Kamis, 16 Oktober 2014

LANDASAN PENDIDIKAN BERDASARKAN SOSIOLOGIS, POLITIK DAN EKONOMI



1.       Landasan Sosiologis Pendidikan
Kegiatan pendidikan merupakan suatu proses interaksi antara dua individu, bahkan dua generasi muda memperkembangkan diri. Kegiatan pendidikan yang sistematis terjadi di lembaga sekolah yang dengan sengaja dibentuk oleh masyarakat. Perhatian sosiologi pada kegiatan pendidikan semakin intensif. Dengan meningkatkan perhatian sosiologi pada kegiatan pendidikan tersebut, maka lahirlah cabang sosiologi pendidikan. Untuk terciptanya kehidupan bermasyarakat yang rukun dan damai, terciptalah nilai-nilai sosial yang dalam perkembangannya menjadi norma-norma sosial yang mengikat kehidupan bermasyarakat dan harus dipatuhi oleh masing-masing anggota masyarakat.
Dalam kehidupan bermasyarakat dibedakan tiga macam norma yang dianut oleh pengikutnya:
1)       Paham individualisme,
2)       Paham kolektivisme,
3)       Paham integralistik.
Paham individualisme dilandasi teori bahwa manusia itu lahir merdeka dan hidup merdeka. Masing-masing boleh berbuat apa saja menurut keinginannya masing-masing, asalkan tidak mengganggu keamanan orang lain. Dampak individualisme menimbulkan cara pandang lebih mengutamakan kepentingan individu di atas kepentingan masyarakat. Dalam masyarakat seperti ini, usaha untuk mencapai pengembangan diri, antara anggota masyarakat satu dengan yang lain saling berkompetisi sehingga menimbulkan dampak yang kuat selalu menang dalam bersaing dengan yang kuat sajalah yang dapat eksis. Berhadapan dengan paham di atas adalah paham kolektivisme yang memberikan kedudukan yang berlebihan kepada masyarakat dan kedudukan anggota masyarakat secara perseorangan hanyalah sebagai alat bagi masyarakatnya. dalam masyarakat yang menganut paham integralistik; masing-masing anggota masyarakat saling berhubungan erat satu sama lain secara organis merupakan masyarakat.
Landasan sosiologis pendidikan di Indonesia menganut paham
 integralistik yang bersumber dari norma kehidupan masyarakat:
1)       Kekeluargaaan dan gotong royong, kebersamaan, musyawarah untuk mufakat,
2)       Kesejahteraan bersama menjadi tujuan hidup bermasyarakat,
3)       Negara melindungi warga negaranya,
4)       Selaras serasi seimbang antara hak dan kewajiban.
Oleh karena itu, pendidikan di Indonesia tidak hanya meningkatkan kualitas manusia orang perorang melainkan juga kualitas struktur masyarakatnya.
Dalam sistem pendidikan. Ruang lingkup yang dipelajari oleh sosiologi pendidikan meliputi empat bidang, yaitu:
1.       Hubungan system pendidikan dengan aspek masyarakat lain, yang mempelajari:
a.       Fungsi pendidikan dalam kebudayaan
b.       Hubungansistem pendidikan dan proses control social dan system kekuasaan.
c.       Fungsi system pendidikan dala memelihara dan mendorong proses social dan perubahan kebudayaan
d.       Hubungan pendidikan dengan kelas social atau system status
e.       Fungsionalisme system pendidika formal dalam hubungannya dengan ras, kebudayaan, atau kelompok-kelompok dalam masyarakat.
2.       Hubungan kemanusian di sekolah yang meliputi:
a.       Sifat kebudayaan sekolah khususnya yang berbeda dengan kebudayaan di luar sekolah
b.       Pola interaksi social atau sruktur masyarakat sekolah.
3.       Pengaruh sekolah pada perilaku anggotanya, yang mempelajari:
a.       Peranan social guru
b.       Sifat kepribadian guru
c.       Pengaruh kepribadian guru terhadap tingkah laku siswa
d.       Fungsi sekolah dalam sosialisasi anak-anak
4.       sekolah dalam komunitas yang mempelajari pola interaksi antara sekolah dengan kelompok
social lain didalam komunitasnya, yang meliputi:
a.       Pelukisan tentang komunitas seperti tampak dalam pengaruhnya terhadap organisasi sekolah
b.       Analisis tentang proses pendidikan seperti tampak terjadi pada system social komunitas kaum
tidak terpelajar
c.       Hubungan antara sekolah dan komunitas dalam fungsi kependidikannya
d.       Factor-faktor demografi dan ekologi dalam hubungannya dengan organisasi sekolah.

