Kohesi dan Koherensi Wacana
Pengertian Kohesi dan Koherensi
Suatu
teks memerlukan sebuah unsur pemebntuk teks. Kohesi adalah salah satu unsur
pembebtuk teks yang penting. Bown dan Yule (1983:191) menyatakan bahwa unsure
pembentuk itulah yang membedakan sebuah rangkaian kalimat sbagai tek atau bukan teks. Kohesi adalah
hubungan dalam teks yang oleh penggunaan unsur bahasa. Untuk menghubungkan
informasi antarkalimat dalam wacana digunakan kata hal itu, disamping itu, dan
akibatnya. Kata-kata itu dapat dilihat jelas, yang disebut sebagai katon atau
pengikat formal. Selanjutnya, istilah yang digunakan untuk mengacu katon itu
disebut kohesi.
Untuk
membentuk wacana yang baik tidak cukup hanya menggunakan kohesi, ada hal lain
yang harus diperhatikan untuk menciptakan relefansi dan faktor tekstual luar
yang ikut dapat membantu menciptakan suatu kondisi yang membentuk wacana yang
utuh. Faktor lain itu adalah koherensi teks.
Kohesi
wacana ditentukan oleh hubungan yang tampak antar bagiannya, Yang ditandai
berupa katon atau pengikat formal namun belum menjamin tersusunnya wacana yang
baik dan utuh. Perlu adanya koherensi
untuk membentuk wacna yang utuh dan baik. Koherensi adalah kepaduan
hubungan maknawi antar bagian-bagian
wacana.
Wacana
kohesi berbeda dengan wacana padu. Pada wacana kohesif menggunakan menggunakan
kohesi pengulangan kata dalam setiap kalimat pada paragraph. Namun, paragraph itu tidak padu dan
digolongkan paragraph yang jelek, sebab antar bagian dalam peragraf tersebut
tidak memiliki hubungan maknawi atau koherensi. Sedangkan pada wacana padu, bagian-bagian
pada wacana saling mempunyai kaitan secara maknawi, misalnya kalimat yang
merupakan penjelasan rinci kalimat sebelumnya. Jadi untuk mciptakan wacana yang
yang baik dan padu harus terdapat dua unsur diatas, tidak hanya kohesif namun
harus ada hubungan maknawi, begitu juga sebaliknya.
Ada wacana yang mempunyai koherensi
baik, namun tidak menampakkan kohesinya. Hal ini dapat kita lihat dalam contoh
percakapan. Misalnya dalam konteks percakapan sesorang menyampaikan pesan
kepadaorang lain bahwa dia tidak bias mengankat telpon kerena sedang sedang
mandi.
A : ada telepon.
A : ada telepon.
B :
aku sedang mandi.
C :
beres.
Telah terjadi lompatan ide, namun tetap
memiliki hubungan maknawi dan itu semua
tidak terlepas dari konteks.
Dapat diketahui bahwa kohesi hanya
merupakan salah satu cara membentuk koherensi.menurut Rantel (1986:288) ada
beberapa cara lain untuk menciptakan
koherensi.
koherensi tersebut
dapat diciptakan dengan menggunakan bentuk-bentuk yang mempunyai hubungan
parataksis dan hipotaksis. Parataksis dapat diciptakan dengan menggunakan
pernyataan atau gagasan yang sejajar dan subkoordinatif. Penataan koordinatif
berarti menata ide yang sejajar secara berurutan.
Contoh:
a. Manusia
bernafas dengan paru-paru.
b. Ikan
menggunkan insang.
Bila keduanya
diurutkan, akan mudah menganilisnya karena memiliki hubungan kesejajaran, yaitu
system pernapasan,dan oleh itu kedua topic tersebut memiliki hubungan
koherensi.
a. Rumah
pak gubernur sangat indah.
b. Lantainya
terbuat dari keramik buatan Italia dan lampunya terbuat dari Kristal dari sana
juga.
Lantai merupakan
subkoordinatif (bawahan) dari kata rumah. Kedua kalimat menunjukan hubungan
subkoordinatif, dan mudah dipahami.
Hubungan hipotesis
dapat diciptakan dengan mengungkapkan kondisional dan penambahan/kelanjutan.
