Kamis, 21 November 2013

Kohesi dan Koherensi Wacana

Kohesi dan Koherensi Wacana

Pengertian Kohesi dan Koherensi
Suatu teks memerlukan sebuah unsur pemebntuk teks. Kohesi adalah salah satu unsur pembebtuk teks yang penting. Bown dan Yule (1983:191) menyatakan bahwa unsure pembentuk itulah yang membedakan sebuah rangkaian kalimat  sbagai tek atau bukan teks. Kohesi adalah hubungan dalam teks yang oleh penggunaan unsur bahasa. Untuk menghubungkan informasi antarkalimat dalam wacana digunakan kata hal itu, disamping itu, dan akibatnya. Kata-kata itu dapat dilihat jelas, yang disebut sebagai katon atau pengikat formal. Selanjutnya, istilah yang digunakan untuk mengacu katon itu disebut kohesi.
Untuk membentuk wacana yang baik tidak cukup hanya menggunakan kohesi, ada hal lain yang harus diperhatikan untuk menciptakan relefansi dan faktor tekstual luar yang ikut dapat membantu menciptakan suatu kondisi yang membentuk wacana yang utuh. Faktor lain itu adalah koherensi teks.
Kohesi wacana ditentukan oleh hubungan yang tampak antar bagiannya, Yang ditandai berupa katon atau pengikat formal namun belum menjamin tersusunnya wacana yang baik dan utuh. Perlu adanya koherensi  untuk membentuk wacna yang utuh dan baik. Koherensi adalah kepaduan hubungan maknawi  antar bagian-bagian wacana.
Wacana kohesi berbeda dengan wacana padu. Pada wacana kohesif menggunakan menggunakan kohesi pengulangan kata dalam setiap kalimat pada paragraph.  Namun, paragraph itu tidak padu dan digolongkan paragraph yang jelek, sebab antar bagian dalam peragraf tersebut tidak memiliki hubungan maknawi atau koherensi. Sedangkan pada wacana padu, bagian-bagian pada wacana saling mempunyai kaitan secara maknawi, misalnya kalimat yang merupakan penjelasan rinci kalimat sebelumnya. Jadi untuk mciptakan wacana yang yang baik dan padu harus terdapat dua unsur diatas, tidak hanya kohesif namun harus ada hubungan maknawi, begitu juga sebaliknya.
Ada wacana yang mempunyai koherensi baik, namun tidak menampakkan kohesinya. Hal ini dapat kita lihat dalam contoh percakapan. Misalnya dalam konteks percakapan sesorang menyampaikan pesan kepadaorang lain bahwa dia tidak bias mengankat telpon kerena sedang sedang mandi.
            A         : ada telepon.
B         : aku sedang mandi.
C         : beres.
Telah terjadi lompatan ide, namun tetap memiliki hubungan maknawi  dan itu semua tidak terlepas dari konteks.
Dapat diketahui bahwa kohesi hanya merupakan salah satu cara membentuk koherensi.menurut Rantel (1986:288) ada beberapa cara lain untuk menciptakan  koherensi.
koherensi tersebut dapat diciptakan dengan menggunakan bentuk-bentuk yang mempunyai hubungan parataksis dan hipotaksis. Parataksis dapat diciptakan dengan menggunakan pernyataan atau gagasan yang sejajar dan subkoordinatif. Penataan koordinatif berarti menata ide yang sejajar secara berurutan.
Contoh:
a.       Manusia bernafas dengan paru-paru.
b.      Ikan menggunkan insang.
Bila keduanya diurutkan, akan mudah menganilisnya karena memiliki hubungan kesejajaran, yaitu system pernapasan,dan oleh itu kedua topic tersebut memiliki hubungan koherensi.
a.       Rumah pak gubernur sangat indah.
b.      Lantainya terbuat dari keramik buatan Italia dan lampunya terbuat dari Kristal dari sana juga.
Lantai merupakan subkoordinatif (bawahan) dari kata rumah. Kedua kalimat menunjukan hubungan subkoordinatif, dan mudah dipahami.
Hubungan hipotesis dapat diciptakan dengan mengungkapkan kondisional dan penambahan/kelanjutan. Contoh:
a.       Dia bekerja keras memperjuangkan hak asasi manusia selama bertahun-tahun.
b.      Kemarin, dia mendapatkan piagam penghargaan dari presiden.
Hubungan kedua kalimat tersebut ada karena mengandung hubungan kondisioanal. Selanjutnya comtoh hubungan penambahan.
a.       Kemarin mobil Nyoman hampir dicuri orang.
b.      Untunglah ada peronda yang mengatahuinya.
Kalimat tersebut mengandung hubungan penambahan secara sistematis, sehingga hubungan kedua kalimat tersebut dapat dikenali.
Koherensi wacana dapat dibentuk dengan menyusun ide-ide secara runtut, logis dan tidak keluar dari topik.

