suami istri, perbuatan senonoh, dan tidak menghargai.

Pada cerpen ini, gaya bahasa personifikasi tidak hanya digunakan sebagai tokoh utama tetapi juga dijadikan sebagai sudut pandang pengarang sebuah kamar penthouse 2601. Gaya bahasa metafora sebagai penghalusan makna juga digunakan untuk menggambarkan hubungan seksual yang bersifat seronoh, misalnya memasak nafsu. Pengarang pun menggunakan kata-kata yang pedas, seperti kalimat kelakuan mereka benar-benar seperti binatang, bahkan lebih rendah dari binatang.

4.1.8          Payudara Nai Nai

(PUE20)      Nai bukan lagi perempuan berkaus kutang. Ketika Nai membaca, ia adalah perempuan berkutang yang digarap di atas meja direktur. Ia adalah perempuan berpayudara besar yang dapat menjepit penis laki-laki di antara payudaranya saat sedang mengalami menstruasi. Ia adalah perempuan yang bisa mengencani dua laki- laki dalam sehari. Bahkan ia adalah perempuan yang dapat berhubungan seksual dengan empat laki-laki sekaligus! Dengan menggunakan lubang vaginanya, lubang anusnya, lubang mulutnya, dan... sela payudaranya. (JM, 2007: 111)

Penanda           : digarap, menjepit penis laki-laki, mengencani, berhubungan seksual dengan empat laki-laki sekaligus, lubang vaginanya, lubang anusnya, lubang mulut, dan sela payudaranya

Pertanda          : Penanda erotisme yang merupakan penggambaran perasaan tokoh saat membaca buku stensilan.  Digarap berarti disteubuhi oleh laki-laki, menjepit penis laki-laki bermakna yang sebenarnya, mengencani bermakna berhubungan seksual dengan laki-laki, berhubungan seksual dengan empat laki-laki sekaligus, lubang vaginanya, lubang anusnya, lubang mulut, dan sela payudaranya meruppakan arti yang sesungguhnya.

Penjelasan       : Penanda pada data (PUE20) memiliki makna suatu aktivitas hubungan seksual, hasrat seksual yang besar, dan sangat bergairah berdasarkan perasaan tokoh Nai. Perasaan percaya diri Nai muncul saat mebaca buku stensilan, berupa hasrat seksual yang tinggi seperti yang digambarkan pada data (PUE20). Unsur erotime yang merupakan bagian dari inti cerita, diungkapkan secara terang-terangan sehingga memberikan dampak munculnya hasrat seksual pembaca. Penjelasan seksual yang diungkapkan masih dalam batas erotisme, karena dalam penuturannya pengarang hanya memberikan gambaran bagaimana perasaan Nai saat membaca buku stensilan. Saat membaca buku-buku stensilan, Nai merasa menyukainya dan menghayatinya seakan dia tidak lagi memiliki kekurangan pada tubuhnya, karena memiliki payudara yang kecil.

Secara garis besar, cerpen PNN menceritakan tentang sorang perempuan bernama Nai mempunyai payaudara kecil dijadikan sebagai bahan olok-olokan teman-teman sekolahnya. Hingga pada suatu saat ia membaca buku stensilan, dari buku bacaannya itu Nai menceritakan tentang peristiwa-peristiwa hubungan seksual pada teman-temannya sehingga payudara kecil tidak lagi menjadi bahan olok-olokan.

Unsur erotisme pada cerpen ini tidak terlalu banyak diungkapkan, namun penanda unsur erotisme yang tergambarkan dapat dikatakan cukub berani atau secara terang-terangan sehingga dapat berdampak memunculkan hasrat seksual pembaca.

Cerita yang dituturkan pengarang tampak mengalir begitu saja, tampak biasa saja, tampak seperti cerita picisan. Namun diakhir cerita, pengarang memberikan suatu makna yang dapat diambil dari cerita PNN bahwa setiap orang bisa bercerita, tapi tidak semua orang mampu bercerita dengan baik. Hal itu yang membuat cerpen PNN berbeda dengan cerpen-cerpen lain, karena hanya pada cerpen ini pengarang menyampaikan langsung makna cerpen.

4.2       Nilai

Berdasarkan data yang diperoleh penulis, maka nilai-nilai yang diperoleh dari data Penanda Pnsur Erotisme pada kumpulan cerpen JM, sebagai berikut.

a.         (PUE1)      Jangan Main-main (dengan Kelaminmu) (JM, 2003: 1)

Nilai estetika, pemilihan kata yang mampu menarik perhatian pembaca. Kata “Main-main” dan “Kelaminmu” memberikan kesan berani karena mengandung unsur vulgar, namun dari kesan vulgar itulah memberikan pesan yang mendalam tentang halyang sering dianggap tabu.

Nilai moral, setiap manusia harus dapat menjaga, mengendalikan, dan menempatkan nafsu atau hasrat seksual dengan baik sesuai dengan norma-norma yang ada. Janganlah dipergunakan untuk ha-hal buruk seperti mengumbar nafsu, diperjual belikan dan sebagainya. Kita harus menjaga sebaik maungkin kelamin kita sebagai perwujudan dari hasrat seksual yang kita miliki.

b.         (PUE2)      Tapi jika dikatakan hubungan kami ini hanya main-main, apalagi hanya sebatas hasrat seksual, dengan tegas saya akan menolak. (JM, 2007: 1)

Nilai moral adalah perilaku yang mepermainkan atau tidak serius dalam menjalani suatu hubungan, khususnya hubungan suami istri bukanlah cerminan perilaku yang baik karena akan berdampak buruk bagi diri sendiri atau pasangan bahkan dapat menghancurkan keluarga.

Nilai sosial adalah setiap manusia membutuhkan kasih sayang,  perhatian, rasa aman dan nyaman dari setiap pasangannya tidak hanya sebatas kebutuhan hasrat seksual semata.

c.         (PUE3)      Bagi pria semapan saya, hanya dibutuhkan beberapa jam untuk main-main, mulai main mata hingga main kelamin. (JM, 2007: 1)

Nilai moral adalah sebagai manusia yang bermartabat seharusnya tidak berperilaku semena-mena, angkuh, sombong, walaupun memiliki kekayaan dan seharusnya tidak menyalahgunakan kekayaan di jalan yang tidak benar.

d.         (PUE4)      Bayangkan! Berapa banyak main-main yang bisa saya lakukan dalam lima tahun? (JM, 2007: 1)

(Tidak ditemukan)

e.         (PUE5)      Awalnya memang urusan kelamin. (JM, 2073: 3)

(Tidak ditemukan)

f.           (PUE6)      Kalau saya saja sudah jengah bertemu, apalagi kelamin saya?    (JM, 2007: 4)

Nilai sosial adalah setiap orang paling tidak harus memiliki variasi berbeda dalam berbagai hal, misalnya gaya berbusana agar selalu terlihat menarik di hadapan orang, sehingga orang lain tidak merasa bosan. Khususnya dalam sebuah keluarga, suamu ataupun istri harus dapat menjaga penampilan agar terlihat selalu menarik, dalam arti pandai merawat diri agar pasangan tidak merasa bosan.