Contoh:
a. Dia
bekerja keras memperjuangkan hak asasi manusia selama bertahun-tahun.
b. Kemarin,
dia mendapatkan piagam penghargaan dari presiden.
Hubungan kedua kalimat
tersebut ada karena mengandung hubungan kondisioanal. Selanjutnya comtoh
hubungan penambahan.
a. Kemarin
mobil Nyoman hampir dicuri orang.
b. Untunglah
ada peronda yang mengatahuinya.
Kalimat tersebut
mengandung hubungan penambahan secara sistematis, sehingga hubungan kedua
kalimat tersebut dapat dikenali.
Koherensi wacana dapat
dibentuk dengan menyusun ide-ide secara runtut, logis dan tidak keluar dari
topik.
Piranti Kohesi (cohesion device)
Menurut Halliday dan Hasan (1976), unsur
kohesi terdiri dari dua macam, yaitu gramatikal dan leksikal. Hubungan
gramatikal diklasifikasikan berdasarkan bentuk bhasa yang digunakan. Hubungan gramatikal dibedakan menjadi referensi,
subtitusi, dan elips. Selanjutnya hubungan laksikal diciptakan dengan
menggunakan bentuk-bentuk leksikal seperti reiterasi dan kolokasi.
Unsur elips merupakan penghilangan
unsure bahasa yang senestinya digunakan , berarti elips itu menghilangkan
unsure bahasa yang tampak yang dapat menunjukan hubungan kohasif. Contoh:
a. Apakah
kamu suka segalas bir?
b. Ya,
saya suka.
Selanjutnya, piranti
kohesi gramatikal yang berupa referensi dan subtitusi (Brown dan Yule, 1983;
Cook, 1989) sangat sulit dibedakan. Referensi biasanya dibedakan menjadi dua, yaitu
eksofora dan endofora. Endofora meliputi anaphora dan kataforatidak dapat
dibedakan dengan subtitusi. Tapak jelas pada Brown dan Yule (1983). Mereka
tidak membedakan secara tegas antara endofora dan subtitusi. Disamping itu,
eksofora (Brown dan Yule, 1983) dimaksudkan untuk menunjukan hubungan teks
dengan unsure luar, seperti contoh:
Lihat itu. (itu =
matahari)
Hal tersebut tmpak jelas bahwa eksofora
bukan merupakan piranti kohesi, karena tidak menunjukan hubunagan antar bagia
dalam teks, dan lebih cocok digunakan sebagai unsur koherensi teks.
Selain hal d atas, kohesi dapat
diciptakan dengan piranti konjungsi. Berdasrka taksonomi Brown dan Yule (1983)
piranti konjungsi meliputi:
a.
Penambahan: dan, atau, selanjutnya,
senada, tambahan, dan sabagainya.
b.
Adversative: tetapi, namun, sebaliknya,
meskipun demikian, dan sebagainya.
c.
Kausal: konsekuensinya, akibatnya, dan
sebagainya.
d.
Waktu: kemudian, setelah itu, satu jam
kemudian, dan sebagainya.
Piranti kohesi yang
digunakan orang dewasa ternyata sangat berbeda dengan piranti kohesi yang
digunakan anak-anak. Keenan (1983) menyimpulakan piranti kohesei pada anak-anak
berkembang sesuai dengan perkembangannya.pada ana usia 2,5 tahun piranti kohesi
yang digunakan adalah repitisi. Namun repitisi yang digunakan anak-anak dan
orang dewasa berbeda, menurut Brown seperti berikut:
a.
Pengulangan bentuk secara penuh,
b.
Pengulanngan sebgian bentuk,
c.
Pengulangan dengan penggangtian,
d.
Pengulangan dengan pronominal, dan
e.
Pengulangan dan penghilangan.