Piranti Kohesi (cohesion device)
Menurut Halliday dan Hasan (1976), unsur kohesi terdiri dari dua macam, yaitu gramatikal dan leksikal. Hubungan gramatikal diklasifikasikan berdasarkan bentuk bhasa yang digunakan.  Hubungan gramatikal dibedakan menjadi referensi, subtitusi, dan elips. Selanjutnya hubungan laksikal diciptakan dengan menggunakan bentuk-bentuk leksikal seperti reiterasi dan kolokasi.
Unsur elips merupakan penghilangan unsure bahasa yang senestinya digunakan , berarti elips itu menghilangkan unsure bahasa yang tampak yang dapat menunjukan hubungan kohasif. Contoh:

a.       Apakah kamu suka segalas bir?
b.      Ya, saya suka.
Selanjutnya, piranti kohesi gramatikal yang berupa referensi dan subtitusi (Brown dan Yule, 1983; Cook, 1989) sangat sulit dibedakan. Referensi biasanya dibedakan menjadi dua, yaitu eksofora dan endofora. Endofora meliputi anaphora dan kataforatidak dapat dibedakan dengan subtitusi. Tapak jelas pada Brown dan Yule (1983). Mereka tidak membedakan secara tegas antara endofora dan subtitusi. Disamping itu, eksofora (Brown dan Yule, 1983) dimaksudkan untuk menunjukan hubungan teks dengan unsure luar, seperti contoh:
Lihat itu. (itu = matahari)
Hal tersebut tmpak jelas bahwa eksofora bukan merupakan piranti kohesi, karena tidak menunjukan hubunagan antar bagia dalam teks, dan lebih cocok digunakan sebagai unsur koherensi teks.
Selain hal d atas, kohesi dapat diciptakan dengan piranti konjungsi. Berdasrka taksonomi Brown dan Yule (1983) piranti konjungsi meliputi:
a.       Penambahan: dan, atau, selanjutnya, senada, tambahan, dan sabagainya.
b.      Adversative: tetapi, namun, sebaliknya, meskipun demikian, dan sebagainya.
c.       Kausal: konsekuensinya, akibatnya, dan sebagainya.
d.      Waktu: kemudian, setelah itu, satu jam kemudian, dan sebagainya.
Piranti kohesi yang digunakan orang dewasa ternyata sangat berbeda dengan piranti kohesi yang digunakan anak-anak. Keenan (1983) menyimpulakan piranti kohesei pada anak-anak berkembang sesuai dengan perkembangannya.pada ana usia 2,5 tahun piranti kohesi yang digunakan adalah repitisi. Namun repitisi yang digunakan anak-anak dan orang dewasa berbeda, menurut Brown seperti berikut:
a.       Pengulangan bentuk secara penuh,
b.      Pengulanngan sebgian bentuk,
c.       Pengulangan dengan penggangtian,
d.      Pengulangan dengan pronominal, dan
e.       Pengulangan dan penghilangan.