Nilai moral adalah tokoh suami yang mencerminkan sifat egois dan tidak menerima apa adanya terhadap istrinya. Hal ini yang tidak patut dicontoh, terlebih dalam sebuah keluarga. Seharusnya sebagai suami harus dapat berpikir untuk mencari jalan jalan keluar agar permasalahan dapat diselesaikan.

g.         (PUE7)      Bukannya saya sok pahlawan. Bukannya sok bermoral. Bukannya saya sok membela perempuan tapi saya memang tidak ada beban. Target saya hanya kawin urat, bukan kawin surat. (JM, 2007: 6)

(Tidak ditemukan)

h.         (PUE8)      Saya heran. Bisa juga seonggok daging itu hamil. Padahal saya hanya menyentuhnya sekali dalam tiga sampai lima bulan. Itu pun karena kasihan. Juga dengan ritual, terlebih dulu minum ginseng supaya ereksi. Juga dengan catatan, lampu harus mati dan mata terpejam. Karena saya sudah terbiasa melihat dan menikmati keindahan. Tubuh tinggi semampai. Kaki belalang. Rambut panjang. Leher jenjang. Pinggang bak gitar. Dan buah dada besar. (JM, 2007: 8)

Nilai moral adalah sebagai suami seharusnya bersyukur dan menerima apa adanya karena dikaruniai seorang anak, bukan sebaliknya merasa heran dan memandang rendang kehamilan istrinya.

i.          (PUE9)      “Mana aku tahu. Tak semua mobil mewah mau kamar VIP. Apalagi kalau ambil perempuan dari sini, biasanya mereka sewa kamar standar.”

“Memang betinanya tak seperti anak sini, ya? Kau sempat lihat? Bagaimana, aduhai?”

“Bukan aduhai lagi...seperti bidadari. Seperti bintang pilem!”

“Memang bintang pilem kali...”

“Benar juga kamu, mungkin bintang pilem. Kalau anak sini ada yang secantik itu, aku rela gaji sebulan amblas untuk nyicipi.                                    (JM, 2007: 16)

(Tidak ditemukan)

j.          (PUE10)    Cermin di ruangan itu basah berembun, sama seperti pantulan sepasang manusia yang erat basah di atas tempat tidur nan porak poranda. Menampakkan sang perempuan yang berpeluh melenguh,

“fuck me...!” (JM, 2007: 17)

(Tidak ditemukan)

k.         (PUE11)    Nama saya Nayla. Saya perempuan, tapi saya tidak lebih lemah dari laki-laki. Karena, saya tidak mengisap puting payudara Ibu. Saya mengisap penis Ayah. Dan saya tidak menyedot air susu Ibu. Saya menyedot air mani Ayah. (JM, 2007: 37)

Nilai moral adalah Seharusnya seorang ayah menjadi suritauladan bagi keluarganya. Tidak seperti terlihat pada data diatas bahwa seorang ayah yang tidak memiliki moral yang baik dalam membesarkan anaknya, tidak memberikan rasa kasih sayang dan perhatian, sehingga anaknya tumbuh dengan perilaku menyimpang.

l.           (PUE12)    Payudara tidak untuk menyusui tapi hanya untuk dinikmati lelaki, begitu kata Ayah. Saya tidak ingin dinikmati lelaki. Saya ingin menikmati lelaki, seperti ketika menyusu penis Ayah waktu bayi. (JM, 2007: 37)

Nilai moral sifat sang ayah yang arogan dan egois terlihat dari perkataannya, sifat-sifat seperti tidak mecerminkan sikap seorang ayah yang baik dalam keluarga. Karena semua sikap perilaku seorang ayah akan menjadi panutan anaknya.

m.       (PUE13)    Hingga suatu hari ia merebahkan tubuh saya. Saat itu, pancaran matanya tidak seperti teman-teman Ayah yang lain. pancaran matanya begitu mirip Ayah. Saya memalingkan pandangan ke berbagai arah. Tapi ia memaksa saya menatap matanya. Ia mencium kening saya, turun ke bibir, turun ke dagu, turun ke leher, turun ke payudara dan terus turun hingga kemaluan saya. Apakah ini? Saya berusaha mengingat-ingat peristiwa ketika saya masih di dalam rahim Ibu. Seingat saya tidak pernah ada juga lidah yang mengunjungi saya, juga tidak lidah Ibu. Ia merentangkan kaki saya lalu menindih saya dengan tubuhnya yang penuh lemak. Saya diam saja. Saya tidak  berani  menolak,  walaupun  saya merasakan sakit yang luar biasa di kemaluan saya. Saya menggigit bibir keras-keras menahan jerit. Kepala saya dipenuhi berbagai pertanyaan. Apakah ini yang dirasakan Ibu ketika melahirkan saya? Apakah rasa sakit ini yang membuat Ibu kehilangan napasnya satu demi satu? Apakah kebencian ini yang membuat  Ibu pergi meninggalkan saya untuk selamanya? (JM, 2007: 41-42)

Nilai moral sangat jelas tergambarkan dari sang ayah yang tidak memiliki adab yang baik terhadap anaknya. Seorang ayah seharusnya menjadi pelindung, bukan menjadi seorang ayah yang bejat sehingga tega menyetubuhi anaknya sendiri.