Piranti
Kohesi Gramatikal
Piranti ini merupakan piranti atau
penanda kohesi yang melibatkan unsur-unsur kaidah bahasa. Digunakan untuk
menghubungkan ide antar kalimat yang terbatas. Dalam bahasa Indonesia
meggunakan piranti gramatikal sebagai berikut:
Referensi
Secara tradisonal refensi berate
hubungan antar kalimat dengan benda. Menurut Lyons (1079:404) mengatakan bahwa
antara kata dan bendanya hubungan refensial: kata-kata penunjuk benda. Menurut
Lyons, ketika membicarakan referensi tanpa melihat sipenutur tidaklah benar, si
penuturlah yang tahu tentang refesi kalimatnya.
Halliday dan Hasaan membedakan referensi
menjadi dua, yaitu eksoforis dan endoforis. Referensi eksoforis adalah
pengacuan terhadap antaseden yang terdapat diluar bahasa. Sebaliknya endoforis
pengacuan terhadap antaseden di dalam teks. Dalam analisis wacana, referensi
itu sebagai tindak tanduk penutur.
Refensi sebuah kalimat ditentukan oleh penutur, dan lawan tutur hanya
hanya dapat menduga, dan dugaan itu bias benar bias salah.
Refensi
Eksofora dan Endofora
Eksofora adalah pengacuan anteseden
diluar bahasa, yaitu konteks situasi. Sebagai contoh: itu matahari.kata itu pada
tuturan mengacu pada sesuatu diluar teks, yaitu benda yang berpijar yang
menerangi ala mini. Sedangkan endofora adalah pengacuan terhadap anteseden di dalam
teks. Apabila yang ditunjuk itu sudah lebih dahulu diucapkan atau sudah ada ada
pada kalimat yang lebih dahulu disebut anafora (refensi mundur ke belakang),
dan jika yang ditunjuk berada didepan atau pada kalimat sesudahnya maka disebut
katafora (refensi ke depan).
Refensi Anafora dan Katafora
Jiak sesuatu atau halyang diacu
(anteseden) lebih dahulu diturunkan atau pada kalimat yang lebih dahulu sebelum
pronomina dinamakan anafora, sedangkan anteseden yang ditemukan sesudah
pronomina dinamakan katafora. Baik refensi anaphora atau katafore menggunakan
pronominal persona, pronominal penunjuk, dan pronominal komparatif.
Pronomina
Persona
Merupakan dieksis yang mengacu pada
orang secara berganti-gantibergantung pada “topeng”(proposan) (Fillmore dalam Bright,
1992;281-2)yang diperenkan oleh partisipasi wacana. Pronominal berfungsi
sebagai sebagai alat kohesi baik dalam anaphora maupun katafora. Dan juga
pronominal ketiga enklinik –nya
merupakan alat kohesi wacana.
Perincian prinimuna dalam bahasa Indonesia
a. Pronominal
Takrif
-
Persona pertama : (tunggal) saya, aku, dan (jamak) kami, kita.
-
Persona kedua : (tunggal) kamu, engkau, anda, dan (jamak) kalia, kamu
sekalian.
-
Persona ketiga : (tunggal) dia, ia, beliau, dan (jamak) mereka.
b. Pronominal
tidak Takrif: beberapa, sejumblah, sesuatu, suatu, seseorang, para,
masing-masing, siapa-siapa.
Persona insane mengacu pada orang
sedangkan persona noninsani mengacu selain orang. Persona dalam relasi posesifa
adalah pronominal persona yang berelasi kepemilikan, baik enklitik maupun
bebas. Pronominal persona dalam relasi yang dienklitikkan tau tidak tersaing
yang selalu melekat pada unsure keseluruhannya, seperti hubungan anatra ayam
dan kakinya, sedangkan posesif terasingkan sesuatu itu tidak melekat pada
sesuatu itu, sperti ayam dan kandangnya.
Pronomina
Demonstratif
Adalah kata diektis yang dipaki untuk
menunjuk (menggantikan) nomina.pronimina ini dibedakan menjadi pronominal demonstatif tunggal; ini dan itu,
demnstratif turunan; berikut, sekian, demonstrative gabungan; di sini, di situ,
di sana, di sana sini, dan demonstrative reduplikasi; begitu-begitu
(Kridaklasana, et al., 1985). Lyons menjelaskan pronomina demonstratif terdapat
komponen ketentuan; yang ini dan yang itu. selain itu terdapat juga komponen
berjarak dan yidak berjarak, baik menunjukan sesuatu yang jauh ataupundekat.