Piranti Kohesi Gramatikal
Piranti ini merupakan piranti atau penanda kohesi yang melibatkan unsur-unsur kaidah bahasa. Digunakan untuk menghubungkan ide antar kalimat yang terbatas. Dalam bahasa Indonesia meggunakan piranti gramatikal sebagai berikut:

Referensi
Secara tradisonal refensi berate hubungan antar kalimat dengan benda. Menurut Lyons (1079:404) mengatakan bahwa antara kata dan bendanya hubungan refensial: kata-kata penunjuk benda. Menurut Lyons, ketika membicarakan referensi tanpa melihat sipenutur tidaklah benar, si penuturlah yang tahu tentang refesi kalimatnya.
Halliday dan Hasaan membedakan referensi menjadi dua, yaitu eksoforis dan endoforis. Referensi eksoforis adalah pengacuan terhadap antaseden yang terdapat diluar bahasa. Sebaliknya endoforis pengacuan terhadap antaseden di dalam teks. Dalam analisis wacana, referensi itu sebagai tindak tanduk penutur.  Refensi sebuah kalimat ditentukan oleh penutur, dan lawan tutur hanya hanya dapat menduga, dan dugaan itu bias benar bias salah.

Refensi Eksofora dan Endofora
Eksofora adalah pengacuan anteseden diluar bahasa, yaitu konteks situasi. Sebagai contoh: itu matahari.kata itu pada tuturan mengacu pada sesuatu diluar teks, yaitu benda yang berpijar yang menerangi ala mini. Sedangkan endofora adalah pengacuan terhadap anteseden di dalam teks. Apabila yang ditunjuk itu sudah lebih dahulu diucapkan atau sudah ada ada pada kalimat yang lebih dahulu disebut anafora (refensi mundur ke belakang), dan jika yang ditunjuk berada didepan atau pada kalimat sesudahnya maka disebut katafora (refensi ke depan).
Refensi Anafora dan Katafora
Jiak sesuatu atau halyang diacu (anteseden) lebih dahulu diturunkan atau pada kalimat yang lebih dahulu sebelum pronomina dinamakan anafora, sedangkan anteseden yang ditemukan sesudah pronomina dinamakan katafora. Baik refensi anaphora atau katafore menggunakan pronominal persona, pronominal penunjuk, dan pronominal komparatif.

Pronomina Persona
Merupakan dieksis yang mengacu pada orang secara berganti-gantibergantung pada “topeng”(proposan) (Fillmore dalam Bright, 1992;281-2)yang diperenkan oleh partisipasi wacana. Pronominal berfungsi sebagai sebagai alat kohesi baik dalam anaphora maupun katafora. Dan juga pronominal ketiga enklinik –nya merupakan alat kohesi wacana.
Perincian prinimuna dalam bahasa Indonesia
a.       Pronominal Takrif
-    Persona pertama         : (tunggal) saya, aku, dan (jamak) kami, kita.
-    Persona kedua            : (tunggal) kamu, engkau, anda, dan (jamak) kalia, kamu sekalian.
-    Persona ketiga            : (tunggal) dia, ia, beliau, dan (jamak) mereka.
b.      Pronominal tidak Takrif: beberapa, sejumblah, sesuatu, suatu, seseorang, para, masing-masing, siapa-siapa.
Persona insane mengacu pada orang sedangkan persona noninsani mengacu selain orang. Persona dalam relasi posesifa adalah pronominal persona yang berelasi kepemilikan, baik enklitik maupun bebas. Pronominal persona dalam relasi yang dienklitikkan tau tidak tersaing yang selalu melekat pada unsure keseluruhannya, seperti hubungan anatra ayam dan kakinya, sedangkan posesif terasingkan sesuatu itu tidak melekat pada sesuatu itu, sperti ayam dan kandangnya.

Pronomina Demonstratif
Adalah kata diektis yang dipaki untuk menunjuk (menggantikan) nomina.pronimina ini dibedakan menjadi  pronominal demonstatif tunggal; ini dan itu, demnstratif turunan; berikut, sekian, demonstrative gabungan; di sini, di situ, di sana, di sana sini, dan demonstrative reduplikasi; begitu-begitu (Kridaklasana, et al., 1985). Lyons menjelaskan pronomina demonstratif terdapat komponen ketentuan; yang ini dan yang itu. selain itu terdapat juga komponen berjarak dan yidak berjarak, baik menunjukan sesuatu yang jauh ataupundekat.