Nilai sosial adalah sosok seorang ibu sangatlah penting dalam upaya mendidik dan membesarkan anak selain sosok seorang ayah yang menjadi suritauladan dalam keluarga.

n.         (PUE14)    Segerombolan anak-anak muda yang berteduh di bawah halte bus bersuit-suit sambil tertawa cekikian melihat puting payudara saya tercetak jelas di balik kaos putih yang sudah sangat basah hingga tembus pandang. (JM, 2007:54)

Nilai moral adalah seorang perempuan seharusnya bisa menutup auratnya terlebih di depan publik. Dengan membiarkan auratnya terlihat merupakan cerminan moral yang dimilikinya.

o.         (PUE15)    Pagi. Terbangun telanjang di samping laki-laki. Bukan suami. Duarrrr ... ! Mana suami?! Tapi laki-laki ini indah sekali. Birahi. Lupa diri. Que sera sera whatever will be will be... !  Wah Jangan! Kurang beradab! OK. Pagi. Terbangun telanjang di samping laki-laki. Laki-laki yang dicintai. Bukan suami. (JM, 2007: 64)

Nilai sosial adalah seorang istri yang berselingkuh denga laki-laki lain merupakan perilaku yang tidak dapet dicontoh karena melanggar norma sosial yang berlaku di masyarakat.

p.         (PUE16)    Pagi hari. Rokok. Kopi. Roti. Lari pagi. Gosok gigi. Mandi. Wangi. Birahi. Rebah di sebelah suami. Kecup kedua mata dan pipi. Berbisik manja minta disetubuhi. Matanya terbuka lantas terpejam lagi. Ia berbalik badan membelakangi. Kesal tapi langsung dinetralisir kembali. Lagi, ciuman dihujani. Perlahan tapi pasti. Pakaian mulai dilucuti. Hingga polos dari ujung kepala sampai ujung kaki. Suami tetap tidur tidak ereksi. Tiba- tiba ingat wejangan teman kalau laki-laki suka penis-nya dijilati. Tarik napas panjang, beranikan diri. Kalau pesing? Tak masalah yang penting barangnya berdiri. Ahhhhhhhh... ! teriak suami. Dia benar-benar bangun kali ini. Tapi bukan barangnya! Ia bangun dan langsung berdiri. Pergi kencing masuk kamar mandi. (JM, 2007:72)

Nilai moral adalah sikap acuh yang ditunjukkan suami kepada istrinya merupakan tindakan yang tidak baik, karena dapat merenggangkan hubungan rumah tangga. Seharusnya seorang suami dapat memahami akan kebutuhan istri sehingga tidak ada yang merasa kecewa. Dan sikap pantang menyerah yang dicerminkan sang istri patut di contoh, karena dengan adanya sifat itu diperlukan untuk memecahkan suatu permasalah yang terjadi.

q.        (PUE17)    Percakapan yang mengasyikkan penuh canda dan tawa. Sentuhan halus di rambut saya. Kecupan mesra di kedua mata, hidung, pipi, dan bibir yang berlanjut dengan ciuman panas membara lantas berakhir dengan rapat tubuh kami yang basah berkeringat di atas tempat tidur kamar hotel, di taman hotel, di dalam mobil, di toilet umum, di dalam elevator, di atas meja kantor, atau di dalam kamar karaoke. (JM, 2007: 77)

(Tidak ditemukan)

r.          (PUE18)    Di sebelahnya, ada dapur kecil tempat mereka memasak nafsu. Tidak jarang mereka melakukannya di atas meja pantry, meja makan, atau sofa empuk ruang tamu. Ketika mereka meninggalkan noktah peluh di sofa itu, ketika mereka mengembik bagai sapi sekarat, ketika mereka saling memuaskan hasrat,... (JM, 2007: 95)

(Tidak ditemukan)

s.         (PUE19)    Tanpa ragu-ragu mereka mempersilakan dirinya dilucuti, lalu menarik laki-laki yang melucutinya masuk ke dalam kolam renang. Di dalam kolam renang, mereka  ganti  membuka  pakaian pasangannya hingga semua tak lagi mengenakan sehelai benang pun. Inilah skinny dip. Dan tidak hanya sekadar skinny dip yang mereka lakukan. Mereka juga bercumbu di setiap tempat, berganti dari satu lelaki ke lelaki lain, dari satu perempuan ke perempuan lain. (JM, 2007: 104)

(Tidak ditemukan)

t.           (PUE20)    Nai bukan lagi perempuan berkaus kutang. Ketika Nai membaca, ia adalah perempuan berkutang yang digarap di atas meja direktur. Ia adalah perempuan berpayudara besar yang dapat menjepit penis laki-laki di antara payudaranya saat sedang mengalami menstruasi. Ia adalah perempuan yang bisa mengencani dua laki- laki dalam sehari. Bahkan ia adalah perempuan yang dapat berhubungan seksual dengan empat laki-laki sekaligus! Dengan menggunakan lubang vaginanya, lubang anusnya, lubang mulutnya, dan... sela payudaranya. (JM, 2007: 111)

(Tidak ditemukan)

Berdasarkan cerpen isi cerpen dalam kumpulan cerpen JM, peneliti dapat memahami nilai-nilai yang terkandung, sebagaiberikut.

4.2.1          Nilai Estetika

Berdasarkan cerpen-cerpen yang terdapat dalam kumpulan JM, dapat dipahami nilai estetika yang terkandung sebagai berikut.

a.       Unik

Dalam kumpulan cerpen JM karya Djenar, menggambarkan suatu pokok permasalahan yang di ambil dari sudut pandang manusia terluka, marginal, dan terkhianati akibat kehidupan seksualitas. Karakter-karakter tokoh dalam cerpen dapat dikatakan karakter anti hero, karakter paradoks yang tercipta dari lingkungan yang brutal atau keras.  Hal itu yang membuat kumpulan cerpen JM menjadi berbeda dari cerira-cerita cerpen yang lain sehingga dapat dikatakan unik. Seperti data (PUE3),

Bagi pria semapan saya, hanya dibutuhkan beberapa jam untuk main-main, mulai main mata hingga main kelamin. (JM, 2007: 1)

karakter suami merupakan tokoh berkarakter antihero ialah perilaku yang di gambarkan pengarang sama sekali tidak membawa kebenaran. Dari karakter-karakter tokoh yang digambarkan pengarang memberikan suatu kesan berbeda, pembaca diberikan tantangan untuk melihat suatu permasalahan dari hal-hal yang dianggap buruk. Pembaca juga harus lebih kerja keras untuk memperoleh makna atau pesan yang disampaikan pengarang. Sudut pandang cerpen seperti itu jarang dijumpai pada cerpen-cerpen yang berkembang saat ini, sehingga kumpulan cerpen JM dapat dikatakan unik. Dikatakan unik karena permasalahan-permasalahan yang duangkapkan dalam cerpen dianggap sebagi hal tabu.

b.      Penggunaan repetisi

Pada kumpulan cerpen JM pengarang menggunakan teknik penulisan repetisi atau pengulangan kata-kata yang sudah dituliskan pada kalimat atau paragraf sebelumnya. Pengarang cukup mengganti persona tokoh-tokohnya tanpa menyebutkan siapa yang berbicara. Namun efek dari pengulangan kata yang beruntun ini sangat menarik. Masing-masing paragraf bisa mengungkapkan apa yang dirasakan, dipikirkan, dilakukan si tokoh dengan hanya melalui pengulangan kata-kata.