Pronomina
Komparatif
Adalah dieksis yang menjadi bandingan
bagi antesedennya. Kata yang masuk dalam
pronomina komparatif seperti sama, persis, identik, serupa, segitu serupa,
selain, berbeda, dan sebagainya.
Penggantian
(subtitusi)
Subtitusi adalah penyuliha suatu unsur
unsur wacana dengan unsur lain yang
acuannya tetap sama, dalam hubungan antarbentuk kata atau bentuk lainyang lebih
besar dari kata (Halliday dan Hassan, 1979; Quirk, 1985:863).subtitusi
merupakan hubunga leksikogramatikal, yakni hubungan tersebut ada pada level
tata bahasa dan kosa kata. Subtitusi mempunyai referen setelah ditautkan dengan
unsur yang diacunya. Secara umum penggaintian itu dapat berupa kata ganti
orang, tempat, dan sesuatu hal.
Piranti
Konjungsi
Konjungsi berfungsi untuk merangkaikan
atau mengikat beberapa proposisi dalam wacana agar perpindahan ide dalam wacana
terasa lembut. Konjungsi juga sebagai sarana untuk menghubungkan dua tau lebih
proposisi/ide yang tertuang dalam kalimat, konjungsi digunakan sebagai sarana
trnsformasi rapatan. Khusus konjungsi anatarkalimat digunakan sebagai sarana
transformasi lanjut.
Konjungsi dugunakan dengan
mempertimbangkan logika berpikir. Penggunakan konjungsi yang tidak
memeprhatikan logika berpeikir akan membuat wacana tidak apaik, teterutama
dilihat dari kepudannya.
Piranti
Urutan Waktu
Proposisi-proposisi yang emnunjukan
tahapan-tahapan seperti awal, pelaksanaan, dan penyelesaian dapat disusun
dengan menggunakan urutan waktu. Urutan waktu dapat dapat dimuali dengan proposisi
yang emnunjukan tahap awal dan dilanjutkan ketahap selanjutnya. Dalam bahasa
Indonesia tulis, piranti kohesi yang menunjukan urutan waktu seperti: setelah
itu, mula-mula, akhirnya, lalu.
Piranti
Pilihan
Dalam penggunaan bahasa Indonesia
kemungkina untuk memilih suatu peristiwa, barang-barang, keadaan, dan
sebagainya dapat dijumpai dalam secara tertulis. Dalam menyatakan dua proposisi
yamg menunjukan pilihan sering menggunakan kata “atau”.
Piranti
Alahan
Piranti ini menunjukan sebuah suatu
peristiwa atau hal yang tidak bisa menyebabkan peristiwa lain, tapi muncul
dalam hal itu. contoh:
“mendung kelabu menyelimuti kota
metropolitan itu kemarin. Meskipun begitu, tak setetes air pin
yang jatuh.”
Hubungan alahan antara dua proposisi
dihubungkan degan frase seperti: meski(pun) demikian, meski(pun) begitu,
kendati(pun) demikian, kendatipun begitu, biar pun demikian, dan biarpun begitu.
Piranti
Parafrase
Dalam proses berkomunukasi, ada kalanya
pengirim pesan dalam mengungkapkan sesuatu merasa masih ada sesuatu pesan yang
tersirat (termasuk implikatur) dalam ujaran. Ababila proposisi yang
diungkapakan itu tidak berbededa dengan sebelumnya, biasanya digunakan piranti
kohesi yan menunjukan paraphrase tersebut. Paraphrase merupakan suatu ungkapan
lain yang lebih mudah dimengerti. Buasnya menggunakan frase “dengan kata
lain”. Contoh:
“
perlu juga diperhatikan bahwa sejumblah teori dan pendekatan tersebut, bagi
pembaca justru saling melengkapi. Dengan kata lain, apabila tujuan
pembaca ingin memahami keseluruhan aspek dalam karya sastra, tidak mungkin
mereka memilki satu pendekatan.”
Dalam contoh tersebut,proposisi yang
mengikuti dengan kata lain sebenarnya
telah dinyatakan dalam kalimat sebelumnya, tetapi tidak diungkapkan dengan yang
dinyatakan tersurat.