Pronomina Komparatif
Adalah dieksis yang menjadi bandingan bagi antesedennya.  Kata yang masuk dalam pronomina komparatif seperti sama, persis, identik, serupa, segitu serupa, selain, berbeda, dan sebagainya.

Penggantian (subtitusi)
Subtitusi adalah penyuliha suatu unsur unsur  wacana dengan unsur lain yang acuannya tetap sama, dalam hubungan antarbentuk kata atau bentuk lainyang lebih besar dari kata (Halliday dan Hassan, 1979; Quirk, 1985:863).subtitusi merupakan hubunga leksikogramatikal, yakni hubungan tersebut ada pada level tata bahasa dan kosa kata. Subtitusi mempunyai referen setelah ditautkan dengan unsur yang diacunya. Secara umum penggaintian itu dapat berupa kata ganti orang, tempat, dan sesuatu hal.

Piranti Konjungsi
Konjungsi berfungsi untuk merangkaikan atau mengikat beberapa proposisi dalam wacana agar perpindahan ide dalam wacana terasa lembut. Konjungsi juga sebagai sarana untuk menghubungkan dua tau lebih proposisi/ide yang tertuang dalam kalimat, konjungsi digunakan sebagai sarana trnsformasi rapatan. Khusus konjungsi anatarkalimat digunakan sebagai sarana transformasi lanjut.
Konjungsi dugunakan dengan mempertimbangkan logika berpikir. Penggunakan konjungsi yang tidak memeprhatikan logika berpeikir akan membuat wacana tidak apaik, teterutama dilihat dari kepudannya.

Piranti Urutan Waktu
Proposisi-proposisi yang emnunjukan tahapan-tahapan seperti awal, pelaksanaan, dan penyelesaian dapat disusun dengan menggunakan urutan waktu. Urutan waktu dapat dapat dimuali dengan proposisi yang emnunjukan tahap awal dan dilanjutkan ketahap selanjutnya. Dalam bahasa Indonesia tulis, piranti kohesi yang menunjukan urutan waktu seperti: setelah itu, mula-mula, akhirnya, lalu.

Piranti Pilihan
Dalam penggunaan bahasa Indonesia kemungkina untuk memilih suatu peristiwa, barang-barang, keadaan, dan sebagainya dapat dijumpai dalam secara tertulis. Dalam menyatakan dua proposisi yamg menunjukan pilihan sering menggunakan kata “atau”.

Piranti Alahan
Piranti ini menunjukan sebuah suatu peristiwa atau hal yang tidak bisa menyebabkan peristiwa lain, tapi muncul dalam hal itu. contoh:
“mendung kelabu menyelimuti kota metropolitan itu kemarin. Meskipun begitu, tak setetes air pin yang jatuh.”
Hubungan alahan antara dua proposisi dihubungkan degan frase seperti: meski(pun) demikian, meski(pun) begitu, kendati(pun) demikian, kendatipun begitu, biar pun demikian,  dan biarpun begitu.

Piranti Parafrase
Dalam proses berkomunukasi, ada kalanya pengirim pesan dalam mengungkapkan sesuatu merasa masih ada sesuatu pesan yang tersirat (termasuk implikatur) dalam ujaran. Ababila proposisi yang diungkapakan itu tidak berbededa dengan sebelumnya, biasanya digunakan piranti kohesi yan menunjukan paraphrase tersebut. Paraphrase merupakan suatu ungkapan lain yang lebih mudah dimengerti. Buasnya menggunakan frase “dengan kata lain”.  Contoh:
“ perlu juga diperhatikan bahwa sejumblah teori dan pendekatan tersebut, bagi pembaca justru saling melengkapi. Dengan kata lain, apabila tujuan pembaca ingin memahami keseluruhan aspek dalam karya sastra, tidak mungkin mereka memilki satu pendekatan.”
Dalam contoh tersebut,proposisi yang mengikuti dengan kata lain sebenarnya telah dinyatakan dalam kalimat sebelumnya, tetapi tidak diungkapkan dengan yang dinyatakan tersurat.