Bayangkan! Berapa banyak main-main yang bisa saya lakukan dalam lima tahun? (JM, 2007: 1)

Pada data (PUE4) merupakan ungkapan dari tokoh sang suami yang menyatakan bahwa sudah berapa kali ia melakukan perselingkuhan. Sedangkan dalam paragraf berikutnya menggunakan kalimat yang sama namun menggambarkan pernyataan tokoh yang berbeda. Hal yang menarik adalah penggunaan diksi yang minim  namun karena repetisi yang digunakan telah mewakili pikiran-pikiran atau perasaan tiap-tiap tokohnya.

Seperti halnya cerpen Staccato yang tampak pada data (PUE15) menggunakan teknik yang sama tapi jauh lebih ketat karena dalam paragraf yang sama urutan fakta sengaja dijungkir balikkan dan kadang disempurnakan di kalimat berikutnya.

            Pagi. Terbangun telanjang di samping laki-laki. Bukan suami. Duarrrr ... ! Mana suami?! Tapi laki-laki ini indah sekali. Birahi. Lupa diri. Que sera sera whatever will be will be... !  Wah Jangan! Kurang beradab! OK. Pagi. Terbangun telanjang di samping laki-laki. Laki-laki yang dicintai. Bukan suami.              (JM, 2007: 64)

Dengan adanya repitisi yang ketat, pembaca dibuat penasaran akan cerita selanjutnya sekaligus akan selalu ingat tentang cerita sebelumnya. Teknik seperti ini jarang ditemukan pada cerpen-cerpen lain, memungkinkan adanya teknik baru dalam bernarasi dan kemungkinan belum pernah ada sastrawan lainnya yang melakukannya.

c.       Gaya bahasa dan diksi

Gaya bahasa metafora digunakan sebagai penghalusan makna untuk ungkapan-ungkapan erotis.

Bagi pria semapan saya, hanya dibutuhkan beberapa jam untuk main-main, mulai main mata hingga main kelamin. (JM, 2007: 1)

Seperti halnya, data (PUE3) gaya bahasa metafora tergambarkan pada kata main, pengungkapan yang lebih halus dibandingkan makna sebenarnya yang menyebabkan pengungkapan senonoh. Dengan adanya gaya bahasa metafora, kalimat-kalimat yang tergambarkan tidak mengadung kesan pornografi.

Sedangkan personifikasi digunakan untuk menghidupkan benda-benda mati sebagai tokoh yang merupakan saksi kunci perilaku-perilaku menyimpang dalam cerpen.

            Di sebelahnya, ada dapur kecil tempat mereka memasak nafsu. Tidak jarang mereka melakukannya di atas meja pantry, meja makan, atau sofa empuk ruang tamu. Ketika mereka meninggalkan noktah peluh di sofa itu, ketika mereka mengembik bagai sapi sekarat, ketika mereka saling memuaskan hasrat,... (JM, 2007: 95)

Data (PUE18) menggambarkan gaya bahasa personofikasi, sebuah kamar hotel sebagai tokoh utama yang bisa mengamati, mendengar, merasakan bahkan mengomentari fenomena-fenomena yang dialaminya. Dengan adanya gaya bahasa ini, pembaca seakan-akan terlibat langsung mengamati apa yang sedang terjadi dalam cerita.

Seluruh data dalam penelititan ini memiliki pilihan diksi yang dikatakan berani. Banyak terdapat diksi yang mampu membangkitkan libido pembaca. Libido merupakan suatu bangkitnya hasrat seksual seseorang secara alami, melalui proses imajinasi pembaca dalam mendeskripsikan tulisan yang dibaca. Penggunaan diksi dalam kumpulan cerpen JM dikatakan mengandung unsur erotisme namun masih jauh dari kesan pornografi. misalnya pada data (PUE14),

Segerombolan anak-anak muda yang berteduh di bawah halte bus bersuit-suit sambil tertawa cekikian melihat puting payudara saya tercetak jelas di balik kaos putih yang sudah sangat basah hingga tembus pandang. (JMdK, 2007:54)

gambaran peristiwa yang terjadi merupakan unsur erotis karena menceritakan ada yang tercetak jelas dibalik baju basah. Hal ini membuat pembaca berimajinasi tentang sesuatu yang tercetak jelas dibalik baju.

Dari diksi yang mengandung erotisme justru membuat cerpen semakin menarik. Pembaca dimanjakan dengan gaya penulisan erotis yang mampu memberikan kepuasan batin dalam hal hasrat seksual alami yang dimiliki setiap manusia. Selain itu, penanda erotis menjadi hal yang membuat penasaran sekaligus sebuah tantangan pembaca untuk mengetahui isi cerita yang disampaiakan pengarang.

Diksi erotisme yang terdapat dalam kumpulan cerpen JM merupakan sebuah gambaran kehidupan manusia terluka, marginal, dan terkhianati akibat sesuatu yang berhubungan dengan seksualitas. Suatu permasalahan berakar dari kehidupan seksualitas yang dapat mempengaruhi sikap, perilaku, cara pandang, maupun bentuk-bentuk nilai kehidupan. Djenar memberikan warna baru dalam penulisan cerpen yang hanya biasa-biasa saja.

4.2.2          Nilai Moral

Dalam kumpulan cerpen JM banyak menggambarkan tentang sikap perilaku tokoh-tokoh menyimpang dari nilai-nilai yang dianggap baik oleh masyarakat. Banyak tokoh yang digambarkan memiliki perilaku brutal, tidak mendidik, dianggap bagaikan binatang bahkan lebih rendah dari binatang.

Aku juga yakin, mereka pun tidak menghargai diri mereka sendiri. Kelakuan mereka benar-benar seperti binatang, mungkin jauh lebih rendah dari binatang. (JMdK, 2007:101)

Kutipan diatas mencerminkan sifat dan perilaku yang tidak baik untuk ditiru. Sebaliknya, setiap individu harus memiliki rasa kemanusiaan, rasa menghargai, menghormati dan sebagainya kepada sesama tanpa mengelompokkan atau membandingkan.