Dasar dari ilmu sosiologis adalah bahwa manusia selalu hidup dalam kelompok. sosiologi adalah ilmu yang mempelajari bagaimana manusia itu berhubungan satu dengan yang lain dalam kelompoknya dan bagaimna susunan unit-unit masyarakat atau sosial di suatu wilayah serta kaitannya satu dengan yang lain (Made Pidarta, 2009).
Demikian juga dalam pendidikan, selalu melibatkan manusia dalam hubungan kelompok. Hal ini sejalan dengan pendapat Umar Tirtarahardja dan La Sulo (2005;95) bahwa kegiatan pendidikan merupakan suatu proses interaksi antara dua individu, bahkan dua generasi yang memungkinkan generasi muda dapat mengembangkan diri. Adapun bentuk-bentuk hubungan sosial dalam pendidikan meliputi:
1)       Interaksi guru-siswa;
2)       Dinamika kelompok di kelas dan di organisasi intra sekolah;
3)       Struktur dan fungsi sistem pendidikan dan
4)       Sistem masyarakat dan pengaruhnya terhadap pendidikan. (Wuradji dalam Made Pidarta, 2009)
Olehnya itu penyelenggaraan pendidikan haruslah memasukkan unsur-unsur hubungan sosial manusia sehingga baik dalam proses maupun hasilnya, pendidikan dapat mempertahankan dan meningkatkan keselarasan hidup dan pergaulan peserta didik sebagai objek dari pendidikan.
Masyarakat Indonesia setelah kemerdekaan, utamanya pada zaman pemerintahan orde baru telah banyak perubahan. Sebagai masyarakat majemuk, maka komunitas dengan ciri-ciri unik baik secara horizontal maupun vertical masih dapat ditemukan. Demikian pula halnya dengan sifat-sifat dasar dari zaman penjajahan belum terhapus seluruhnya. Namun dengan niat politik yang kuat menjadi suatu masyarakat bangsa Indonesia serta dengan kemajuan dalam berbagai bidang pembangunan. Berbagai upaya yang dilakukan, baik melalui jalur sekolah ( seperti mata pelajaran PKn, pendidikan sejarah, dll) maupun jalur pendidikan luar sekolah (penataran, P4, Pemasyarakaatn P4 non penaratan dll) telah mulai menumbuhkan benih-benih persatuan dan kesatuan yang okoh, berbagai upaya tersebut dilaksanakan dengan tidak mengabaikan kenyataan tentang kemajemukan masyarakat Indonesia. Hal terakhir tersebut kini makin mendapat perhatian yag semestinya dengan antara lain memasukkannya muatan local di dalam kurikulum sekolah. Muatan local yang didasarkan pada kebhinekaan masyaraka Indonesia. Dengan demikian akan dapat diwujudkan manusia Indonesia dengan wawasan nusantara dan berjiwa nasional akan tetapi memahami dan menyatu dengan lingkungan.
Memasukkan nilai-nilai sosial dalam penyelenggaraan pendidikan adalah suatu keharusan, karena dimensi kesosialan adalah salah satu dimensi yang dimiliki manusia. Dalam pembelajaran dengan model konvensional selama ini memang sudah terdapat nilai-nilai sosial, hanya belumlah optimal karena masyarakat belumlah atau masih sangat jarang dilibatkan dalam model pembelajaran.
Untuk mentaktisi hal tersebut, pembelajaran dapat menggunakan model experience learning yakni model pembelajaran yang menekankan prinsip pengalaman  dalam proses belajar. Metode seperti ini dapat dilaksanakan dengan cara melibatkan peserta didik perlu dalam kegiataan-kegiatan kemasyarakatan yang terkait dengan materi yang mereka telah dipelajari disekolah, misalnya untuk materi Musyawarah untuk Mufakat dan Gotong Royong dalam mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, peserta didik perlu dilibatkan dalam kegiatan musyawarah dan kegiatan kerja bakti yang dilaksanakan oleh masyarakat disekitar sekolah tersebut.
2.       Landasan Politik Pendidikan
Era reformasi melahirkan keterkejutan budaya, bagaikan orang yang terkurung dalam penjara selama puluhan tahun kemudian melihat tembok penjara runtuh. Mereka semua keluar mendapati pemandangan yang sangat berbeda, kebebasan dan keterbukaan yang nyaris tak terbatas. Suasana psikologis eforia itu membuat masyarakat tidak bisa berfikir jernih, menuntut hak tapi lupa kewajiban, mengkritik tetapi tidak mampu menawarkan solusi.
Masyarakat pendidikan tersadar bahwa SDM produk dari sistem pendidikan nasional kita tidak bisa bersaing dalam persaingan global sehingga kita hanya mampu mengekspor tenaga kerja PRT, sebaliknya tenaga skill pun di dalam negeri harus bersaing dengan tenaga skill dari luar.
Dibutuhkan keputusan politik dan kemauan politik yang sungguh-sungguh untuk mengubah sistem pendidikan di Indonesia menjadi pembangun budaya bangsa. Sayang ahli-ahli pendidikan kita lebih berorientasi kepada teksbook dibanding melakukan ujicoba sistem di lapangan.
Pendidikan bermutu memang mahal, tetapi kenaikan anggaran pendidikan di APBN menjadi 20% pun tidak banyak membantu jika kreatifitas Depdiknas, hanya pada proyek-proyek pendidikan bukan pada pengembangan pendidikan. Namun dalam kenyataannya tidak menunjukkan suatu relevansi yang nyata. Bahkan riil, anggaran pendidikan hanya berkisar 10% dari APBN, dan itu pun hanya untuk membiayai anggaran rutin seperti penyediaan alat-alat belajar, gaji guru dan karyawan dan sebagainya.
Swasta mempunyai peluang untuk melakukan inovasi pendidikan tanpa terikat aturan birokrasi yang jelimet, tetapi menjadi sangat menyedihkan ketika dijumpai banyak lembaga pendidikan swasta yang orientasinya pada bisnis pendidikan. Sekolah-sekolah international diperlukan sebagai respon terhadap globalisasi, tetapi pembukaan sekolah international oleh asing sangat riskan dari segi budaya bangsa karena filsafat pendidikannya berbeda.
Penyelenggara pendidikan di negara maju memahami persis bahwa fitrah manusia memang berbeda-beda, sebagaimana halnya sifat alam. Penghargaan akan talenta dan keunikan SDM dihargai sedemikian tinggi sehingga tidak heran apabila atlet atau penyanyi memiliki penghasilan berkali lipat lebih besar daripada bankir, birokrat, apalagi politisi. Ibarat tanaman tropis tidak dapat tumbuh baik di iklim dengan empat musim, manusia juga memiliki berbagai karakter sehingga tidak dapat disamaratakan.
Pendidikan Nasional semakin menyimpan banyak persoalan dan sampai sekarang belum terselesaikan. Banyak kasus pendidikan yang sempat menjadi keprihatinan kita bersama, seperti kasus contek massal, kasus penggusuran sekolah-sekolah yang secara tidak langsung menjadi indikasi bagi keberlangsungan Pendidikan Nasional yang masih terseok-seok. Proses penyelenggaraan Pendidikan Nasional masih sering terbentur dengan berbagai kendala, baik dari segi kebijakan , sistem sosial dan kesadaran kita sendiri.
Kita bisa mengambil kesimpulan secara sederhana bahwa terdapat beberapa pokok persoalan dalam pendidikan kita, yaitu; pertama, problem kebijakan pemerintah yang tidak memiliki komitmen dalam menyelenggarakan pendidikan dan kedua; problem visi Pendidikan Nasional yang masih belum bisa berpihak pada rakyat jelata.