Piranti Ketidakserasian
Kadang-kadang prorposisi yang diurutkan menunjukan ketidakserasian. Ketidakserasian itu biasanya ditandai dengan perbedaan proposisi yang terkandung didalamnya, bahkan sampai pada pertentangan. Dua proposisi yang tidak serasi biasanya diurutkan dengan piranti tidak serasian. Bentuk ini biasanya dintandai dengan kata atau frase seperti: padahal, dalam kenyataanya, dan sebagainya.

Piranti Serasian
Pranti keserasian digunakan apabila dua buah proposisi itu menunjukan hubungan yang selaras atau sama. Hubungan kesamaan tidak menunujukan adanya penambahan informasi sebelumnya, melainkan adanya perlakuan yang sama antara proposisi sebelumnya  dan yang mengikutinya. Bentuk ini dapan ditandai dengan frase seperti: demikian jua.

Piranti Tambahan (Aditif)
Terkadang informan tidak memberikan seluruh informasi denga menggunakan satu kalimat.  Dalam hal ini penutur menyampaikan dengan cara bertahap. Informasi tambahan itu terkadang lepas dari isi informasi sebelumnya. Untuk itu perlu adanya  piranti kohesi tamabahan agar tampak ada hubungan maknawi.piranti ini, tekadang menghubungkan dua proposisi atau lenih. Piranti konjungsi tambahan antara lain: selain itu, tambahan lagi, pula, juga, selanjutnya, dan, disamping itu.



Piranti Pertentangan (kontras)
Dalam pemakaina bahasa terkang dijumpai atau ditemukan hubungan pertentangan. Hubungan ini terjadi apabila kedua proposisi menunjukan kebalikan atau kekontrasan. Piranti yang biasa digunakan misalnya: (akan) tetapi, sebaliknya, namun, dan sebagainya.

Piranti pebandingan (komparatif)
Dalam perbandingan dapat diketahui ada perbedaan dan persamaan. Piranti transisi perbandingan digunakan untuk menunjukan adanya hubungan persamaan atau perbedaan antar baian yang satu dengan yang lain. Piranti yang biasa digunakan misalnya: sama halnya, berbeda dengan hal itu, sperti, dlam hal seperti itu, lebih dari itu, serupa denga itu, dan sejalan dengan itu.

Piranti Sebab Akibat
Sebab akaibat merupakan kondidi yang saling berhubungan. Hubungan sebab kaibat wacana yang apik ditunjukan oleh piranti akibat-akibat seperti: akibatnya, konsekuensinya, dengan demikian, oleh sebab itu, oleh karena itu.

Piranti Harapan (optatif)
Hubungan optatif terjadi pabila dan proposisi yang mengandung suatu harapan atau doa.sebuah ide yang mnunjukan suatu harapan atau doa biasanya didahului dengan piranti optatif, seperti:  mudah-mudahan,semoga saja, dan sebagainya.

Piranti Ringkasan atau Simpulan
Piranti tersebut berguna untuk mengantarkan rigkasan dari bagian yang berisi uarian. Kata-kata yang sering digunakan dalam piranti ini adalah singkatnya, pendeknya, pada umunya, jadi, kesimpulannya, dengan ringkasnya, dan sebagainya.

Piranti Misalan atau Contohan
Piranti ini berguna untuk memperjelas urain dengan sebuah contoh, dan biasanya kata yang digunakan adalah contohnya, misalnya, umpamanya, dan sebainya.

Piranti Keragu-raguan (dubitatif)
Piranti tersebut digunakan untuk mengantarkan bagian yang masih mengandung keraguan.kata yang digunakan adalah jangan-jangan, barang kali, kemungkina besar, dan sebainya.

Piranti Konsese: memang, tentu saja
Dalam memberikan penjelasan, adaklanya pengirim pesan mengakui kesalahan atau kekurangan yang terjadi di luar jalur yang dibicarakan. Pengakuan itu dapat dinyatakan dengan kata memang tau tentu saja. Proposisi itu disadari oleh pengirim pesan, tetapi yang bersngkutan tidak dapat mengatasi hal yang diakui itu.