Seperti cerpen Moral, moral dianggap seperti barang yang murah bahkan diobral lima ribu dapat tiga. Digambarkan tokoh perempuan lebih memilih rok kulit mini dengan harganya jutaan rupiah dibandingkan membeli moral (busana penutup aurat) yang harganya hanya seribu rupiah. Demi menarik perhatian seseorang, si tokoh rela berpenampilan seksi dengan memperlihatkan sebagian bentuk tubuhnya dibandingkan mengenakan pakaian yang menutup auratnya. Selain itu, cerpen ini menceritakan bahwa perempuan tidak perlu sekolah terlalu tinggi, untuk seorang perempuan yang penting hanya pintar merawat diri dan suami. Cinta dimulai dari mata turun ke perut dan dari perut turun ke hati. Hal ini yang menyebabkan seorang perempuan dianggap kurang memiliki martabat oleh sebagian orang.

Pada cerpen MSM, dapat dipahami bahwa penanda mandi mengandung makna suatu proses penyucian diri dari kotoran-kotoran yang melekat pada tubuh. Mandi yang seharusnya dianggap sebagai suatu proses yang sakral karena sebagai bentuk penyucian diri yang dapat dianggap sakral justru digunakan untuk mengelabuhi hal-hal baik. Proses penyucian yang dilakukan sang suami bukan sekedar menghilangkan bau setelah berhubungan seksual melainkan agar tidak ketahuan istrinya.

Keterpurukan moral tercermin pada cerpen MA, menggambarkan kelakuan bejat sang ayah kepada anaknya sendiri. Tindakan tidak bermoral ini kerap terjadi pada kalangan masyarakat dan kerap diberitakan di televisi ataupun surat kabar. Hal ini akan menjadi petanda turunnya nilai moral dikalangan masyarakat.

Nama saya Nayla. Saya perempuan, tapi saya tidak lebih lemah dari laki-laki. Karena, saya tidak mengisap puting payudara Ibu. Saya mengisap penis Ayah. Dan saya tidak menyedot air susu Ibu. Saya menyedot air mani Ayah. (JM, 2007: 36)

Cerpen ini menceritakan seorang anak bernama Nayla yang menjadi korban kekerasan seksual ayah dan teman-teman ayahnya. Perilaku seorang ayah yang seharusnya menjadi pemimpin, pelindung, panutan serta contoh bagi keluarga. Juga teman-teman ayahnya yang ikut dalam perbuatan tidak terpuji, memberikan gambaran semakin terpuruknya moral. Walaupun Nayla tidak dapat menghindari perbuatan ayahnya, namun Nayla mencoba mempertahankan keutuhan psikisnya dengan beberapa hal yang menjadi sandaran dalam menjalani hidupnya. Suatu panutan yang dapat dicontoh adalah sikap Nayla yang tetap teguh pada pendiriannya dan tegar dalam menghadapi cobaan.

Dalam cerpen P2 memperlihatkan kemunafikan orang-orang yang memiliki kekuasaan dan kekayaan. Perilaku mereka seakan-akan tidak memiliki aturan padahal mereka sendiri yang membuat aturan untuk sesama.

ketika mereka saling memuaskan hasrat, aku sering mengamati wajah mereka yang terlihat begitu mirip dengan orang-orang terkenal dan terhormat di dalam televisi yang sedang komat-kamit membahas tentang moral, agama, keluarga, kiat bisnis... ah ya... tentang negara, tentunya. Lihat, kau muncul di televisi, ujar wanitanya. Laki-laki itu memperhatikan dirinya sendiri sejenak di televisi dan tertawa, lalu ia kembali mengembik, mendengus, menguik bagai babi di atas wanitanya. (JM, 2007: 95)

Kemunafikan itu jelas tergambarkan pada kutipan di atas, bahwa seseorang yang tidak mencerminkan seorang pemimpin atau panutan masyarakat. Berperilaku seolah-olah memberikan hal-hal baik bagi sesama di depan masyarakat namun dibalik itu semua hanya sebuah kepalsuan dan kemunafikan. Sebagai seseorang yang dianggap terpandang oleh masyarakat, tidak hanya memberikan teori-teori yang hebat namum dapat menjadi perilaku dan sikap yang dapat dicontoh.

SASA cerpen yang bercerita tentang seorang perempuan pekerja seks komersial sering melakukan aborsi. Kelakuannya ini dianggap tidak bermoral oleh masyarakat karena sebagai tindakan pembunuhan. Walaupun dari beberapa pihak menghalalkan aborsi karena alasan kesehatan. Suatu alasan yang menjadi pegangan perempuan itu untuk melakukan aborsi dalam cerpen ini adalah nantinya tidak akan pernah merasa kebahagiaan karena tidak pernah mengenal ayahnya, terlahir sebagai anak haram, dan terlahir dari seorang pelacur. Alasan-alasan seperti itu kerap menjadi alasan seseorang untuk melakukan preaktek aborsi seperti tampak dalam pemberitaan. Hal itu terjadi juga karena kurangnya moral dan agama yang tertanam di diri seseorang. Lebih penting lagi penyebab terjadinya aborsi adalah maraknya pekerja seks komersial akibat himpitan ekonomi dan pergaulan bebas di zaman globalisasi.

Sebuah cerpen SdMSO, mencerminkan perbuatan-perbuatan yang tidak dapat dicontoh. Hubungan seksual tidak lagi menjadi hal yang tabu melainkan hal yang dianggap sah-sah saja dilakukan dengan siapapun, sehingga mencerminkan pergaulan bebas. Hal itu, bertentangan dengan norma-norma yang berlaku di masyarakat dan norma agama. kebudayaan masyarakat Indonesia yang menganggap hubungan seksual di luar nikah adalah zina dan melanggar norma sosial dan agama.Hubungan seksual dilakukan tanpa ikatan pernikahan, bukan lagi hal yang dianggap tabu, merupakan hal biasa sebagai proses perkenalan. Perilaku dimaksud tidak mencerminkan hal yang baik sesuai dengan norma-norma yang berlaku dimasyarakat. Selain itu, hubungan seperti itu dapat menyebabkan penyakit kelamin dan juga rusaknya tatanan moral dalam masayrakat.