Piranti
Ketidakserasian
Kadang-kadang prorposisi yang diurutkan
menunjukan ketidakserasian. Ketidakserasian itu biasanya ditandai dengan
perbedaan proposisi yang terkandung didalamnya, bahkan sampai pada
pertentangan. Dua proposisi yang tidak serasi biasanya diurutkan dengan piranti
tidak serasian. Bentuk ini biasanya dintandai dengan kata atau frase seperti:
padahal, dalam kenyataanya, dan sebagainya.
Piranti
Serasian
Pranti keserasian digunakan apabila dua
buah proposisi itu menunjukan hubungan yang selaras atau sama. Hubungan
kesamaan tidak menunujukan adanya penambahan informasi sebelumnya, melainkan
adanya perlakuan yang sama antara proposisi sebelumnya dan yang mengikutinya. Bentuk ini dapan
ditandai dengan frase seperti: demikian jua.
Piranti
Tambahan (Aditif)
Terkadang informan tidak memberikan
seluruh informasi denga menggunakan satu kalimat. Dalam hal ini penutur menyampaikan dengan
cara bertahap. Informasi tambahan itu terkadang lepas dari isi informasi
sebelumnya. Untuk itu perlu adanya
piranti kohesi tamabahan agar tampak ada hubungan maknawi.piranti ini,
tekadang menghubungkan dua proposisi atau lenih. Piranti konjungsi tambahan
antara lain: selain itu, tambahan lagi, pula, juga, selanjutnya, dan, disamping
itu.
Piranti
Pertentangan (kontras)
Dalam pemakaina bahasa terkang dijumpai
atau ditemukan hubungan pertentangan. Hubungan ini terjadi apabila kedua
proposisi menunjukan kebalikan atau kekontrasan. Piranti yang biasa digunakan
misalnya: (akan) tetapi, sebaliknya, namun, dan sebagainya.
Piranti
pebandingan (komparatif)
Dalam perbandingan dapat diketahui ada
perbedaan dan persamaan. Piranti transisi perbandingan digunakan untuk
menunjukan adanya hubungan persamaan atau perbedaan antar baian yang satu
dengan yang lain. Piranti yang biasa digunakan misalnya: sama halnya, berbeda
dengan hal itu, sperti, dlam hal seperti itu, lebih dari itu, serupa denga itu,
dan sejalan dengan itu.
Piranti
Sebab Akibat
Sebab akaibat merupakan kondidi yang
saling berhubungan. Hubungan sebab kaibat wacana yang apik ditunjukan oleh
piranti akibat-akibat seperti: akibatnya, konsekuensinya, dengan demikian, oleh
sebab itu, oleh karena itu.
Piranti
Harapan (optatif)
Hubungan optatif terjadi pabila dan
proposisi yang mengandung suatu harapan atau doa.sebuah ide yang mnunjukan
suatu harapan atau doa biasanya didahului dengan piranti optatif, seperti: mudah-mudahan,semoga saja, dan sebagainya.
Piranti
Ringkasan atau Simpulan
Piranti tersebut berguna untuk
mengantarkan rigkasan dari bagian yang berisi uarian. Kata-kata yang sering
digunakan dalam piranti ini adalah singkatnya, pendeknya, pada umunya, jadi,
kesimpulannya, dengan ringkasnya, dan sebagainya.
Piranti
Misalan atau Contohan
Piranti ini berguna untuk memperjelas
urain dengan sebuah contoh, dan biasanya kata yang digunakan adalah contohnya,
misalnya, umpamanya, dan sebainya.
Piranti
Keragu-raguan (dubitatif)
Piranti tersebut digunakan untuk
mengantarkan bagian yang masih mengandung keraguan.kata yang digunakan adalah
jangan-jangan, barang kali, kemungkina besar, dan sebainya.
Piranti
Konsese: memang, tentu saja
Dalam memberikan penjelasan, adaklanya
pengirim pesan mengakui kesalahan atau kekurangan yang terjadi di luar jalur
yang dibicarakan. Pengakuan itu dapat dinyatakan dengan kata memang tau tentu saja. Proposisi itu disadari oleh pengirim pesan, tetapi yang
bersngkutan tidak dapat mengatasi hal yang diakui itu.