a.       Kebijakan pendidikan di era orde lama ditahun 1954
Pada masa ini penekanan kebijakan pendidikan pada isu nasionalisasi dan ideologisasi. Penekanan pada kedua bidang tersebut tidak lain karena masa tersebut masa krusial pasca kemerdekaan dimana banyak konflik yang mengarah pada separatisme dan terjadi interplay (tarik ulur) antara pihak yang sekuler dengan agamis.
Implikasi dari kebijakan politik pendidikan pada waktu itu adalah terbentuknya masyarakat yang berjiwa nasionalis dan berpatriot pancasila. Kebijakan politik tersebut sejatinya berupaya menjadi ”win-win solution” dengan mengakomodasi semua kepentingan. Di sini terjadi pengakuan terhadap keanekaragaman baik budaya, seni, maupun agama. Pada dasarnya upaya membangun nasionalisme melalui pendidikan relatif berhasil, hanya saja kurang diimbangi dengan kebijakan yang lain sehingga kemelut bernegara selalu ada di masa tersebut.

b.       Kebijakan politik pendidikan nasional di era orde baru
Dengan dikeluarkannya undang-undang sistem pendidikan ditahun 1989. Berbeda dengan kebijakan di era orde lama, kebijakan di era orde baru memberi penekanan pada sentralisasi dan birokratisasi. Di masa ini jalur birokrasi sebagai sebuah kepanjangan tangan dari pusat sangat kental. Orang-orang daerah didoktrin sedemikian rupa sehingga menjadi kader-kader yang ‘yes man’, selalu patuh buta terhadap kepentingan pusat. Akibat yang terjadi dari kebijakan ini adalah matinya daya kritis, daya kreatif dan daya inovatif, yang ada hanyalah birokrat yang “sendikho dhawuh”. Bahkan sistem pada masa ini berhasil membunuh idealisme. Orang-orang atau cendekia yang idealis, kritis, dan inovatif tiba-tiba memble ketika masuk pada jalur birokrasi.       
Disadari bahwa sistem pendidikan nasional pada masa itu sebab kuatnya intervensi kekuasaan sangat mewarnai di setiap aspek pendidikan. Dalam sistem pendidikan nasional pada masa orba, muatan kurikulumnya sempat dimanfaatkan oleh pemerintah yang bertujuan untuk melanggengkan kekuasaan. Beberapa pelatihan di sekolah-sekolah atau instusi-institusi pendidikan pada umumnya lebih mengenalkan indoktrinasi ideologi penguasa. Praktek penataran P4 merupakan salah satu bukti riil dari indoktrinasi ideologi penguasa pada waktu itu. (Mu’arif, 2008:13.
Di era ini pula terjadi penyeragaman-penyeragaman sehingga budaya daerah, seni daerah, dan kearifan lokal mengalami nasib yang tragis, bahkan banyak yang telah mati. Yang tersisa hanyalah seni dan budaya yang sifatnya mondial. Bahkan istilah Bhinneka Tunggal Ika yang sejatinya bermakna berbeda-beda tetapi satu jua telah dimaknai menjadi sesuatu entitas yang seragam, ya serba seragam.