Pada dasarnya, cerita dalam kumpulan cerpen JM karya Djenar merupakan sebuah contoh perilaku-perilaku yang tidak baik untuk diikuti. Namun dalam pengungkapannya, pengarang mengungkapkan hal-hal yang dianggap tidak baik, hal-hal yang bertentangan dengan nilai-nilai masyarakat, mencerminkan tokoh yang tidak memiliki moral. Dari analisis cerpen, judul JMdK merupakan perwakilan makna dari keseluruhan isi cerpen, bahwa kelamin adalah anugerah Tuhan yang ditetapkan untuk dijaga seaik mungkin, karena dapat mencerminkan kebaikan atau keburukan.

Kelamin memiliki makna sesuatu yang dianggap suci, inti kehidupan, berharga. Berdasarkan makna dimaksud, kelamin dianggap suci karena mencerminkan rasa malu, perbuatan dosa. Bagi seorang perempuan, kelamin adalah simbol kesucian, jika sudah ternoda maka dianggap tidak suci lagi.  Kelamin bermakna inti kehidupan, karena sebagai alat reproduksi manusia (penghasil kehidupan baru), kelamin semata-mata digunakan untuk melanjutkan keturunan. Serta kelamin bermakna berharga karena merupakan harkat, martabat yang paling dijaga dan tidak ternilai harganya, walaupaun pada kenyataannya ada juga kelamin yang dapat dibeli.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa kelamin adalah anugrah Tuhan paling berharga, perlambang kesucian, penerus keturunan dan pencerminan etika. Maka dari itu, kita sebagai makhluk bermoral harus mampu menjaga kelamin (hasarat seksual) sebaik mungkin, agar terhindar dari perbuatan dosa. Janganlah dipergunakan untuk ha-hal buruk seperti mengumbar nafsu, diperjual belikan dan sebagainya. Kita harus menjaga sebaik maungkin kelamin kita sebagai perwujudan dari hasrat seksual yang kita miliki.

Seperti yang tergambarkan dalam cerpen, kelamin menandai suatu hubungan percintaan atau kasih sayang bukanlah hal main-main, bagaikan hamis manis sepah dibuang. Mengajarkan kita untuk serius dalam menjalin kasih sayang baik dalam hubungan pernikahan maupun pertemanann karena hasrat seksual merupakan cerminan diri apakah perilaku yang kita lakukan baik atau buruk.

4.2.3          Nilai Sosial

Berdasarkan pemahaman penulis, nilai sosial yang terdapat pada kumpulan cerpen JM tidak patut untuk dicontoh. Misalnya perilaku yang mencerminkan pergaulan bebas yang terdapat pada cerpen SdMSO, berdasarkan hubungan seksual yang dilakukan dengan berbagai temannya adalah sah-sah saja. Hubungan sosial yang seperti itu melanggar niali-nilai sosial yang terdapat pada masyarakat.

Dalam kumpulan cerpen JM nilai sosial berupa hubungan antar individu yang terkandung adalah kondisi seksualitas yang mempengaruhi hubungan suami istri sehingga tidak harmonis. Seperti pada data (PUE6)

Anehnya, sejak hari itu, saya lebih memilih lekas-lekas berada di tengah-tengah kemacetan dan segudang rutinitas yang membosankan itu ketimbang lebih lama di rumah melihat seonggok daging yang tak sedap dipandang dan suara yang tak sedap didengan. Kalau saya saja sudah jengah bertemu, apalagi kelamin saya?(JM, 2007: 4)

Bahwa seksualitas sangat mempengaruhi keharmonisan keluarga. Sang suami yang sudah merasa bosan, jijik, kepada istrinya karena sudah tidak sesegar dulu sehingga suami berselingkuh dengan perempuan lain untuk memuaskan hasrat seksualnya. Tidak bisa dipungkiri pada era sekarang ini banyak hal semcam itu terjadi dikalangan masyarakat. Inti permasalahan terletak pada gairah pasangan yang berubah. Seharusnya sebuah pernikahan bukanlah sekedar main-main, pernikahan adalah ikatan sakral yang haru dijalani dan mencari solusi jika ada masalah.

Seperti cerpen MSM dan Staccato permasalahan yang dihadapi mirip dengan cerpen JMdK yaitu perselingkuhan. Dalam cerpen MSM menceritakan istri yang patuh kepada suaminya namun sang suami memiliki kekayaan berselingkuh dengan wanita PSK disebuah hotel dan akhirnya ketahuan. Perselingkuhan ini juga disebabkan oleh hasrat sesksualitas yang dialami sang suami.

Istrinya sedang membaca di ranjang dengan baju tidur yang menggairahkan, namun tak cukup menggairahkan Si Mas yang mendadak merasa tua tak ubah umurnya. Tidak seperti di samping Sophie, ia selalu merasa jauh lebih muda, kuat dan bergairah. Si Mas tak acuh saja membuka pakaian kantor dan meminta piyama ke istrinya. (JM, 2007: 22)

Sang suami yang memiliki hasrat seksual yang tinggi untuk seorang wanita PSK yang lebih muda dibandingkan istrinya sudah berupaya semaksimal mungkin berpenampilan seksi di depan suami. Hal ini juga kerap terjadi di kalangan masyarakat, baik kalangan masyarakat menengah ke atas maupun menengah ke bawah.

Dalam cerpen Staccato juga memiliki cerita yang sama namun sudut pandang cerita diambil dari tokoh istri. Cerpen ini menceritakan seorang istri merasa kesepian sehingga berselingkuh dengan laki-laki lain karena sang suami sudah tidak memiliki gairah seksual karena sangat sibuk dengan pekerjaannya.

Nilai sosial lainnya yang dapat dipetik ialah dari cerpen SdMSO menceritakan tentang hubungan pertemanan yang dianggap tidak wajar lagi atau menyimpang dari nila-nilai sosial yang ada.

Walaupun saya agak terganggu, tapi saya rela. Saya melakukannya karena saya mau, bukan karena paksaan.  Saya  menikmati  kebersamaan  kami. Menikmati tiap detail manis yang kami alami. Makan malam di bawah kucuran sinar rembulan dan keredap lilin di atas meja. Percakapan yang mengasyikkan penuh canda dan tawa. Sentuhan halus di rambut saya. Kecupan mesra di kedua mata, hidung, pipi, dan bibir yang berlanjut dengan ciuman panas membara lantas berakhir dengan rapat tubuh kami yang basah berkeringat di atas tempat tidur kamar hotel, di taman hotel, di dalam mobil, di toilet umum, di dalam elevator, di atas meja kantor, atau di dalam kamar karaoke.(JM, 2007: 77)

Seorang tokoh perempuan yang memiliki hubungan pertemanan dengan banyak laki-laki. Tokoh perempuan yang siap menemani teman laki-lakinya dimana saja dan kapan saja bukan karena paksaan tapi karena rasa kerelaan dan suasana kebersamaan yang dianggap menyenangkan. Dari perasaan itulah si tokoh perempuan merasa sah-sah saja untuk melakukan hubungan seksual dengan semua teman laki-lakinya. Pertemanan ini dianggap buruk dan tidak bisa diterima yang dapat berdampak negatif bagi masyarakat. Hubungan seperti itu tidak sesuai dengan nilai-nilai sosial masyarakat Indonesia yang menganut budaya ketimuran. Salain itu, hubungan pertemanan seperti itu dapat menyebabkan penyakit HIV. Dalam pertemanan harusnya ada batasan-batasan sehingga tidak menimbulkan hubungan pergaulan bebas.