Piranti Tegasan
Dalam menyampaikan suatu pesan atau informasi adakalanya pemberi pesan melakukan penyampaian pesan dengan cara penegasan. Proposisi ini pada dasarnya sama dengan proposisi sebelumnya. Perbedaanya pada proposisi yang ditegaskan ad suatu usaha kesengajaan mengatakan untuk menyatakan sperti kata: bahkan, apalagi, dan sengainya.

Piranti Jelasan
Adakalnya pengirim pesan belum puas dalam menyampaikan pikiran, perasaan, keadaan, dan suatu hal Karena ia merasa pesan yang dikirim belum seluruhnya dipahami. Untuk tiu ia menyampaikan kembali dengan jelas. Piranti ini ditandai dengan: yang dimaksud, artinya, dan sebagainya.

Piranti Kohesi Leksikal
Secara umum piranti kohesi leksikal berupa kata dan frasebebasyang mampu mempertahankan hubungan kohesif dengan kalimat sebelumnya.  Menurut Rentel piranti kohesi leksikal ada dua macam, yaitu reiterasi (pengulangan) arinya piranti kohesi yang digunanakan dengan emngulang suatu proposisi atau begian darinproposisi. Reiterasi ini meliputi repitisi dan ulangan hiponim. Kolokasi kata yang menunjukan adanya hubungan kedekatan tempat (lokasi).

Reiterasi (pengulangan)
Reiterasi itu pada umunya lebih mudah digunakan tetapi harus dalam jumblah yang terbatas. Penggunaan reiterasi dapat menyababkan gangguan keapikan bentuk wacana.

Repetisi (ulangan)
Salah satu cara untuk mempertahankan hubungan kohesif antar alimat. Hubungan itu dibentuk dengan mengulang sebagian kalimat. Dengan mengulang, berarti terkait dengan antara topik kalimat yang satu dengan kalimat sebelum diulang.
a.       Ulangan penuh
Ulangan penuh penuh berarti mengulang satu fungsi secra penuh, tanpa pengurangan dan perubaha bentuk. Berfungsi untuk member tekanan pada bagian yang diulang.
b.      Ulangan dengan bentuk lain
Terjadi apabila sebuah kata diulang denga kontruksi atau bentuk kata kata lain yang masih mempunyai bentuk dasar yang sama. Ulang bentuk lain itu dapat berupa ulangan dengan kata yang benar-benar lain, tapi acuan yang dimaksud tetap terkait.
c.       Ulangan dengan kata lain
Ulangan ini sama dengan penggunaan kata ganti (subtitusi). Untuk menghubungkan antar kalimat dapat dilakukan dengan mennganti bentuk lain seperti kata ganti.




Ulangan Dengan Hipnim
Dalam kehidupan sehari-hari, telah dikenal kata superordinatyang mempunyai beberapa subordinat. Pengulangan yang terjadi pada kata subordinat disebut ulangan dengan hiponim. Pengulangan ini menunjkan adanya keterkaitan antara bagian yang mengandung unsure superordinat dengan bagian yang mengndung unsur subordinat.

Kolokasi
Suatu hal yang berdektan atau berdampingan dengan hal yang lain biasanya diasosiasikan sebagai satu kesatuan. Seperti ikan dan air sering diasosiasikan membentuk satu kesatuan.kalau keadaany seperti itu, secara psikologis akan ditarik suatu simpulan kolokasi.

Piranti Koherensi
Dengan menngunakan piranti kohesi diharapkan suatu wacana dapat menjadi koherensi. Koherensi mengacu pada aspek tuturan, bagaimana proposisi yang terselubung disimpulkan untuk menginterpretasikan tindakan ilokusinya dalam membentuk suat wacana (Widdowson, 1979). Koherensi wacana tidak hanya terletak adanya pirate kohesi, masih banyak factor lain yang memungkinkan terciptanya koherensiitu, antara lain latar belakang pengetahuan pemakai bahasa atas bidang permasalahan, pengetahuan atas latar belakang budaya dan social, kemampuan “membaca” tentang hal-hal yang tersirat, dan lain-lain (van de Velde, 1984).
“(a) Guntur kembali bergema dan hujan menderas lebih hebat lagi. (b) Hati Darsa makin kecut…”
Biarpun tidaka ada pemerkah hubungan yang jelas antara kalimat (a) dan (b), tiap pembaca akan menafsirkan makna klimat (b) mengikuti kalimat (a). dalam penegrtian relasi yang jelas tentang hubungan-hubungan semantic, tidak menjadi kriteria dalam bagi identifikasi dan pemahaman wacana. Disamping itu adanya kohesi (formal) belum menjadi jaminan bagi identifikasi wacana. Pembaca tidak akan mencari koherensi antara kalimat-kalimat itu dalam urutannya dan tidak semata-mata menemukan pemerkah-pemerkah kohesi (Samsuri, 1987).
Syarat lain terciptanya koherensi wacana, selain penataan urutan kalimat bahwa proposisi itu haris positif. Hal lain yang memegang peran dalam menciptakan koherensi ialah yang disebut praanggapan, praanggapan yang logis memungkinkan kita mengetahui hal-hal yang tersirat dalam wacana kita yang kita dengar/baca.
Praanggapan bersifaf pragmatic, membekali kita tentang pengetahuan yang secara kodrati kita serap sedikit demi sedikitdari fenomene alam sekitar. Salah satunya penetahuan tentang benda. Benda apapun di dunia ini memiliki hubungan wajib yang secara konseptual tidak bisa dilepaskan daripadanya.benda rumah memiliki bagian-bagian wajib, seperti: atap, pintu, jrndrla, dan sebagainya. Apabila induknya sudah disebutkan, maka dengan sendirinya bagian-bagian wajib lain telah ikut diperkenalkan  sehingga bagian-bagian itu menjadi informasi lama.
Factor-faktor lain seperti gografis dan kesadaran budaya dapat pula member pegaruh koherensi wacana. Contoh:
“(a) Dono membeli rumah minggu lalu. (b) Lantainya dua meter dari tanah.”
Kedua tuturan itu memiliki kepaduan bagi mereka yang mempunyai budaya rumah tinggi, sedangkankelompok yang lain, yang lantai rumahnya pada umumnya setara dengan tanah, tuturan itu dianggap aneh.
Disamping itu, pemahaman wacana juga ditentukan oleh variasi ujaran dalam situasi ujaran yang berbeda. Penguraian sumber variasi menghendaki sejumblah persyaratan, misalnya kita harus melihat peranan partisipan tutur, hubungan antar partisipan: apakah mereka itu sahabat, orang asing, orang muda, orang tua, berasal dari status yang sama, dan seterusnya. Semua factor itu sangat mempengaruhi apa yang dituturkan dan bagaimana sesuatu itu dituturkan. Tugas pendengar/pembaca adalah menguraikan topik tuturan dan dalam situasi bagaimana tuturan itu terjadi.
Ada ahli menyatakan bahwa koherensi atau inkoherensi dalam urutan ujaran dalam wacana tidak didasarkan hubungan antara tuturan-tuturan, melainkan “antara tindakan-tindakan yang dilakukan oleh ujaran-ujaran itu”.
A                  : “ada teleon”
B                   :”saya sedang mandi”
C                   : “baiklah”
Untuk memahami ujaran tersebut, kita harus menggunakan informasi  yang terkandung di dalam ujaran-ujaran yang diungkapkan dan juga sesuatu yang lain yang dilibatkan dalam penafsiran wacana itu.percakapan semacam itu akan depat dipahami denga baik melaui tindakan-tindakan konvensional yang dilakukan oleh partisipan dalam percakapan itu.apabila dalam tiap ujaran diatas, diperlakukan sebagai tindakan dalam urutan konvensional, kita dapat menerima urutan itu sebagai urutan wacana yang koheren (runtut).