c.       Kebijakan politik pendidikan di era reformasi.
Kebijakan ini ditandai dengan dikeluarkannya Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional N0 20 tahun 2003. Di era reformasi ini penekanannya terletak pada desentralisasi dan demokratisasi. Kewenangan yang semula terletak di pusat dan berjalan secara top-down diubah dengan memberi kewenangan daerah yang lebih luas sehingga pola yang berjalan adalah bottom-up.
Regulasi yang relatif longgar di era reformasi ini ternyata belum memberi angin segar bagi dunia pendidikan, bahkan banyak potensi untuk diselewengkan dengan mengambil dalih demokratisasi dan desentralisasi. Demokrasi telah menjadi kebebasan dan desentralisasi daerah telah menjadi keangkuhan daerah.
Bahkan di era ini semakin jelas keterpurukan masyarakat miskin karena semakin sulit mengakses pendidikan tinggi. Lebih dari itu implementasi kebijakan pendidikan yang demokratis dan mengedepankan potensi daerah semakin dinafikkan. Sistem evaluasi yang masih terpusat, kekerasan dalam pendidikan, dan banyaknya penyimpangan dalam proses pendidikan semakin memberi catatan buram bagi pendidikan di era reformasi ini.
Kebijakan politik yang paling di sorot pada masa ini adalah kebijakan- kebijakan tentang otonomi daerah dalam bidang pendidikan, penerapan kurikulum yang berganti-ganti, hingga yang diterapkan saat ini yaitu kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) dan pro dan kontra yang terjadi pada pelaksanaan Ujian Nasional.

1.       Otonomi Daerah dalam bidang pendidikan
Otonomi daerah sebagai salah satu bentuk desentralisasi pemerintahan, pada hakikatnya ditujukan untuk memenuhi kepentingan bangsa secara keseluruhan, yaitu upaya untuk lebih mendekati tujuan-tujuan penyelenggaraan pemerintah untuk mewujudkan cita-cita  masyarakat yang lebih baik, suatu masyarakat yang lebih adil dan lebih sejahtera.
Desentralisasi bidang pendidikan dimulai dengan keluarnya UU No.22/1999 tentang Pemerintah Daerah dan kemudian ditindak lanjuti dengan PP No. 20 tentang Peribangan Keuangan Daerah yang di dalamnya mengatur tentang sektor-sektor yang didesentralisasikan dan yang tetap menjadi urusan Pemerintah Pusat. Pendidikan termasuk salah satu sektor yang didesentralisasikan, sehingga sejak itu pendidikan terutama dari TK sampai dengan SMA menjadi urusan kabupaten/kota. Sedangkan pendidikan tinggi menjadi urusan Pemerintah Pusat dan Provinsi.
Sejak urusan pendidikan didesentralisasikan, signal-signal adanya banyak masalah baru sudah tampak. Diantaranya, adalah tarik menarik kepentingan untuk urusan guru serta saling lempar tanggung jawab untuk pembangunan gedung sekolah. Pengelolaan guru menjadi tarik menarik, karena jumlahnya yang banyak, sehingga banyak kepentingan politik maupun ekonomi yang bermain di dalamnya. Sedangkan pembangunan gedung sekolah, utamanya gedung SD menjadi lempar-lemparan tanggung jawab antara Pemerintah Pusat dan Pemda karena besarnya dana yang diperlukan untuk itu. Sementara, di lain pihak, baik Pemerintah Pusat maupun Pemda sama-sama mengeluh tidak memiliki dana.

2.       Kurikulum tingkat satuan pendidikan
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) merupakan angin segar bagi dunia pendidikan dasar dan menengah. KTSP dimaknai sebagai kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan. Ini berarti satuan pendidikan tertantang untuk menterjemahkan standar isi yang ditentukan oleh Depdiknas. Bahkan diharapkan sekolah mampu mengembangkan lebih jauh standar isi tersebut.
Meskipun sekolah diberi kelonggaran untuk menyusun kurikulum, namun tetap harus memperhatikan rambu-rambu panduan KTSP yang disusun oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Hal ini diharapkan agar selalu ada sinkronisasi antara standar isi dan masing-masing KTSP.
Dalam prakteknya, peluang ini juga akan menghadapi kendala yang tidak ringan, Pertama, belum semua guru atau bahkan kepala sekolah mempunyai kemampuan untuk menyusun kurikulum. Kedua, semua komite sekolah atau bahkan orang Depdiknas belum memahami tatacara penyusunan sebuah kurikulum yang baik. Ketiga, kebingungan pelaksana dalam menerjemahkan KTSP.
Sudah sering dikemukakan oleh berbagai kalangan, ketidaklogisan KTSP terjadi karena seolah diberikan kebebasan untuk mengolaborasikan kurikulum inti yang dibuat Depdiknas, tetapi evaluasi nasional oleh pemerintah dengan melalui Ujian Nasional (UN) justru yang paling menentukan kelulusan siswa.
3.       Ujian nasional
Kebijakan pemerintah melaksanakan Ujian Nasional selalu menghadirkan pro dan kontra. Bagi yang sependapat UN merupakan wahana untuk meningkatkan kualitas pendidikan dasar dan menengah di negeri ini. Sementara bagi yang kontra, UN justru akan membebani siswa dalam belajar. Bahkan menjadi hantu yang menakutkan dan kemungkinan besar justru mematikan potensi anak. Lepas dari setuju tidak setuju, UN sebenarnya diperlukan dalam memotret pemetaan kualitas satuan pendidikan nasional. Namun yang sering dikeluhkan, kenapa UN dijadikan alat vonis penentuan kelulusan? Adilkah suka duka siswa dalam belajar selama tiga tahun hanya ditentukan nasibnya selama tiga hari pelaksanaan UN?
 Kontroversi mengenai ujian nasional (UN) kebijakan ini dengan jelas menggambarkan betapa lemahnya visi pemerintah dalam kebijakan pendidikan selama ini. Visi adalah sebuah jangkauan terpanjang dari apa yang hendak dicapai dan dituju. Tetapi kalau suatu kebijakan hanya diarahkan semata-mata untuk mengejar target, di mana visi pendidikan kita yang mencerdaskan itu ? Inilah yang membuat paradigma pendidikan menjadi semakin tidak jelas. Sasaran apa yang hendak dicapai? Kita menghadapi persoalan sangat mendasar dalam konteks kebijakan ini. Apakah dengan adanya Ujian Nasional ini mutu pendidikan kita bisa ditingkatkan? Sayang sekali pertanyaan ini selalu luput dari perhatian.
Mutu pendidikan bukan hanya sekedar ditentukan oleh Ujian Nasional melainkan pada paradigma pendidikan itu sendiri. Selama ini kita sering menjadikannya sebagai tolok ukur prestasi, padahal secara substansial hal itu tidak pernah menjadi bukti. Justru pendidikan kita semakin terperosok karena kebijakan tersebut selalu dibarengi dengan perilaku tak terpuji seperti korupsi, manipulasi anggaran, dan kecurangan-kecurangan lain yang dilakukan untuk mempertahankan kredibilitas sekolah maupun daerah.

d.       Realitas politik pendidikan
Sampai saat ini, realitas politik pendidikan di negara kita masih belum sepenuhnya merdeka. Hal ini bisa kita lihat dari komitmen pemerintah yang masih rendah dalam mewujudkan akses dan pemerataan pendidikan dasar yang bebas biaya, belum terpenuhinya anggaran pendidikan sebesar 20%, kurangnya penghargaan terhadap profesionalisme dan kesejahteraan guru, rendahnya mutu dan daya saing pendidikan, upaya otonomi pendidikan yang masih setengah hati, dan sebagainya. Pemerintah sebetulnya telah menetapkan Renstra pendidikan tahun 2005–2009 dengan tiga sasaran pembangunan pendidikan nasional yang akan dicapai, yaitu meningkatnya perluasan dan pemerataan pendidikan, meningkatnya mutu dan relevansi pendidikan, dan meningkatnya tata kepemerintahan (governance), akuntabilitas, dan pencitraan publik. Pemerintah Indonesia juga telah berupaya terus-menerus memberikan perhatian yang besar pada pembangunan pendidikan dalam rangka mencapai tujuan negara, yaitu mengusahakan dan menyelenggarakan suatu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Namun dalam realitasnya, kita menyaksikan ternyata kebijakan dan praktik pendidikan kita masih jauh panggang dari api.
Sampai saat ini dunia pendidikan kita juga masih dihadapkan pada tantangan besar untuk mencerdaskan anak bangsa. Tantangan utama yang dihadapi di bidang pendidikan pada 2008 adalah meningkatkan akses, pemerataan, dan kualitas pelayanan pendidikan, terutama pada jenjang pendidikan dasar, perbaikan kurikulum pendidikan, dan tuntutan profesionalisme dan kesejahteraan guru.  Pada saat yang sama, kesenjangan partisipasi pendidikan juga masih terjadi, terutama antara penduduk miskin dan penduduk kaya. Meskipun pemerintah telah menyediakan bantuan operasional sekolah (BOS) untuk jenjang pendidikan dasar, masih ditemukan adanya beberapa sekolah yang masih menarik berbagai iuran, sehingga memberatkan orang tua, terutama bagi keluarga miskin. Kesenjangan partisipasi pendidikan tersebut terlihat makin mencolok pada jenjang pendidikan menengah dan pendidikan tinggi.            
Selain itu, ada beberapa agenda yang perlu diperhatikan untuk menentukan arah dan masa depan politik pendidikan, diantaranya adalah, Pertama, menghapus dikotomi dualisme penyelenggaraan pendidikan. Pemerintah wajib menyelenggarakan pendidikan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif. Pendidikan yang berada di bawah naungan Departemen Pendidikan Nasional dan Departemen Agama harus berjalan seimbang dalam hal mutu, kualitas dan kemajuannya. Sehingga tidak ada lagi pandangan bahwa pendidikan keagamaan terkesan tidak bermutu dan terbelakang.  Kedua, peningkatan anggaran pendidikan. Kita semua menyadari, bahwa untuk memajukan dunia pendidikan nasional, pemenuhan alokasi anggaran pendidikan minimal 20% dari APBN dan APBD adalah menjadi keniscayaan. Ini menjadi persoalan mendesak, jika kita betul-betul serius ingin mencerdaskan kehidupan bangsa. Dan, UUD 1945 Pasal 31 ayat (4) telah mengamanahkannya. Ketiga, pembebasan biaya pendidikan dasar. Pemerintah dan pemerintah daerah harus punya kemauan kuat untuk bisa membebaskan siswa dari biaya operasional pendidikan untuk tingkat sekolah dasar. Pasal 31 ayat (2) UUD 1945 secara tegas mengamanatkan, “Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya.” Keempat, perbaikan kurikulum. Pendidikan mesti diarahkan pada sistem terbuka dan multimakna serta pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat. Karena itu, kurikulum pendidikan harus mampu membentuk insan cerdas, beriman, bertakwa, berakhlak mulia, dan memiliki kebebasan mengembangkan potensi diri. Pendidikan juga mesti diselenggarakan dengan memberi keteladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses pembelajarannya. Kelima, penghargaan pada pendidik. Pemerintah harus lebih serius meningkatkan kualifikasi, profesionalisme dan kesejahteraan guru. Sebab, guru merupakan pilar utama pendidikan dan pembangunan bangsa. Tanpa guru yang profesional dan sejahtera, mustahil pendidikan kita akan maju dan berdaya saing.

3.       Landasan Ekonomi Pendidikan
Dalam menghadapi perubahan yang semakin cepat bangsa ini harus siap dalam berkompetesi didunia pendidikan karena pendidikan nanti diera globalisasi juga terjadi persaingan. Untuk memenangkan persaingan maka bangsa ini harus memiliki mental tangguh dan sehat dalam persaingan. Memajukan pendidikan bangsa ini tidak hanya berkaitan dengan guru, siswa atau fasilitas pendidikan saja namun ada beberapa faktor yang lain in dapat meningkatkan mutu pendidikan.
Perkembangan jaman yang cepat sekarang menuntut manajemen sekolah untuk dapat mengelola komponen dalam pendidikan apakah mengelola sumber daya manusia atau Non manusia termasuk mengelola sejumlah besar uang yang berpautan dengan operasional sekolah. Dibanyak sekolah tidak memiliki tenaga keuangan, dimana kepala sekolah yang memikul tanggung jawab tentang penanganan banyak kewajiban yang bersifat efisien. Termasuk dalam kewajiban ini tanggung jawab dalam pembuatan anggaran. Belanja, pembukuan keuangan, pengelolaan keuangan ekstra kurikuler. Pengelolaan perlengkapan dan perbekalalan dan pemeliharaan perpustakaan, kebutuhan tentang orang yang betugas khusus bertanggung jawab tentang urusan keuangan sekolah diakui terutama. Landasan ekonomi pendidikan harus dipahami oleh pihak yang berkaitan dengan pengelolaan keuangan pendidikan agar memahami kemampuan ekonomi pendidikan.
Sistem pendidikan disusun berdasarkan semangat desentralisasi dan otonomi satuan pendidikan dalam perimbangan pendanaan dimana dalam pendanaan pendidikan kini menjadi tanggung jawab bersama antara pemerintah, pemerintah daerah serta masyarakat.
Adapun tanggung jawab pemerintah, pemerintah daerah dalam penyediaan anggaran pendidikan didasarkan pada prinsip yang tersusun sebagai berikut:
1.       Prinsip Umum meliputi: prinsip keadilan, prinsip Tranparasi, prinsip Akuntabilitas Publik.
prinsip Keadilan disini berarti memberikan akses pelayanan pendidikan yang seluas-luasnya dan merata kepada peserta didik atau calon peserta didik, tanpa membedakan latar belakang suku, ras, agama, jenis kelamin, dan kemampuan atau status sosial-ekonomi. Prinsip Efisiensi dimaksudkan untuk mengotimalkan akses, mutu, relevasi dan daya saing pelayanan pendidikan. Sedangkan prinsip Transparasi dimaksudkan dilakukan dengan memenuhi asas kepatutan dan tata kelola yang baik oleh pemerintah daerah, penyelenggara pendidikan yang didirikan oleh masyarakat, dan satuan pendidikan sehingga dapat diaudit atas dasar audit yang berlaku dan menghasilkan audit yang wajar tanpa pengecualian. Dan dapat dipertanggung jawabkan secara transparant kepada pemangku jabatan kepentingan pendidikan. Pada prinsip Akuntabilitas Publik dilakukan dengan cara memberikan pertanggungjawaban atas kegiatan yang dijalankan oleh penyelenggara atau satuan pendidikan kepada pemangku kepentingan pendidikan sesuai dengan peraturan perundang-udangan.
2.       Prinsip Khusus
a)       pengelolaan dana pendidikan oleh pemerintah dan pemerintah daerah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
b)       Pengelolaan dana pendidikan oleh penyelenggaraan atau satuan pendidikan yang didirikan masyarakat dilaksanakan sesuai peraturan perundang-undangan dan anggaran dasar/anggaran rumah tangga penyelenggara atau satuan pendidikan yang bersangkutan.
c)       Pegelolaan dana pendidikan oleh satuan pendidikan dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan, anggaran dasar dan anggaran rumah tangga penyelenggara atau satuan pendidikan, serta peraturan satuan pendidikan.
d)       Seluruh dana pendidikan baik pemerintah atau pemerintah daerah dikelola sesuai dengan sistem anggaran pemerintah atau sistem anggaran pemeritah daerah.
e)       Seluruh dana satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah atau pemerintah daerah dikelola sesuai dengan sistem anggaran pemeritah atau sistem anggaran pemerintah daerah.
f)        Dana pendidikan oleh penyelenggara atau satuan pendidikan yang didirikan masyarakat diatur dalam anggaran dalam anggaran dasar dan anggaran rumah tangga penyelenggara atau satuan pendidikan yang bersangkutan.
g)       Peruntukan dana pada satuan pendidikan diatas meliputi:
a.       Biaya investasi pada satuan pendidikan
b.       Biaya operasional pada satuan pendidikan: dan atau
c.       Bantuan pada satuan pendidikan dalam bentuk hibah untuk mendukung biaya operasi satuan pendidikan.
h)       Dana pendidikan yang dikelola oleh penyelenggara atau satuan pendidikan yang didirikan masyarakat disimpan dalam rekening penyelenggara atau satuan pendidikan yang bersangkutan.
i)         Seluruh dana satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat dikelola melalui mekanisme yang diatur dalam anggaran dasar dan anggaran rumah tangga penyelenggara atau satuan pendidikan yang bersangkutan dan disimpan di dalam rekening bendahara satuan pendidikan yang dibuka dengan seizin ketua penyelenggara atau pemimpin satuan pendidikan yang bersangkutan.
j)         Penerimaan dana pendidikan yang bersumber dari masyrakat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah dikelola sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-perundangan.
k)       Dana pendidikan pada satuan pendidikan bukan penyelenggara program wajib belajar yang diselenggarkan oleh pemerintah atau pemerintah daerah yang belum berbadan hukum dikelola dengan menggunakan pola pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum.

Guna pengadaan anggaran pendidikan maka pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat mengerahkan sumber daya yang ada sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang dikelola berdasarkan prinsip keadilan, efisiensi, tranparansi dan akuntabilitas publik. Perlu diperhatikan kemampuan dalam mengelola keuangan pendidikan terutama disekolah harus efektif serta telah berpengalaman lama dan ini bisa dilimpahkan apabila manajemen keuangan disuatu sekolah telah menunjukan pengetahuan atau keterampilan dalam menangani masalah keuangan sekolah. Dalam pengelolan keuangan disekolah bendaharawan harus memperhatikan hal berikut:
a.       Hemat dan sesuai kebutuhan.
b.       Terarah dan terkendali sesuai dengan rencana.
c.       Tidak diperkenankan untuk kebutuhan yang tidak menunjang proses belajar-mengajar yakni, pesta perkawinan, ucapan selamat, hadiah dan lain-lain.

Untuk pelaksanaan itu perlu memahami panca tertib dalam pengelolaan keuangan meliputi: 1. tertib program. 2. tertib anggaran. 3. tertib admistrasi. 4. tertib pelaksanaan 5. tertib pengendalian/pengawasaan. Manajemen keuangan yang baik harus direncanakan dengan teliti dan penggunaanya yang effektif.