PNN adalah cerpen yang menceritakan seorang gadis remaja yang pandai bercerita tentang hubungan seksualitas sehingga tidak lagi menjadi bahan olok-olok dan dikucilkan karena memiliki payudara kecil. Kekurangan yang dimiliki Nai harusnya bukanlah hal yang harus dipergunjingkan sebagai bahan ejekan oleh teman-teman sekolahnya, sehingga mempengaruhi hubungan sosial antar siswa, menimbulkan kecemburual sosial, dan merasa minder.

Jadi, dari beberapa uraian di atas dapat disimpulkan bahwa hasrat seksualitas yang sering dianggap tabu dapat mempengaruhi hubungan kehidupan sosial, dengan demikian kita perlu menjaga dan mengendalikan hasrat seksual yang kita miliki sebaik mungkin agar tidak menjadi permasalahan bagi diri kita ataupun orang lain.

4.2.4          Nilai Pendidikan

Pada dasarnya kumpulan cerpen JM khusus untuk pembaca dewasa, namun tidak ditentukan pada usia berapa pembaca boleh membaca cerpen ini. Dewasa dalam arti sudah mampu mengerti, memahami, dan memaknai isi kumpulan cerpen JM. Jika berkaitan dengan pendidikan, khususnya untuk pendidikan lanjutan atas (SMA) kumpulan cerpen JM kurang sesuai psikologis pembaca atau siswa. Cerpen ini yang mengusung tema kedewasaan berisi tentang hubungan atau prilaku menyimpang yang sarat akan erotisme, penggambaran tokoh-tokoh yang yang tidak mendidik, dan tidak sesuai dengan latar kehidupan siswa.

Namun bertolak dari alasan tema bacaan, makna atau pesan yang terkandung dalam unsur erotisme JM dapat dihubungkan dengan pendidikan moral dan karakter siswa pada siswa SMA. Serta pelajaran-pelajaran yang membentuk pola pokir siswa dalam bersikap dan berperilaku.

Seperti pergaulan bebas yang marak sekaranng ini, banyak siswa yang sudah melakukan hubungan seksual di luar nikah. Hasil survei yang yang diselenggarakan oleh Komisi Nasional Perlindungan Anak (KOMNAS-PA) mengungkapkan bahwa sebanyak 62,7 persen siswi SMP sudah pernah melakukan hubukan seks pra-nikah. Sementara 21,2 persen dari para siswi SMP tersebut mengaku pernah melakukan aborsi ilegal. Terungkap bahwa perilaku pegaulan bebas yang mengakibatkan seks bebas pada remaja Indonesia tersebar secara merata di seluruh kota dan desa, dan terjadi pada berbagai golongan status ekonomi dan sosial, baik kaya maupun miskin. (www.citizenjurnalism.com).

Berhubungan dengan hasil survei dimaksud, Nilai pendidikan yang dapat dipetik adalah tidak mencontoh gaya hidup pergaulan bebas yang dapat mengarah pada hubungan seksual di luar nikah. Selain itu, pergaulan bebas dapat mempengaruhi etika yang kurang baik, prestasi belajar menurun, penyakit kelamin sepeti HIV AIDS akibat hubungan seksual, kehamilan di luar nikah, dan praktek aborsi serata akan memicu timbulnya generasi bangsa dengan kualitas rendah. Secara garis besar, hubungan seksual bukanlah untuk main-main, hubungan ini hanya dilakukan untuk orang yang sudah terikat pernikahan. Hal dimaksud semata-mata sebagai penguatan siswa dalam bertingkah laku dan tidak terjerumus pada dunia yang suram.

Selanjutnya, dalam cerpen PNN ada pelajaran penting yang sangat sesuai dengan siswa, yaitu tentang kemampuan bercerita atau berbebicara. Dijelaskan bahwa semua orang bisa bercerita namun tidak semua orang mampu bercerita. Satu hal yang dapat digaris bawahi adalah kemampuan berbicara sangat penting dalam proses belajar. Dengan kemampuan berbicara yang baik, kita mampu mengungkapkan pikiran, ide atau gagasan saat proses pembelajaran ataupun didepan khalayak umum dan berguna untuk masa depan.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1   Kesimpulan

Dalam kumpulan cerpen JM terdapat banyak penanda unsur erotisme yang menggambarkan tentang perilaku-perilaku menyimpang yang dilakukan manusia. Penanda-penanda unsur erotisme yang mengungkapkan fakta atau fenomena yang terjadi dikehidupan nyata dan dianggap tabu untuk dibicarakan. Pengungkapan seksualitas dituangkan dalam tema perselingkuhan, seks komersial, dan kehidupan bebas di kehidupan modern pada semua kalangan masyarakat.

Penanda unsur erotisme yang dituturkan pengarang pada cerpen bermaksud tidak sengaja membangkitkan hasrat seksual pembaca. Unsur erotisme hanya sebuah pencitraan tokoh atau situasi kondisi yang merupakan pokok cerita dan tidak dapat dipisahkan. Melalui gaya bahasa metafora dalam mengungkapkan hubungan seksualitas, penanda erotime masih dalam tataran wajar dan tidak memberikan kesan pornografi.

Berdasarkan analisis, peneliti memperoleh nilai-nilai yang terkandung dalam unsur erotisme pada kumpulan cerpen JM karya Djenar, yaitu:

1.       Nilai Estetika

Ide-ide cerita diambil dari sudut pandang manusia terluka, marginal, dan terkhianati akibat kehidupan seksualitas dan karakter-karakter tokoh dalam cerpen dapat dikatakan karakter antihero, karakter paradoks yang tercipta dari lingkungan yang brutal atau keras. Gaya bahasa metafora, personifikasi dan teknik penulisan pengulangan atau repitisi merupakan ciri khas pada cerpen. Serta pemilihan diksi yang dikatakan berani sehingga membangkitkan libido pembaca sebagai penggambaran hubungan seksualitas, namun masih jauh dari kesan pornografi.