Piranti
Tegasan
Dalam menyampaikan suatu pesan atau
informasi adakalanya pemberi pesan melakukan penyampaian pesan dengan cara
penegasan. Proposisi ini pada dasarnya sama dengan proposisi sebelumnya.
Perbedaanya pada proposisi yang ditegaskan ad suatu usaha kesengajaan
mengatakan untuk menyatakan sperti kata: bahkan, apalagi, dan sengainya.
Piranti
Jelasan
Adakalnya pengirim pesan belum puas
dalam menyampaikan pikiran, perasaan, keadaan, dan suatu hal Karena ia merasa
pesan yang dikirim belum seluruhnya dipahami. Untuk tiu ia menyampaikan kembali
dengan jelas. Piranti ini ditandai dengan: yang dimaksud, artinya, dan
sebagainya.
Piranti Kohesi Leksikal
Secara umum piranti kohesi leksikal
berupa kata dan frasebebasyang mampu mempertahankan hubungan kohesif dengan
kalimat sebelumnya. Menurut Rentel
piranti kohesi leksikal ada dua macam, yaitu reiterasi (pengulangan) arinya
piranti kohesi yang digunanakan dengan emngulang suatu proposisi atau begian
darinproposisi. Reiterasi ini meliputi repitisi dan ulangan hiponim. Kolokasi
kata yang menunjukan adanya hubungan kedekatan tempat (lokasi).
Reiterasi
(pengulangan)
Reiterasi itu pada umunya lebih mudah
digunakan tetapi harus dalam jumblah yang terbatas. Penggunaan reiterasi dapat
menyababkan gangguan keapikan bentuk wacana.
Repetisi
(ulangan)
Salah satu cara untuk mempertahankan
hubungan kohesif antar alimat. Hubungan itu dibentuk dengan mengulang sebagian
kalimat. Dengan mengulang, berarti terkait dengan antara topik kalimat yang
satu dengan kalimat sebelum diulang.
a.
Ulangan penuh
Ulangan
penuh penuh berarti mengulang satu fungsi secra penuh, tanpa pengurangan dan
perubaha bentuk. Berfungsi untuk member tekanan pada bagian yang diulang.
b.
Ulangan dengan bentuk lain
Terjadi
apabila sebuah kata diulang denga kontruksi atau bentuk kata kata lain yang
masih mempunyai bentuk dasar yang sama. Ulang bentuk lain itu dapat berupa
ulangan dengan kata yang benar-benar lain, tapi acuan yang dimaksud tetap
terkait.
c.
Ulangan dengan kata lain
Ulangan
ini sama dengan penggunaan kata ganti (subtitusi). Untuk menghubungkan antar
kalimat dapat dilakukan dengan mennganti bentuk lain seperti kata ganti.
Ulangan
Dengan Hipnim
Dalam kehidupan sehari-hari, telah
dikenal kata superordinatyang mempunyai beberapa subordinat. Pengulangan yang
terjadi pada kata subordinat disebut ulangan dengan hiponim. Pengulangan ini
menunjkan adanya keterkaitan antara bagian yang mengandung unsure superordinat
dengan bagian yang mengndung unsur subordinat.
Kolokasi
Suatu hal yang berdektan atau
berdampingan dengan hal yang lain biasanya diasosiasikan sebagai satu kesatuan.
Seperti ikan dan air sering diasosiasikan membentuk satu kesatuan.kalau
keadaany seperti itu, secara psikologis akan ditarik suatu simpulan kolokasi.
Piranti
Koherensi
Dengan menngunakan piranti kohesi
diharapkan suatu wacana dapat menjadi koherensi. Koherensi mengacu pada aspek
tuturan, bagaimana proposisi yang terselubung disimpulkan untuk menginterpretasikan
tindakan ilokusinya dalam membentuk suat wacana (Widdowson, 1979). Koherensi
wacana tidak hanya terletak adanya pirate kohesi, masih banyak factor lain yang
memungkinkan terciptanya koherensiitu, antara lain latar belakang pengetahuan pemakai
bahasa atas bidang permasalahan, pengetahuan atas latar belakang budaya dan
social, kemampuan “membaca” tentang hal-hal yang tersirat, dan lain-lain (van
de Velde, 1984).
“(a) Guntur kembali bergema dan hujan
menderas lebih hebat lagi. (b) Hati Darsa makin kecut…”
Biarpun tidaka ada pemerkah hubungan
yang jelas antara kalimat (a) dan (b), tiap pembaca akan menafsirkan makna klimat
(b) mengikuti kalimat (a). dalam penegrtian relasi yang jelas tentang
hubungan-hubungan semantic, tidak menjadi kriteria dalam bagi identifikasi dan
pemahaman wacana. Disamping itu adanya kohesi (formal) belum menjadi jaminan
bagi identifikasi wacana. Pembaca tidak akan mencari koherensi antara
kalimat-kalimat itu dalam urutannya dan tidak semata-mata menemukan pemerkah-pemerkah
kohesi (Samsuri, 1987).
Syarat lain terciptanya koherensi
wacana, selain penataan urutan kalimat bahwa proposisi itu haris positif. Hal
lain yang memegang peran dalam menciptakan koherensi ialah yang disebut
praanggapan, praanggapan yang logis memungkinkan kita mengetahui hal-hal yang
tersirat dalam wacana kita yang kita dengar/baca.
Praanggapan bersifaf pragmatic,
membekali kita tentang pengetahuan yang secara kodrati kita serap sedikit demi
sedikitdari fenomene alam sekitar. Salah satunya penetahuan tentang benda.
Benda apapun di dunia ini memiliki hubungan wajib yang secara konseptual tidak
bisa dilepaskan daripadanya.benda rumah memiliki bagian-bagian wajib, seperti:
atap, pintu, jrndrla, dan sebagainya. Apabila induknya sudah disebutkan, maka
dengan sendirinya bagian-bagian wajib lain telah ikut diperkenalkan sehingga bagian-bagian itu menjadi informasi
lama.
Factor-faktor lain seperti gografis dan
kesadaran budaya dapat pula member pegaruh koherensi wacana. Contoh:
“(a) Dono membeli rumah minggu lalu. (b)
Lantainya dua meter dari tanah.”
Kedua tuturan itu memiliki kepaduan bagi
mereka yang mempunyai budaya rumah tinggi, sedangkankelompok yang lain, yang
lantai rumahnya pada umumnya setara dengan tanah, tuturan itu dianggap aneh.
Disamping itu, pemahaman wacana juga
ditentukan oleh variasi ujaran dalam situasi ujaran yang berbeda. Penguraian
sumber variasi menghendaki sejumblah persyaratan, misalnya kita harus melihat
peranan partisipan tutur, hubungan antar partisipan: apakah mereka itu sahabat,
orang asing, orang muda, orang tua, berasal dari status yang sama, dan
seterusnya. Semua factor itu sangat mempengaruhi apa yang dituturkan dan
bagaimana sesuatu itu dituturkan. Tugas pendengar/pembaca adalah menguraikan
topik tuturan dan dalam situasi bagaimana tuturan itu terjadi.
Ada ahli menyatakan bahwa koherensi atau
inkoherensi dalam urutan ujaran dalam wacana tidak didasarkan hubungan antara
tuturan-tuturan, melainkan “antara tindakan-tindakan yang dilakukan oleh
ujaran-ujaran itu”.
A :
“ada teleon”
B :”saya
sedang mandi”
C :
“baiklah”
Untuk memahami ujaran
tersebut, kita harus menggunakan informasi
yang terkandung di dalam ujaran-ujaran yang diungkapkan dan juga sesuatu
yang lain yang dilibatkan dalam penafsiran wacana itu.percakapan semacam itu akan
depat dipahami denga baik melaui tindakan-tindakan konvensional yang dilakukan
oleh partisipan dalam percakapan itu.apabila dalam tiap ujaran diatas,
diperlakukan sebagai tindakan dalam urutan konvensional, kita dapat menerima
urutan itu sebagai urutan wacana yang koheren (runtut).