Kebijakanaan Anggaran Pendidikan
Kata kebijakan menurut Houg (1984) dalam arti sempit untuk mengacu pada pernyataan tindakan formal yang diikutinya atau kebijakan dianggap sebagai suatu posisi atau pendirian yang dikembangkan untuk menanggapi suatu masalah atau isu konfilik dalam rangka pencapaian tujuan tertentu, padahal kebijakan pendidikan lebih luas dari itu. Kebijakan pendidikan yang benar menjadikan suatu pendidikan tepat dan sesuai dengan kebutuhan pembangunan dapat membangun dirinya sendiri dan bertanggung jawab pada bangsanya. Baik secara ekonomi atau mengembangkan jiwa patriotisme pada bangsa negara, Arti kebijakan “wisdom” adalah suatu ketentuan dari pimpinan yang berbeda dengan aturan yang ada, yang dikenakan pada seseorang atau kelompok orang dapat atau tidak dapat memenuhi aturan tadi. Tanpa ada suatu perbedaan atau pengecualian.
Untuk mengetahui bagaimana dana pendidikan dapat dihasilkan dapat terlihat pada gambar bagan diatas, Mekanisme penentuan anggaran pendidikan dimulai dari musyawarah pembangunan desa (musbagdes) yang mana didalam nya sudah termasuk sekolah yang ada didesa tersebut. Tetapi dilain pihak sekolah juga mengajukan anggaran sekolah yang disebut juga rencana anggaran belanja sekolah (RAPBS) yang diajukan kepada Dinas Pendidikan setempat. Selanjutnya hasil musbagdes digabungkan di kecamatan sehingga oleh pihak camat diidentifikasi dan diolah menjadi usulan daftar kegiatan pembangunan (UDKP) pada tingkat kecamatan yang didalam nya sudah termasuk program dinas yang berada dikecamatan. UDKP dari kecamatan bersama dengan usulan dinas tehnis di daerah diserahkan kepada Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPEDA). Dinas teknis di kecamatan antara lain adalah cabang dinas pendidikan kecamatan. Oleh Badan Perencananaan Pembangunan Daerah (BAPEDA). Kabupaten setiap usulan rencana anggaran tersebut dibawa ke rapat kordinasi pembangunan (Rakorbang) kabupaten untuk menentukan prioritas pembangunan yang disertai dengan rencana anggarannya. Hasil rakorbang tersebut memuat program kerja kabupaten/kota yang dianalisis kembali oleh panitia anggaran kabupaten/kota dibawah kordinasi seketaris daerah. Setelah dianalisis maka hasilnya ditetapkan menjadi Rencana Pembangunan Tahunan Daerah (Repetada) yang nanti akan menjadi RAPBD untuk diajukan ke legeslatif. Repetada ini telah diperiksa oleh masing-masing dinas termasuk dinas pendidikan, sehingga kesesuaian antara usulan dengan yang disetujui baik program maupun anggaran yang diperlukan untuk melaksanakan program tersebut. Usulan anggaran tersebut selanjutnya dibahas oleh DPRD Kabupaten dalam bentuk dengar pendapat dengan Bupati/Walikota dan dinas teknis untuk mengetahui detail progam dan anggaran yang diperlukan. Hasil rapat penyusunan anggaran ini dalam bentuk Repetada diajuakan oleh pihak legislatif daerah untuk dibahas dan selanjutnya setelah dianggap sesuai dengan ketentuan dan sesuai pula dengan anggaran yang tersedia, oleh pihak DPRD diterbitkan peraturan daerah (Perda) menjadi APBD.

Tujuan kebijaksanaan biaya pendidikan
Dalam perkembangan dunia pendidikan, terjadi perubahan dalam masalah yang berkaitan dengan sistem pendidikan diseluruh dunia dibebani oleh perubahan ilmu pengetahuan dan teknik, ekonomi, dan kependudukan, politik dan sosial yang mengoncangkan terlebih krisis ekonomi yang melebar kesetiap negara didunia. Akibatnya dalam dunia pendidikan timbul sejumlah tugas baru yang berat, serta tekanan dan berbagai masalah yang jauh lebih besar dan lebih rumit yang semuanya itu harus dihadapi. Kebijakasanaan biaya pendidikan dinegara berkembang merupakan kebutuhan sangat mendesak mengapa karena tingkat pendidikan dinegara berkembang masih rendah seperti terlihat pada tingkat anak yang lulus dari sekolah dasar, sekolah menengah pertama, sekolah menengah atas, dan sarjana. Ini menjadi persoalan mendasar bagi negar berkembang. Atau pula ada beberapa hambatan yang ditemui dalam pendidikan dinegara berkembang seperti berikut:
a.       Ketidakseimbangan dalam sistem pendidikan.
b.       Tuntutan melampui batas kemampuan
c.       Peningkatan biaya lebih cepat dari pada pendapatan
d.       Hambatan diluar masalah keuangan
e.       Kekurangan kesempatan kerja bagi orang yang terdidik.
f.        Bentuk pendidikan yang keliru.

Sumber:


Tidak ada komentar:

Posting Komentar