2.       Nilai Sosial

Bahwa hasrat seksualitas yang sering dianggap tabu dapat mempengaruhi hubungan kehidupan sosial, dengan demikian kita perlu menjaga dan mengendalikan hasrat seksual yang kita miliki sebaik mungkin agar tidak menjadi permasalahan bagi diri kita ataupun orang lain.

3.       Nilai Moral

Dari analisis cerpen, judul JMdK merupakan perwakilan makna dari keseluruhan isi cerpen, bahwa kelamin adalah anugerah Tuhan yang ditetapkan untuk dijaga sebaik mungkin, karena dapat mencerminkan kebaikan atau keburukan. Seperti yang tergambarkan dalam cerpen, kelamin menandai suatu hubungan percintaan atau kasih sayang bukanlah hal main-main, bagaikan hamis manis sepah dibuang. Mengajarkan kita untuk serius dalam menjalin kasih sayang baik dalam hubungan pernikahan maupun pertemanann karena hasrat seksual merupakan cerminan diri apakah perilaku yang kita lakukan baik atau buruk.

4.       Nilai Pendidikan

Berdsarkan hasil analisis cerpen, nilai pendidikan yang dapat dipetik adalah tidak mencontoh gaya hidup bebeas seperti pergaulan bebas yang dapat mengarah pada hubungan seksual di luar nikah, karena dapat mempengaruhi etika yang kurang baik, prestasi belajar menurun, penyakit kelamin sepeti HIV AIDS akibat hubungan seksual, kehamilan di luar nikah, dan praktek aborsi serata akan memicu timbulnya generasi bangsa dengan kualitas rendah. kemampuan berbicara sangat penting dalam proses belajar. Serta, dengan kemampuan berbicara yang baik, kita mampu mengungkapkan pikiran, ide atau gagasan saat proses pembelajaran ataupun didepan khalayak umum dan berguna untuk masa depan.

5.2   Saran

Berdasarkan hasil analisis dan kesimpulan yang telah peneliti lakukan, maka peneliti dapat mengemukakan saran-saran sebagai berikut.

(1)     Bagi mahasiswa Prodi Pend. Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah, hendaknya  meningkatkan apresiasi terhadap karya sastra, karena dalam karya sastra banyak terkandung nilai-nilai kehidupan dan nilai-nilai humanistik yang sangat berguna sebagai refleksi dalam kehidupan sehari-hari.

(2)  Bagi penikmat sastra, sebaiknya membaca karya sastra dengan memahami isi atau pesan yang terkandung dalam karya sastra.

(3)  Bagi penelitian selanjutnya, agar penelitian ini dapat dijadikan bahan  perbandingan dalam menganalisis novel dengan kajian humanistik lainnya.

  

DAFTAR RUJUKAN

Afriyanti. (2011). Analisis Unsur Tema dan Penokohan dalam Cerpen Ferina Karya Sori Siregar. Untad: skripsi tidak diterbitkan.

Alibaba. (2010). Penelitin Kepustakaan, (Online)

Tersedia:http://tawatiwi.blogspot.com/2010/12/penelitian-kepustakaan.html [25 Februari 2013]

Ariadi, F. (2012). Estetika, (Online)                      Tersedia:http://aboutestetika.blogspot.com/ [05 November 2013]

Ayu, D.M. (2007). Jangan Main-Main (dengan Kelaminmu): Kumpulan Cerpen. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Citizen Jurnalism/Tim Penyusun. (2013). 62,7 persen siswi smp tidak perawan, (Online)  Tersedia:http://www.citizenjurnalism.com/hot-topics/627-persen-siswi-smp-tidak-perawan/ [3 Oktober 2013]

Haryanto. (2012). Pengertian Pendidikan Menurut Ahli. (Online)                 Tersedia: http://belajarpsikologi.com/pengertian-pendidikan-menurut-ahli/ [6 November 2013]

Hudayat, A.Y. (2007). Modul: Metode Penelitian Sastra. Bandung: Fakultas Sastra Universitas Padjadjaran.
Jalius, HR. (2012). Teori Nilai. (Online)                                                 Tersedia:http://jalius12.wordpress.com/2012/03/10/teori-nilai/                       [5 November 2013]
Junaedi. (2009). Teori Semiotik, (Online)

Tersedia:http://junaedi2008.blogspot.com/2009/01/teori-semiotik.html      [27 Desember 2012]

Kamus Bahasa Indonesia/Tim penyusun. (2008). Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat Bahasa.

Lesmana, T. (1995). Pornografi dalam Media Massa. Jakarta. Puspa Swara

Moleong, J.L. (2006). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Perpustakaan Cyber/Tim Penyusun. (2013). Pengertian Nilai dan Nilai Sosial di Masyarakat. (Online)                                                                                              Tersedia:http://perpustakaancyber.blogspot.com/2013/05/pengertian-nilai-dan-norma-sosial-di-masyarakat.html [06 November 2013]

Pradopo, Rachmat Djoko. dkk. 2001. Metodologi Penelitian sastra. Yogyakarta: PT. Hanindita Graha Widya.

Pundentia, MPSS. (2008). Metodologi Kajian Tradisi Lisan. Jakarta: Asosiasi Tradisi Lisan (ATL).

Sadidalila. (2009). Semiotika, (Online),

Tersedia:http://sadidadila.wordpress.com/2009/12/03/semiotika.html     [27 Desember 2012]

Sitanggang, S.R.H., Suyanto, S. dan Sasmito, J.A. (2002). Unsur Erotisme: dalam Novel Indonesia 1960-1970-an. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.

Sugiyono. (2008). Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D. Bandung: Alfabeta.

Tempakul, A. (2012). Pengetiaan Nilai Pemdidikan, (Online) Tersedia:http://konselingsebaya.blogspot.com/2012/06/pengertian-nilai-pendidikan.html [7 Oktober 2013]

Udin, N. (2012). Konsep Moral menurut Raghib Al Isthfahani. (Online)

Tersedia:http://nasar-udinn.blogspot.com/2012/12/konsep-moral-menurut-raghib-al-ishfahani.html [6 November 2013]

Zaidan, A.R., Mujiningsih, E.N. dan Santosa, P. (1998). Unsur Erotisme: Dalam Cerpen Indonesia 1950-an. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

1 komentar: